Nestapa  Perempuan Cile di Tangan Jenderal Pinochet

Sejak 1973 Cile berada di bawah rezim militer yang dipimpin oleh Jenderal Augusto Pinochet. Augusto Pinochet melakukan kudeta terhadap presiden sebelumnya yakni Salvador Allende (1970-1973). 

Oleh Aslama Nanda Rizal

Dalam menjalankan roda pemerintahan, Augusto Pinochet dikenal sebagai rezim yang sangat otoriter. Oleh karenanya, banyak musuh Pinochet yang ditahan bahkan sampai dibunuh. Rezim otoriter tersebut turut diperparah dengan adanya tindakan subversif yang dilakukan pemerintah seperti melarang organisasi-organisasi yang dianggap mengancam pemerintah, mulai dari melarang aktivitas organisasi buruh, mahasiswa, hingga beberapa kaum intelektual yang dianggap berseberangan dengan rezim militer tersebut. Kekejaman Pinochet berdampak bagi kehidupan masyarakatnya termasuk kalangan perempuan.

Eksploitasi perempuan Cile oleh rezim militer 

Corak pikir patriarkis sangat terasa dalam kebijakan Pinochet. Pekerja perempuan mendapat upah lebih sedikit dari pekerja laki-laki walaupun pendidikan mereka misalnya, sama (Leiva, 1987). Kekuasaan Pinochet dengan militerismenya menghapuskan seluruh peraturan yang melindungi perempuan. Para pengusaha tidak lagi diwajibkan memberi subsidi perawatan anak bagi pekerja perempuan. Bahkan pengusaha diberikan hak oleh Pinochet untuk memecat pekerja perempuan yang hamil. Seluruh kondisi demikian memaksa para perempuan dari kelas buruh miskin perkotaan menjadi pedagang asongan, pengemis dan gelandangan, hingga menjadi pelacur atau bekerja di bidang prostitusi. Hal tersebut juga memaksa para perempuan miskin dari kelas buruh terutama, memikirkan strategi baru demi bertahan hidup. 

Lebih pahit lagi, saat suami mereka menganggur atau sedang tidak mendapat pekerjaan, perempuan atau para istri tersebut menjadi bertukar posisi dengan suaminya sebagai pencari nafkah. Jacobo Timerman dalam karyanya, Chile: Death in the South, menuliskan salah satu kisah perempuan Chili yang menjadi korban kebiadaban militer rezim Pinochet. Timerman menuliskan testimoni dari Patricia Pena Diaz, salah seorang korban. Testimoni tersebut dipresentasikan oleh Amnesti Internasional, London. Patricia masih berstatus pelajar dan berusia 18 tahun saat itu. 

Ia diperkosa oleh aparat atau militer rezim Pinochet. Hasilnya, Patricia hamil akibat dari pemerkosaan tersebut. Ia menggugurkan kandungannya setelah dua bulan kehamilan (Timerman, 1987). Patricia, hanyalah satu dari sekian banyak perempuan yang diperkosa oleh militer rezim Pinochet. Timerman juga menulis bahwa beberapa saat setelah mengkudeta Allende, pasukan rezim Pinochet menembak mati banyak laki-laki, terutama yang mendukung Allende. Pasukan tersebut bahkan mengancam para perempuan yang menjadi istri korban tewas tersebut. 

Ancaman nyata diberikan agar mereka (perempuan yang ditinggal mati suaminya), tidak bicara atau menceritakan hal tersebut kepada siapapun. Jika melakukannya, anak-anak mereka akan dibunuh (Timerman, 1987). Para perempuan Cile yang menjadi korban tersebut terutama di wilayah Calama, beberapa ribu mil dari Santiago, meneruskan hidup mereka dengan diam. Penembakan mati suami mereka juga banyak dilakukan dengan tersembunyi sehingga para istri tersebut tidak benar-benar tahu apa yang sesungguhnya terjadi. 

Para istri yang juga para ibu tersebut secara sederhana menyabarkan anak-anak mereka dengan berkata bahwa ayah mereka (anak-anak korban) hilang dalam tugas kerjanya. Menurut Timerman, kejadian yang menimpa para perempuan (istri sekaligus ibu) korban kebiadaban militer rezim Pinochet tersebut menjadi benar-benar melegitimasi Pinochet sebagai diktator. Mereka (para istri sekaligus ibu) hanya bisa pasrah dan tidak tahu harus mengadukan nasibnya kemana.  Mereka rajin ke Gereja untuk berdoa atas nasibnya itu, serta bersyukur pada tuhan bahwa anak-anak mereka masih hidup. Kaum perempuan Cile telah mengorbankan perasaan dan luka hatinya ditinggal suami demi anak-anak mereka agar selamat. Nestapa itu terus berlangsung hingga mengalami trauma dan depresi berat (Timerman, 1987).

Baca Juga :   Pengaruh Revolusi Industri 1750-1850 Terhadap Kemajuan Inggris

Aparat rezim Pinochet yang melakukan kekerasan dan pemerkosaan terhadap perempuan Cile tidak hanya militer atau angkatan darat melainkan juga polisi. Polisi nasional Cile atau Carabineros. Timerman juga mengabadikan salah satu kisah pemerkosaan yang dilakukan polisi terhadap remaja perempuan, salah satunya Monica. Carabineros yang seharusnya melindungi rakyat Cile, justru melakukan kekerasan dan pemerkosaan. Timerman menuliskan testimoni dari Monica, pelajar perempuan yang menjadi korban pemerkosaan polisi saat berusia 18 tahun. Monica bercerita bahwa ia mengalami masalah atau gangguan psikologis akibat tragedi yang menimpanya. Testimoni tersebut ia berikan kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Cile dipublikasikan dalam majalah Analisis, Santiago, November 1985 (Timerman, 1987).

