Sejarahnya Masuk Komunisme ke Indonesia

Sebenarnya sejumlah pemimpin Indonesia telah bersentuhan dengan sebuah partai sosialis yang berkembang di Belanda. Partai ini tertarik pada persoalan rakyat Indonesia serta menantang perluasan kekuasaan di Hindia Belanda. Partai tersebut adalah Partai Pekerja Sosial Demokrasi atau Social Democratishe Arbeider Partij (SDAP) yang didirikan di Amsterdam pada tahun 1918. SDAP di negeri Belanda berubah menjadi Partai Komunis Belanda dan menimbulkan niat yang sama di kalangan Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV). Lalu, dalam kongres ketujuh pada 23 mei 1920, terbentuklah Perserikatan Komunis di Hindia atau Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan Semaoen sebagai ketuanya. Masuknya sosialisme Marxis tidak bisa dilepaskan dari masuknya modernisasi di Hindia Belanda pada awal abad ke-20 yang sekaligus sebagai momen Kebangkitan Nasional. Sosialisme dibawa ke Indonesia oleh orang-orang Belanda beraliran sosial-demokrat. Sneevliet, Baars, Bergsma, Branstender, Dekker dan C. Hartogh adalah nama-nama Belanda yang pertama-tama membawa sosialisme—yang  didasari ajaran Marx dan Engels—ke Indonesia.

Oleh Muhammad Ridwan Tri Wibowo

Henk Sneevliet dan H.M. Dekker bersama dengan Brandsteder mendirikan ISDV pada bulan Mei 1914. ISDV merupakan partai pertama di Hindia Belanda yang berlandaskan Marxisme. Kelak ISDV akan memainkan peran penting dalam memengaruhi organisasi-organisasi pribumi yang telah berdiri dalam memengaruhi organisasi-organisasi pribumi yang telah berdiri sebelumnya, serta para aktivis pergerakan untuk beralih menjadi lebih condong kepada sosialisme revolusioner. 

Sebelum mendirikan ISDV, Sneevliet yang datang ke Jawa pada 1913 bekerja sebagai pimpinan redaksi harian Soerabajasch Handelshlad selama 2 bulan. Kemudian ia menjabat sebagai sekretaris Semarangse Handelsvereniging (Kamar Dagang Semarang). Ia juga bergabung dengan Vereriging van Spoor-en Tramwegpersonnel (VSTP) atau perhimpunan Buruh Kereta Api dan Trem yang merupakan organisasi buruh terbesar pertama di Indonesia yang menjadi radikal. Melalui majalah Het Vrie Woord, paham sosialisme mulai disebarkan. Namun ternyata orang-orang Indonesia menganggap itu sebagai organisasi bangsa asing.

Ada keinginan untuk menyebarkan ide-ide sosial-demokrat ke lingkungan kaum pergerakan rakyat. Akan tetapi, penyebaran ide-ide sosial demokrat dan praktik politik mereka—kemudian dikenal sebagai sosialisme revolusioner—tetap terbatas dan tidak menimbulkan dampak yang luas. Ada dua hal yang keliatannya menjadi penyebab keterbatasan dan kegagalan. Pertama, meskipun Sneevliet maupun Baars siap untuk mengadopsi hal-hal yang sedang berlangsung dan berlalu dalam dunia pergerakan, tetapi mereka tidak dapat sepenuhnya diterima. Dunia pergerakan meliputi dunia ksatria dan pelajar berlatar belakang Jawa. Kedua, adanya kesulitan untuk mengekspresikan dan menyampaikan ide-ide sosialisme revolusioner, serta menjelaskan atau memberikan pendapat mengenai paham sosialis kepada kaum pergerakan rakyat; tetapi tidak ada keterbatasan seperti Semaoen. Namun, ada satu hal yang sempat menahan Semaoen untuk sepenuhnya diterima ke dalam pergerakan; dia bukan keturunan priyayi maupun orang Belanda. 

