Tradisi Upacara Panjang Jimat Sebagai Puncak Perayaan  Maulid Nabi di Keraton Kasepuhan Cirebon

Cirebon merupakan salah satu kota di Provinsi Jawa Barat yang menyajikan banyak destinasi wisata serta dijuluki sebagai The Gate Secret karena memiliki wisata sejarah kerajaan Islam, Makam Sunan Gunung Jati, Masjid Agung Sang Cipta Rasa, dan kawasan keraton. Dengan ini, Kota Cirebon memang terkenal dengan adanya keberadaan ketiga keraton yang menjadi destinasi utama saat berkunjung. Keberadaan ketiga keraton, yaitu Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman, dan Keraton Kacirebonan sendiri berpotensi dan bisa dimanfaatkan sebagai wisata budaya dan sejarah serta dianggap menjadi monumen ensiklopedia sejarah. 

Oleh Elda Febiyani

Keraton memiliki pesona budaya tersendiri, diantaranya seni tari, arsitektur, upacara adat, dsb. Berdasarkan kondisi lapangan, ketiga keraton terawat dengan baik dan dijadikan daya tarik wisata budaya yang bisa dinikmati oleh wisatawan sehingga hasil observasi dan dokumentasi lapangan menunjukkan adanya peninggalan sejarah dan budaya keraton-keraton Cirebon yang masih bertahan hingga saat ini. Peninggalan kebudayaan keraton yang ditemukan yaitu, tarian (Tari Topeng, Tari Sintren), upacara adat (Panjang Jimat, Grebeg Syawal), kuliner (Nasi Bogana), dan arsitektur bangunan. Pembagian ketiga keraton dilakukan sejak Pangeran Girilaya meninggal tahun 1667 dan hingga saat ini ketiga keraton masih menunjukkan eksistensinya melalui keberadaan bangunan keraton, maupun keluarga keraton serta semua aktivitasnya. 

Keraton Kasepuhan yang didirikan pada tahun 1529 digunakan sebagai tempat tinggal sultan dan keluarganya, sebagai pusat pemerintahan, serta sebagai pusat adat tradisi kebudayaan. Keraton Kasepuhan merupakan keraton terbesar dibanding kedua keraton lainnya. Komplek yang dimiliki Keraton Kasepuhan menghadap ke utara dan dikelilingi oleh kuta kosod (susunan bata merah) ini memiliki keunikan yang terkenal, yaitu bangunan hasil perpaduan antara kebudayaan Islam dengan Hindu-Buddha. Selain itu, terdapat beberapa bangunan di dalam komplek keraton, seperti Masjid Agung Cipta Rasa, Siti Inggil, alun-alun, dsb.

Di samping keindahan dan gaya arsitektur bangunan keraton yang menarik, keunikan keraton lain tercermin dari adat istiadat dan tradisi keraton yang masih dipegang teguh dan dijunjung tinggi sebagai bagian dari kewajiban dan upaya melestarikan budaya bangsa. Salah satu tradisi yang cukup terkenal dari Keraton Kasepuhan adalah Tradisi Mauludan yang diadakan setiap tanggal 12 Rabiul Awal untuk memperingati kelahiran Nabi Besar Muhammad SAW. Dalam Tradisi Muludan terdapat ritual Upacara Panjang Jimat yakni urut-urutan prosesi peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW yang disimbolkan dengan benda-benda tertentu yang kaya akan makna. 

Tujuan intinya ialah agar umat Islam selalu meneladan Nabi Muhammad saw. Pengaruh khalifah itu kemudian menyebar ke seluruh dunia, termasuk Cirebon. Pada abad ke-15, Pangeran Cakrabuana (Walangsungsang) mengadopsi perayaan Maulid dengan disesuaikan dengan adat setempat. Hal tersebut juga masih terdapat di daerah-daerah lain, seperti di Yogyakarta dan Solo juga memiliki upacara peringatan Maulid Nabi Muhammad yang dikenal dengan istilah tradisi upacara “sekaten” yang ritualnya hampir serupa dengan tradisi upacara Panjang Jimat. Berbagai persiapan dilakukan dari keluarga, abdi dalem keraton maupun dari masyarakat sekitar yang ingin ikut terlibat dalam perayaan tersebut. 

Keluarga keraton bersiap-siap membersihkan segala peralatan yang akan dipakai untuk upacara Panjang Jimat atau yang biasa disebut dengan ritual ngumbah jimat atau penyucian. Berikutnya, ibu-ibu keraton menyiapkan keperluan atau sarana-sarana yang akan digunakan pada puncak perayaan tersebut. Pada malam puncak perayaan para tamu undangan dipersilahkan memasuki area dalam keraton dengan memperlihatkan kartu undangan yang akan menentukan dimana posisi tempat duduk. Sedangkan bagi masyarakat yang ingin ikut menyaksikan tetapi tidak dapat masuk ke dalam keraton juga telah dipersiapkan tempat di luar keraton. 