Feminisme dalam rezim Pinochet

Selama masa kediktatoran rezim Pinochet, para feminis ‘kiri’ bergabung untuk menghadapi pelanggaran hak asasi manusia dan kebijakan neoliberal. Dari pusat baru ini, mereka mulai menghasilkan pengetahuan dan meletakkan dasar-dasar gerakan feminis baru yang bertahan hingga hari ini. Setelah tiga dekade mundur, gerakan feminis kembali pada akhir 1970-an, dipicu oleh konteks politik diktator yang berlaku sejak 1973. Pemulihan demokrasi adalah tujuan aksi bersama organisasi-organisasi wanita. Lagi-lagi, fenomena itu menanggapi permintaan politik dan inisiatif kaum perempuan kiri.

Awal dari pergerakan ini berawal dari awal rezim militer dengan pembentukan kelompok-kelompok yang didedikasikan untuk membela hak asasi manusia atau melawan krisis subsisten yang mempertajam reformasi neoliberal pemerintah. Pada tahun 1980, kolektivitas bertambah banyak dan beragam. Melalui koordinator seperti MEMCH 83, mereka mengorganisasi untuk mengartikulasikan mobilisasi feminis yang ditampilkan dalam konferensi, aksi massa, persiapan manifesto dan permintaan kepada pemerintah dan aliansi oposisi, serta dalam protes, yang  mana mereka diintegrasikan sebagai kekuatan otonom dalam mobilisasi sosial melawan kediktatoran.

Feminisme meresap ke dalam organisasi meskipun banyak dari mereka yang tidak merenungkan posisi ini pada asalnya. Karakter feminis sedang menetap dengan memasukkan dalam diskusi refleksi tentang identitas perempuan, mempertanyakan peran gender tradisional dan kritik terhadap status perempuan yang tidak setara dalam masyarakat Cili. Proses yang diakui sebagai kesadaran dan dirangsang oleh pengaruh gerakan perempuan internasional dan oleh organisasi-organisasi yang menganalisis subordinasi perempuan dari ilmu sosial dan perspektif gender . 

Keutamaan lembaga-lembaga ini di antaranya Lingkaran Studi Wanita yang menonjol adalah untuk memperkuat legitimasi gerakan melalui pengetahuan. Misalnya, sampai saat itu tidak ada investigasi yang membangun sejarah perempuan di negara itu yang menyelamatkan kontribusinya bagi ekonomi atau perjuangan yang dilakukan untuk mencapai hak pilih. Kerja intelektual dan aktivisme menyebabkan gerakan feminis begitu disebut mobilisasi, mengambil posisi sendiri dalam perjuangan untuk kembali ke demokrasi. Ini menjawab tuntutan khusus perempuan yang bertujuan untuk mengakhiri diskriminasi gender. 

Demikian juga, ia mencela otoritarianisme di dunia pribadi, kenyataan yang menghasilkan slogan “Demokrasi di negara dan di rumah”, ikon gerakan tersebut. Gelombang feminis kedua mempertahankan kesatuannya selama kediktatoran meskipun ada konflik internal, biasanya merujuk pada strategi yang harus diikuti. Perbedaan antara “feminis” dan “politik” adalah yang paling kontroversial dan meningkat pada tahap terakhir rezim militer. Pembagian ini akan menonjolkan penurunan yang diderita oleh gerakan ketika demokrasi dipulihkan. Namun, dari gerakan ini muncul beberapa lembaga yang fokusnya adalah perjuangan untuk kesetaraan gender dan bekerja dengan perempuan, menjadi salah satu yang paling relevan di Institut Perempuan.

Kelompok politik dari kaum perempuan yang menentang Pinochet masih bisa bernafas walaupun terengah-engah, serta secara sembunyi maupun terang-terangan mereka semua melawan Pinochet. Semua yang terjadi di Cile terutama kepada perempuan di era Pinochet menjadi renungan bagi kita. Perempuan harus bangkit dari keterpurukan apapun kondisi dan rezim yang mengekang dan menindasnya. Perempuan Indonesia harus belajar dari perempuan Cile yang berwatak “kepala batu” dan pantang ditindas. Bahkan pada 2011 lalu, gerakan mahasiswa Cile bergerak memperjuangkan pendidikan gratis, dipimpin oleh mahasiswa dan aktivis perempuan bernama Camila Vallejo.

Baca Juga :   Belajar untuk Pantang Menyerah seperti R.A Kartini

Referensi

Timerman, Jacob. (1987). Chile: Death in the South, (translated from the Spanish by Robert Cox), Random House. New York.

Churchryk, Patricia. (1983). Mengacu pada karya  Julieta Kirkwood, “Feminismo y Participation Politica en Chile’, dalam Eduardo Ortiz (editor). “Temas Socialistas”. Vector Centro do Estudios Economicos y Sociales. Santiago.

Leiva, Alicia (1987). Las Deigualdades en el Trabajo de Hombres y Mujeres, dalam Coyuntura Economica 14. Chile.

Share:

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on pinterest
Pinterest
Share on linkedin
LinkedIn

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Related Posts