ISDV pun menyelenggarakan kongresnya yang pertama pada tahun 1915. Pada waktu itu, jelas tampak dua aliran revolusioner. Pertama, di bawah pimpinan Schoutman. Scoutman berpendapat bahwa sosialisme belum saatnya disebar di kalangan perkumpulan-perkumpulan di Indonesia. Kalau disebarkan sekarang, malah akan menimbulkan pemberontakan karena mereka belum matang. Sekarang sosialisme hanya disebarkan ke tengah-tengah study club saja; tapi Sneevliet menentang pendapat ini. Ia bertanya kepada Semaoen di kongres. Semeon adalah satu-satunya orang  Indonesia  yang menjawab bahwa orang Indonesia sudah sadar karena mereka membayar pajak. Mereka selalu bertanya “untuk apa membayar pajak?” dan pertanyaan berbau sosialisme lainnya ke tengah-tengah orang Indonesia. Apabila Indonesia sudah memberontak, itu tanda “kami sudah marah” karena itu, sidang kongres gempar. Sebagian anggota kongres dari Belanda tidak menyokong Sneevliet: mereka keluar satu persatu. 

Baca Juga :   Perkembangan Historiografi Islam Indonesia

Pada tahun 1917, revolusi Rusia berhasil menggulingkan kekuasaan Tsar setelah diawali demonstrasi besar-besaran kaum perempuan dan buruh yang kelaparan. Di tahun itu juga, Sneevliet terjerat kasus persdelict karena menuliskan berita kemenangan ini di koran De Indie. Berita kemenangan ini antara lain:

”Rakyat Rusia mendapatkan kemenangannya hanya dengan perjuangan-perjuangan terus-menerus menentang pemerintahan yang buas dan menyesatkan. Juga di negeri Rusia sarekat-sarekat kaum buruh dipimpin oleh pemerintah. Pekerjaan untuk mencapai kemerdekaan ialah pekerjaannya yang berat. Pekerjaan ini tidak bisa dikerjakan dengan setengah-setengah, penuh ketakutan, atau ragu-ragu dan tidak pasti. Pekerjaan ini menuntut seluruh jiwa, keberanian, keberanian merupakan utama. Apakah suara kegembiraan karena kemenangan itu juga masuk ke dalam hati kita? Apalah usaha-usaha menanam benih propaganda untuk politik radikal dan politik ekonomi rakyat Indonesia telah ditingkatkan? Dan tetap bekerja seperti itu tanpa henti-hentinya, meskipun beberapa benih jatuh di atas batu-batu dan tumbuh hanya sedikit saja? Dan terus bekerja melawan segala usaha penindasan untuk gerakan kemerdekaan ini? Maka tidak bisa lain rakyat tanah Jawa, seluruh Hindia akan mendapatkan apa yang telah diperoleh rakyat Rusia: kemenangan.”

Artikel ini kemudian mengakibatkan Sneevliet diseret ke pengadilan karena tuduhan menghasut rakyat Jawa serta menuduh pemerintah berbuat sewenang-wenang. Pidato pembelaannya pada pengadilan yang dilaksanakan bulan November 1917 setebal 366 halaman, kelak menjadi sumber dari mana banyak pemimpin-pemimpin pergerakan mulai mempelajari ajaran-ajaran sosialisme Marxis. Pembelaan itu sendiri antara lain merujuk beberapa literatur penting seperti Manifesto of The Communist Party, Das Capital, serta rujukan-rujukan dari beberapa pengarang Marxis lainnya seperti Karl Kautsky. 

Proses persidangannya pun banyak dikunjungi oleh para aktivis pergerakan, selain diliput surat kabar secara luas. Persidangan tersebut, tampaknya telah berhasil dijadikan sebagai corong propaganda untuk pendidikan politik. Ajaran Marxisme semakin meluas, meskipun kemudian Sneevliet sendiri dibuang oleh pemerintah Hindia Belanda. 