Baca Juga :   Dinamika Sosial Keagamaan Masyarakat terhadap Kearifan Lokal di Desa Mojo, Boyolali

Upacara Panjang Jimat ini diawali dengan pembacaan sholawat nabi oleh seluruh warga keraton dari ba’da magrib hingga pukul 21.00 WIB. Ritual upacara Panjang Jimat ini dibagi ke dalam sembilan kelompok. Masing-masing kelompok memiliki tugas dan peranannya sendiri. Selain itu, tradisi upacara Panjang Jimat ini memiliki urutan-urutan tertentu yang menggambarkan prosesi kelahiran Nabi Besar Muhammad SAW yang dilambangkan melalui simbol-simbol tertentu yang sarat akan nilai-nilai dan filosofi luhur. 

Ritual Upacara Panjang Jimat dianggap penting dan merupakan puncak dari tradisi Muludan ini memiliki arti di setiap katanya. “Panjang” memiliki mkna tanpa batas seumur manusia, sedangkan “Jimat” itu sebuah singkatan dari bahasa Jawa Cirebon yaitu “Ji” atau siji yang berarti satu dan “mat” atau dirumat bermakna selalu dipelihara atau dijaga. Jadi, Panjang Jimat dapat diartikan bahwa sebagai seorang Muslim itu harus memiliki pegangan yaitu syahadat yang harus dijaga dan dipelihara. Hal ini mengandung makna bahwa sebagai seorang muslim harus selalu mengakui dan mengingat adanya Allah SWT sebagai Tuhan semesta alam dengan selalu mengikuti perintahnya dan menjauhi segala larangannya dengan cara taat beribadah. 

Tradisi upacara Panjang Jimat ini telah ada sejak zaman dahulu lebih tepatnya sejak para wali songo memimpin dan sejak berdirinya keraton yakni kurang lebih sekitar tahun 1430 M. Tradisi upacara Panjang Jimat ini terus mengalami perubahan dari masa ke masa. Perbedaannya pada zaman dahulu hanya terbatas pada kalangan intern keluarga dan kerabat sultan saja. Masyarakat biasa tidak dapat mengikuti prosesi upacara ritual Panjang Jimat tersebut. 

Saat ini ritual Panjang Jimat telah banyak mengalami perkembangan dan menyesuaikan dengan perubahan zaman. Salah satunya tanpa mengurangi kekhusyukan prosesi upacara ritual Panjang Jimat, pihak keraton bekerjasama dengan pejabat setempat menyediakan hiburan dan pasar malam di area keraton agar lebih menarik pengunjung. Tujuan lainnya ialah agar masyarakat lebih tertarik mempelajari tradisi dan budaya lokal yang ada di daerahnya dan merupakan salah satu upaya melestarikan budaya bangsa, hal lain yang menjadi nilai tambah diantaranya dapat menjadi sumber penghasilan bagi warga sekitar dan pendapatan daerah.        

Panjang jimat merupakan tradisi yang ada di Keraton Kasepuhan Cirebon, sejak masa wali songo atau sekitar abad 15. Upacara Panjang Jimat dilakukan  pada saat puncak perayaan Maulid nabi atau perayaan hari kelahiran nabi Muhammad. Upacara Panjang Jimat ini diawali dengan pembacaan sholawat nabi oleh seluruh warga keraton dari ba’da magrib hingga pukul 21.00 WIB. Saat ini, tanpa mengurangi kekhusyukan prosesi upacara ritual Panjang Jimat, pihak keraton bekerjasama dengan pejabat setempat menyediakan hiburan dan pasar malam di area keraton agar lebih menarik pengunjung. Tujuan lainnya ialah agar masyarakat lebih tertarik mempelajari tradisi dan budaya lokal.

Referensi

Ali, Abdullah. (2001). Muludan: Tradisi Bermakna. Cirebon: Percetakan Lestari Cirebon.

Dahuri, Rokhim dkk. (2004). Budaya Bahari sebuah Apresiasi di Cirebon. Jakarta: Perum Percetakan Negara RI.

Mayangsari, E., Danial, E., & Nurmalina, K. (2013). Panjang Jimat Ceremonial Tradition of Keraton Kasepuhan As a Locally Cultural Asset of Cirebon City in Preservation of National Culture. Civicus, 17(2). https://doi.org/10.17509/civicus.v14i1.2913

Moeleong, Lexy J., (2000). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya. 

Prawiraredja, Muhammad, S. (2005). Cirebon: Falsafah, Tradisi dan Adat Budaya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Sulandraningrat, P.S. (1984). Babad Tanah Sunda Babad Tanah Cirebon

Baca Juga :   Rona Sejarah dan Budaya Masyarakat Pesisir; Jejak Maritim di Lasem

Share:

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on pinterest
Pinterest
Share on linkedin
LinkedIn

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Related Posts