Perkembangan Perahu Cadik di Indonesia

Indonesia merupakan negara yang sangat beragam dan dapat dikategorikan sebagai Negara yang multikultural. Masyarakat yang terdapat di dalam negara inI sangatlah bermacam-macam mulai dari budaya, agama, suku, ras, adat istiadat dan lain sebagainnya. Beragamnya masyarakat yang dimiliki Indonesia menjadikan negara ini lebih kuat akan budaya toleransi atau menghargai antar perbedaan yang ada.

Oleh : Indera Robby Ramdhani

Selain sebagai negara yang beragam, Indonesia juga merupakan negara yang memiliki wilayah perairan yang sangat luas dan dihiasi oleh pulau-pulau yang membelah daratan dengan perairan. Berdasarkan hasil Konvensi Hukum Laut Internasional atau “United Nation Convention on the Law of the Sea” (UNCLOS) pada tanggal 10 Desember 1982 di Montego Bay, Jamaica, luas wilayah laut Indonesia mencapai 3.257.357 km². Jikalau dibandingkan dengan luas daratan wilayah Indonesia didominasi oleh perairan karena wilayah daratan hanya sekitar 2,01 juta km2.

Wilayah Indonesia yang didominasi dengan perairan menjadikan Indonesia sejak zaman dulu merupakan wilayah yang mengandalkan perairan sebagai salah satu media dalam hal perekonomian. Pada masa Hindu-Buddha tepatnya ketika Kerajaan Sriwijaya berdiri, kerajaan tersebut dikenal dengan kerajaan maritim karena wilayah lautnya yang sangat luas. Setelah Sriwijaya runtuh muncul Kerajaan Majapahit yang memiliki wilayah perairan yang cukup luas juga. Kedua kerajaan tersebut menjadi cikal bakal negara Indonesia terbentuk, maka tidak heran pada saat ini pemerintah mencoba untuk mengembangkan kembali Indonesia menjadi negara maritim.

 Masyarakat Indonesia yang hidup berdampingan dengan wilayah perairan menjadikannya banyak menciptakan teknologi dan juga memanfaatkan wilayah perairan untuk kebutuhan ekonomi. Masyarakat Indonesia membuat perahu-perahu sebagai alat transportasi yang digunakan ketika ingin melewati wilayah perairan. Perahu merupakan salah satu jenis transportasi tertua yang ada di dunia, karena diperkirakan sudah ada sejak zaman praaksara Dalam hal ini masyarakat Indonesia dimasa lampau. Setidaknya mengembangkan 3 jenis perahu yaitu,perahu primitif, perahu tidak bercadik dan perahu bercadik. Perahu-perahu tersebut masih bertahan dan tetap eksis sampai sekarang.

Perahu primitif adalah perahu sederhana yang tidak dilengkapi dengan alat penyeimbang dan layar. Dengan tidak adanya kedua komponen tersebut maka perahu jenis ini daya jelajahnya amat terbatas, yaitu di perairan sungai, muara, serta daerah pantai. Jenis perahu kedua disebut perahu tanpa cadik karena tidak memiliki alat penyeimbang atau cadik, namun perahu ini memiliki layar yang berfungsi untuk mengatur dorongan angin sebagai tenaga penggerak perahu. Dengan bantuan layar tersebut perahu ini memiliki daya jelajah yang lebih luas dibandingkan dengan perahu primitif. Jenis perahu ketiga adalah perahu bercadik yaitu perahu yang memiliki alat penyeimbang berupa cadik. Selain itu perahu ini juga memiliki layar, sehingga dapat mengarungi samudra yang lebih luas.

Dalam artikel kali ini penulis ingin mencoba untuk membahas lebih spesifik mengenai perahu bercadik. Perahu cadik merupakan jenis perahu yang di bagian kiri dan kanannya ditambahkan sebuah cadik yang terbuat dari kayu atau bambu. Penambah komponen perahu tersebut berfungsi sebagai alat keseimbangan, agar perahu kuat dan tidak terbalik ketika mempengaruhi gelombang air laut yang ekstrim. Perkembangan teknologi perahu sendiri di Indonesia dianggap mulai berkembang ketika adanya migrasi bangsa bangsa Austronesia ke Indonesia pada masa neolilik.

