Pecalang Segara: Tameng Pelestarian Laut di Pantai Bali Utara Dalam Balutan Tri Hita Karana

Indonesia dikenal sebagai negara maritim dengan wilayah yang berbentuk kepulauan serta sumber daya alam laut yang melimpah. Sebagai suatu negara maritim, Indonesia menempati peringkat kedua setelah Kanada sebagai negara dengan garis pantai terpanjang yang ada di dunia (kkp.go.id, 2019). Jika berbicara dalam sudut pandang hukum penetapan Indonesia sebagai sebuah negara maritim, tertuang pada United Nations Convention on The Law of The Sea (UNCLOS) tahun 1982 (maritim.go.id, 2018). Dengan potensi sumber daya alam laut yang luas sebagai negara maritim inilah, Indonesia sesungguhnya memiliki potensi yang sangat besar di bidang kemaritiman. Bahkan sesuai pemaparan yang disampaikan oleh Wahyono SK dalam bukunya yang berjudul Indonesia Negara Maritim (2009) menyatakan bahwa kepulauan Indonesia terletak di titik pertemuan jalur komunikasi antara Benua Asia dan Benua Australia, yang dapat disimpulkan bahwa jika dilihat dari kaca mata Internasional, Indonesia berada pada posisi strategis yang dapat menguntungkan apabila dilihat potensi ekonomi dari segi perairan yang ada.

Oleh: Ivanka A. Dheyanita

Berbagai macam kekayaan  alam laut Indonesia yang dapat dikembangkan sangat beranekan ragam mulai dari beraneka ragam jenis biota laut berupa ikan, udang, terumbu karang, hingga ribuan biota laut lainnya hingga pengelolaan pantai dan wisata alam bawah laut yang juga dapat menjadi daya tarik pariwisata. Potensi pariwisata laut yang diharapkan dapat menambah pemasukan daerah maupun negara karena target yang diharapkan bukan hanya wisatawan lokal tetapi juga mengarah kepada wisatawan mancanegara. 

Dalam menjaga kelestarian sumber daya laut tentunya sudah dilakukan berbagai upaya baik yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun pihak-pihak swasta terkait serta masyarakat untuk menjadikan potensi sumber daya alam laut tetap asri. Di antara berbagai macam bentuk penjagaan terhadap kelestarian laut, salah satu kearifan lokal yang berkembang dengan tujuan untuk menjaga dan melestarikan laut adalah Pecalang Segara. Perlu diketahui pecalang merupakan sebuah himpunan tokoh-tokoh adat yang pada umumnya memiliki tugas dan fungsi sebagai pengamanan ketentraman desa. Setiap desa yang ada di Bali memiliki himpunan tokoh-tokoh adat ini (pecalang) dengan tugasnya sesuai dengan dresta adat masing-masing. Namun, pecalang yang dijumpai di Desa Bondalem dan Desa Pemuteran cukup unik dimana peran pecalang tidak seperti yang dijumpai desa-desa lainnya di Bali bahkan dari segi namanya juga tidak sama. Pecalang segara begitulah sebutannya dimana tugas dan fungsinya ialah sebagai penjaga kelestarian laut yang notabene aktivitas-aktivitas ini dilakukan di garis pantai desa setempat

Daerah yang memiliki Pecalang Segara beserta potensi dalam pengembangan keanekaragaman laut ialah Provinsi Bali tepatnya di Desa Bondalem dan Desa Pemuteran yang terdapat di Kabupaten Buleleng. Desa Bondalem dan Desa Pemuteran secara definitif termasuk bagian dari Kabupaten Buleleng yang terletak di sisi timur kota yang akrab disebut dengan kota pendidikan. Pecalang Segara dibentuk pada tahun yang berbeda di kedua desa tersebut. Di Desa Pemuteran, Pecalang Segara dibentuk pada tahun 2001 (Atmadja, 2013: 180) sedangkan di Desa Bondalem, Pecalang Segara sesuai dengan Perdes No. 5 Tahun 2006 tentang Perlindungan Pesisir dan Laut mengenai Desa Pakraman membuat awig-awig yang melarang pembuangan sampah pelastik ke pantai guna mencegah kerusakan pantai dan terumbu karang, melalui hal itu Pecalang segara berkontribusi dengan melakukan pengamanan di wilayah pantai (Arta, 2012:125). Kendati dibentuk pada tahun yang berbeda, tujuan pembentukan Pecalang Segara di kedua wilayah tersebut dapat dikatakan tidak terlalu berbeda. 

Baca Juga :   Sejarah Kebudayaan Lokal Banyuwangi: Upacara Petik Laut Muncar Simbolisasi Penghargaan terhadap Kekayaan Laut Nusantara

Pantai di Desa Bondalem

(Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis, 2021)

Baik di Desa Bondalem dan Desa Pemuteran memiliki potensi wisata bawah laut yang dikelola oleh Pokmaswas (Kelompok Masyarakat Pengawas) Pantai yang kemudian dibantu dengan adanya Pecalang Segara. Kelompok peduli laut ini merupakan kelompok yang mengadakan kegiatan konservasi, terutama dalam melestarikan terumbu karang. Terumbu karang merupakan salah satu biota laut yang memiliki peran dan fungsi penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem laut mengingat terumbu karang merupakan habitat dan sumber makanan bagi berbagai jenis mahluk hidup di laut. Tetapi, hal yang saat ini menjadi masalah utama adalah banyaknya oknum-oknum tidak bertanggung jawab yang merusak ekosistem laut. Penggunaan bahan peledak untuk menangkap ikan, bukan hanya membunuh ikan-ikan yang hidup tetapi juga merusak terumbu karang yang ada. 

