Belajar untuk Pantang Menyerah seperti R.A Kartini

Kartini mulai bersekolah di sekolah yang bernama Europese Large School (ELS) atau setara dengan sekolah dasarnya. Kemudian, Ia pernah ditawari oleh seorang guru untuk bersekolah di Belanda dikarenakan ia memiliki cita-citanya sendiri untuk meneruskan pendidikannya sampai ke negeri Belanda untuk menambah wawasan ilmu dan pengetahuan.

Oleh Ellen Calista Leonardi

Hari Kartini yang diperingati tanggal 21 April  dimulai dengan seorang wanita bernama R.A Kartini (Raden Ajeng Kartini Adhiningrat) yang lahir pada 21 April 1879 di Mayong, Jepara, Jawa Tengah. Ia memiliki sepuluh saudara yang terdiri atas R.M Slamet Sosroningrat, P.A. Sosrobusono, R.A Soelastri, Drs. R.M.P Sosrokartono, R.A Roekmini, R.A Kardinah, R.A Kartinah, R.M Muljono, R.A Soematri, dan R.M Rawito. Ia merupakan putri kelima dari sebelas bersaudara tersebut. Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat adalah ayahnya sedangkan M.A. Ngasirah adalah ibunya. Akan tetapi, di dalam garis keturunan dan juga generasi berikutnya, satu hal yang diwariskan oleh keluarganya yaitu pendidikan.

Kartini mulai bersekolah di sekolah yang bernama Europese Large School (ELS) atau setara dengan sekolah dasarnya. Kemudian, Ia pernah ditawari oleh seorang guru untuk bersekolah di Belanda dikarenakan ia memiliki cita-citanya sendiri untuk meneruskan pendidikannya sampai ke negeri Belanda untuk menambah wawasan ilmu dan pengetahuan. Namun pada tahun 1855, pada saat sang ayah mendengar impiannya, sang ayah pun segera melarangnya dan tidak memberi izin kepada Kartini untuk melanjutkan pendidikannya sampai ke Belanda sehingga sang ayah pun memberhentikannya dari sekolah dengan tujuan supaya Kartini tidak mempunyai kuasa untuk melawannya atau melawan balik. Kartini pun hanya bisa bersekolah sampai berusia dua belas tahun dan terpaksa keluar dari sekolah dasarnya dikarenakan sang ayah yang melanggarnya sehingga hal itu membuat kartini merasa sangat sedih.

Sehingga, di dalam masa pingitan tersebut, Kartini pun merasa seperti terkurung di dalam penjara. Akan tetapi, ia tidak menganggap masa pingitan tersebut menjadi halangan untuk menambah wawasan ilmu dan pengetahuannya. Maka, ia terus menerus belajar mandiri dengan mempelajari bahasa Belanda dengan tujuan untuk mengasah pikirannya sehingga pada suatu hari, ia menulis surat kepada salah satu teman belandanya bernama Rosa Abendanon. Pada saat Kartini memasuki usia enam belas tahun, ia terus menerus menulis surat kepada teman Belanda lainnya sehingga membuat wawasan ilmu dan pengetahuan Kartini cukup luas. Tiba-tiba, pada tanggal 20 April 1902, Kartini diminta untuk membuat suatu surat permohonan dengan bantuan Van Kol yang berperan untuk memperjuangkan beasiswa Kartin. Pada tanggal 26 November 1902, seorang Menteri Seberang Lautan bernama  A. W. F. Idenburg pun menyetujuinya supaya beasiswa Kartini pun bisa segera diproses.

Kartini pun melihat jalan keluarnya supaya ia bebas dari masa pingitannya. Akan tetapi, perjalanan Kartini ke Belanda pun dibatalkan dikarenakan oleh alasan politis sehingga membuat Kartini kembali ke keluarganya dan mengorbankan keinginannya yang sudah ia tunggu sekian lama. Pada tanggal 12 November 1903, ketika Kartini memasuki umur 24 tahun, Ia menyadari bahwa umurnya sudah tidak dapat memasuki jalur beasiswa lagi sehingga usahanya pun. Ia pun menerima lamaran dari utusan Bupati Djojoadhiningrat dari Rembang melalui Bupati Sosroningrat. Kartini pun tahu bahwa kesempatan ini tidak bisa disia-siakan sehingga ia pun menerima lamaran tersebut dan menikah dengan Bupati Rembang, K.R.M Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat dengan tujuan supaya Kartini bisa meneruskan cita-citanya yaitu membangun sekolahnya khusus untuk wanita yang didampingi dan disetujui oleh suaminya yang berpendidikan tinggi serta kekuasaan yang besar. 

Baca Juga :   Sang Pendiri Kekaisaran Mughal Bernama Babur

Pada tanggal 13 September 1904, Kartini pun melahirkan seorang anak laki-laki yang bernama Soesalit Djojoadhiningrat. Beberapa hari kemudian setelah ia melahirkan anak pertamanya dan satu-satunya. Ia pun meninggal pada 17 September 1904 saat ia masih berusia 25 tahun dan dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang. Setelah Kartini meninggal dan dimakamkan, surat-suratnya pun dikumpulkan dan diterbitkan oleh J.H. Abendanon menjadi buku yang berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang yang menjadi salah satu bukti dalam bentuk perjuangan mengenai emansipasi perempuan oleh R.A Kartini. Kartini ditetapkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional oleh Presiden Soekarno pada 2 Mei 1964. Oleh karena itu, hari lahir Kartini pada 21 April diperingati sebagai Hari Kartini oleh Presiden Soekarno sampai sekarang.

Dari awal mula hidup Kartini dari masa kecilnya sampai meninggal, kita bisa meneladani salah satu sikap dari Kartini yang merupakan seorang wanita yang pantang menyerah dalam memperjuangkan emansipasi perempuan. Walaupun ada banyak halangan yang menghalangi Kartini untuk mencapai tujuan atau cita-citanya, Ia tidak pernah sekalipun menyerah dan Ia terus bangkit dari kejatuhannya hingga mencapai tujuannya sampai akhir. Sikap pantang menyerah pun menjadi tidak sia-sia. Oleh karena itu, mari kita bersama-sama mengambil contoh sikap yang dapat diteladani oleh Kartini untuk mencapai tujuan kita sampai akhir yaitu pantang menyerah.

Referensi

Edelin, F. (2016, April 21). Ini dia 10 saudara kandung dan tiri RA Kartini, kamu sudah tahu? Brilio.net. Retrieved April 25, 2024, from https://www.brilio.net/sosok/ini-dia-10-saudara-kandung-dan-tiri-ra-kartini-kamu-sudah-tahu–160421p.html

Erianto, D. (2024, April 19). Raden Ajeng Kartini. Kompaspedia. Retrieved April 25, 2024, from https://kompaspedia.kompas.id/baca/profil/tokoh/raden-ajeng-kartini

Lianovanda, D. (2024, April 19). Biografi R.A Kartini, Wanita Tangguh Pejuang Emansipasi! Brain Academy. Retrieved April 25, 2024, from https://www.brainacademy.id/blog/biografi-ra-kartini

Woodward, A. (2015, October 3). Historical Perspectives on a National Heroine: R.A. Kartini and the Politics of Memory. SIT Digital Collections. Retrieved April 25, 2024, from https://digitalcollections.sit.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=3220&context=isp_collection

Share:

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on pinterest
Pinterest
Share on linkedin
LinkedIn

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Related Posts