Gambar. Relief Perahu di Candi Borobudur (Sumber : http://www.indonesianship.com/images/08062010.jpg)

Pada masa Hindu-Buddha perkembangan perahu cadik dapat ditemukan dalam relief yang ada di Candi Borobudur terdapat pahatan perahu, salah satunya pahatan perahu cadik. Hal ini membuktikan bahwa sejak zaman dahulu masyarakat Indonesia sudah mengenal teknologi pembuatan perahu. Di candi Borobudur terdapat 4 (empat) buah perahu, tiga diantaranya berbentuk perahu jung, digambarkan seakan-akan sedang mengadakan pelayaran di laut sedangkan perahu yang lain menggambarkan perahu yang dibuat dari kayu (jukung). Perahu-perahu yang terdapat dalam pahatan di candi Borobudur dari abad ke-9 tersebut mempunyai bentuk yang sudah menyamai perahu-perahu pada zaman sekarang. Perahu tersebut dilengkapi dengan tiga buah layar Iebar yang memungkinkan perahu tersebut menempuh kecepatan maksimal. Pada pahatan perahu di candi Borobudur tampak jelas adanya pemakaian cadik ganda yang tampaknya dibuat dari kayu bulat dengan tiga penguat (penyangga cadik) sehingga keseimbangan perahu tersebut dapat terjamin. Perahu besar tersebut tidak hanya ukurannya yang besar dan dapat memuat puluhan ton sampai ratusan ton tetapi bentuk-bentuk pola hiasnya cukup artistik.

Baca Juga :   Dikotomi Ilmu Pengetahuan di Kalangan Kaum Agamawan

Gambar. Relief Perahu Bercadik Candi Borobudur (sumber: https://indonesia.go.id/assets/upload/headline/1571708669_IMG_6696_thumb.jp)

Pahatan perahu yang ada di Candi Borobudur memberikan pengetahuan bahwa masyarakat Indonesia sejak masa lampau memang merupakan seorang pelaut dan banyak beraktivitas di perairan. Perahu Cadik yang ada dalam pahatan Candi Borobudur menandakan bahwa pengembangan teknologi perahu di Indonesia sudah berkembang sejak zaman dahulu sehingga masyarakat Indonesia bisa berlayar ke berbagai pelosok dunia. Perahu cadik juga ditemui di Madagaskar hal ini menandakan bahwa perahu cadik merupakan jenis perahu yang sangat maju sehingga dapat mengarungi lautan sampai jauh ke Madagaskar. Sampai saat sekarang teknologi perahu Cadik masih digunakan oleh masyarakat Indonesia, untuk sebagai alat transportasi maupun untuk keperluan lain.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Aris, Tanudirdjo Daud. (2014). Inspirasi Majapahit. Yogyakarta: Yayasan Arsari Djojohadikusumo.

Burhanuddin, Safri dll. (2016). Spirit of Majapahit Pelayaran Napak Tilas Kerajaan Majapahit. Jakarta. Kementrian Koordinator Bidang Kemaritiman Republik Indonesia.

Sukendar, Haris. (1999). Pustaka Wisata Budaya Perahu Tradisional Nusantara. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Artikel Jurnal

Trisnu, Nugroho Brata. (2011). Budaya Teknologi Pembuatan Perahu Tradisional di  Sulawesi Selatan. Jurnal Forum Ilmu Sosial, 38 (1), 9-17.

Sulasminingsih, Sri., Adi, Budiman Setyawan., Marasebessy, Amir. (2017). Studi Ekonomi Teknik Pembuatan Perahu Cadik Jenis Bottom Glass Dari Bahan Fiber Glass Untuk Wisata Bahari Di Kelurahan Banten Kecamatan Kasamen Kota Serang Provinsi Banten. Jurnal Bina Teknika, 13 (2), 205-213.

Artikel Berita

Budi, Bambang Utomo. (22 November 2017). Mengenal Lebih Jauh Budaya Maritim Indonesia. Tempo.co. https://kolom.tempo.co/read/1035968/mengenal-lebih-jauh-budaya-maritim-indonesia/full&view=ok. _.(19 Oktober 2019). Dulu Bangsa Indonesia Adalah Bangsa Maritim. Indonesia.Go.Id. https://indonesia.go.id/kategori/komoditas/1235/dulu-bangsa-indonesia-adalah-bangsa-maritim.

Share:

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on pinterest
Pinterest
Share on linkedin
LinkedIn

Related Posts