Pecalang Segara Desa Adat Pemuteran (berbaju hitam)

(Sumber: https://koranbuleleng.com/2016/04/17/made-gunaksa-pecalang-dan-konservasi-dua-dunia-berbeda-yang-selalu-sejalan/

Adanya Pecalang Segara ini juga sejalan dengan konsep Tri Hita Karana yang ada di Bali. Tri Hita Karana merupakan landasan berfikir dan bertindak dalam masyarakat Hindu Bali. Tri Hita Karana merupakan tiga hubungan yang menyebabkan kebahagian. Tiga bagian dari penyebab kebahagian itu ialah parahyangan yang mengandung makna sebagai wujud hubungan manusia dengan Tuhan/Ida Sang Hyang Widhi Wasa, pawongan yakni hubungan harmonis manusia dengan manusia lainnya, dan palemahan yakni manusia mengadakan hubungan dengan alam sekitar (Akriko, 2015). 

Secara substansi melihat bagaiamana aktivitas pecalang segara yang ada di Desa Bondalem dan Desa Pemuteran jiakalau dikaitkan dengan konsep Tri Hita Karana maka dapat di jelaskan bahwa parahyangan bagaimana tokoh-tokoh pecalang segara secara konsisten melakukan ngayah (gotong royong) untuk menjalankan ritual-ritual keagamaan di pura desa setempat, lebih-lebih perannya juga terlihat pada konteks menghaturkan banten Gurupiduka ketika ada masyarakat yang sudah terbukti melakukan aktivitas-aktivitas di luar norma yang berlaku khususnya pada daerah pesisir pantai.

 Pawongan sebagai pertautan yang erat dan ajeg antar sesama manusia didalam lingkungan masyarakat. Direpresentasi melalui arah horizontal. Pawongan memiliki kemampuan menghilangkan sekat wilayah, etnisitas, agama, dan entitas budaya atau dalam kata lain merapuhkan ikatan primordialisme. Memakai adagium Ubi Societas Ibi Justicia saling “asah, asih asuh”, tat twam asi (dia adalah kamu, kamu adalah dia) sehingga kesadaran akan kesamarataan derajat dan mereduksi perbedaan kelas sosial bisa saling dijunjung tinggi. Diamalkan dengan bagaiamana para tokoh-tokoh pecalang segara melakukan kordinasi secara berkala untuk melakukan penjagaan daerah pantai serta adanya kolaborasi antara Pecalang Segara dengan semua lapisan masyarakat di Desa Bondalem sebagai satu kesatuan struktural.

Palemahan sebagai hubungan yang baik manusia dengan lingkungan alam. Dimana alam mempunyai kapasitas untuk mengatur keseimbangan hidup manusia dan hewan. Hakikatnya yakni rasa syukur secara batiniah berkat keberadaan lingkungan alam yang terjaga dan mampu menyediakan kebutuhan manusia. Dengan demikian menjadi sebuah keniscayaan untuk selalu melihat alam dan ekosistem yang tumbuh didalamnya melalui kesadaran peduli lingkungan. Merujuk pada kajian ilmiah, konsep palemahan dapat disamakan dengan environmentalisme. Wacana ini kemudian terimplementasikan dalam upaya merawat kelestarian perairan melalui beragam cara seperti menanam terumbu karang, menyediakan edukasi tentang pentingnya menjaga kondisi laut bagi nelayan, dan pembentukan lembaga seperti Pecalang Segara.

Referensi 

Arta, Ketut Sedana. 2012. Kolaborasi Masyarakat Sipil, Politik, Dan Ekonomi Dalam Pemanfaatan Modal Sosial (Studi Kasus Daerah Perlindungan Laut di Desa Bondalem, Kabupaten Buleleng). Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora, Vol.1, No.2, Oktober 2012. Singaraja: Unviersitas Pendidikan Ganesha.

Baca Juga :   Pengaruh Islam dalam Tradisi Sadranan

Atmadja, Anantawikrama Tungga., Nengah Bawa Atmadja, Tuty Maryati. 2013. Pecalang Segara: Satuan Tugas Keamanan Tradisional Penjaga Kelestarian Lingkugan Pantai dan Laut. Jurnal Bumi Lestari, Volume 13 No. 1, Februari 2013. Denpasar: Universitas Udayana. 

Akriko. 2015. Pengertian Tri Hita Karana dan Sejarahnya. Diakses dari https://www.akriko.com/2015/09/pengertian-tri-hita-karana-dan.html. Pada 07 Januari 2022.

Biro Komunikasi Kementerian Koordinasi Bidang Kemaritiman dan Investasi. 2018. Deklarasi Djuanda, UNCLOS dan Perlindungan Kedaulatan RI. Diakses dari: maritim.go.id pada 19 Februari 2021.

Siaran Pers Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. 2019. Laut Masa Depan Bangsa, Mari Jaga Bersama. Diakses dari: kkp.go.id pada 07 Januari 2022.

Wahyono, S.K. 2009. Indonesia Negara Maritim. Jakarta Selatan: Penerbit Teraju

Share:

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on pinterest
Pinterest
Share on linkedin
LinkedIn

Related Posts