Sneevliet Melebarkan Sayap Sosialisme dengan Bergabung Komintern

Dari pembuangan, pada tahun 1920 Sneevliet menganjurkan agar ISDV menjadi anggota Komintern. Syaratnya, antara lain memakai secara terang-terangan nama partai komunis dan menyebut nama negara. Pada tanggal 23 Mei 1920, lahirlah Perserikatan di Hindia Belanda, dengan  Semaoen sebagai ketua dan Darsono sebagai Wakil.

Pendirian PKI ini akhirnya semakin mengindonesiakan marxisme dan sosialisme. Surat-surat kabar dan majalah revolusioner yang kadang menulis secara hantam kromo pun bermunculan seperti Soeara Rakyat, Api, Proletar, Njala, Djanget, Djago-Djago, Pemandangan Islam, Doenia-Achirat, Soera Tambang, Sasaran Rakyat, Petir, Torpedo, Panas, dan sebagainya..

Selain itu, menyebar pula buku-buku dan brosur-brosur Marxisme. Selain yang ditulis di luar negeri seperti tulisan Karl Marx dan Friedrich Engels, ada juga pemikir-pemikir marxis pribumi. Salah satunya yang menonjol adalah Tan Malaka dengan beberapa buku yang ditulisnya Menuju Republik Indonesia. Semuanya ditulis serta diterbitkan di luar negeri karena Tan Malaka sendiri bertahun-tahun menjadi buronan politik Hindia Belanda.

Sneevliet mengangkat dirinya sendiri menjadi wakil Indonesia di kongres Komintern kedua pada tahun 1920 dan membentuk hubungan dengan PKI lewat Shanghai. Dharsono mewakili Indonesia dalam kongres Komintern ketiga di Moskow pada tahun 1921. Tan Malaka mewakili Indonesia dalam kongres Komintern keempat pada tahun berikutnya dan memainkan peran aktif dalam membuat kerangka kebijakan Komintern.

Pada bulan Agustus 1923, Semaoen ditawan dan dipaksakan untuk memilih meninggalkan negeri itu atau dipenjarakan di Toor. Menjelang akhir tahun, semua pimpinan Belanda yang ada di partai itu juga dipaksa pergi. Menurut Semaoen, justru karena sudah ada kecurigaan terhadap orang Belanda bahkan terhadap mereka yang menunjukan sikap menentang kekuasaan kolonialisme. Perginya pimpinan Belanda dari partai itu meningkatkan gengsi partai itu di mata khalayak ramai.

Baca Juga :   Perkembangan Perniagaan Bahan Rempah di Pulau Maluku

Program Pembentukan Republik Soviet Indonesia

Golongan komunis yang telah merembet masuk ke dalam banyak cabang memutuskan mendirikan Sarekat Islam (SI) “merah” untuk bersaing dengan pimpinan pusat yang lama. Sarekat Islam (SI) “merah”  di bawah pimpinan Tjokroaminoto, dibentuk dengan tujuan menguasai cabang-cabang SI pada kongres yang dilaksanakan 25 Desember 1921 di Semarang. Perebutan kekuasaan dan makin kuatnya pengaruh dalam cabang-cabang SI setempat membuat para pemimpinnya berusaha memperluas disiplin partai ke dalam semua cabang organisasi tersebut pada Februari 1923.

Golongan komunis memutuskan untuk membantu seksi-seksi Sarekat Islam (SI) “merah” di salah satu cabang sebagai pembalasan pada kongres yang diadakan bulan Maret dan berusaha menarik anggota-anggota cabang tersebut. Unit-unit yang dikuasai komunis ini sekarang berganti nama menjadi Sarekat Rakyat (SR) dan diakui sebagai dasar partai komunis dalam masyarakat.

Kongres Komintern kelima pada tahun 1924 menekankan bahwa prioritas utama tujuan partai-partai komunis adalah menguasai persatuan dagang. Sehubung dengan itu, pada rapat bulan Desember 1924, Ali Rachman (Sekertaris PKI) mengajukan agar Sarekat Rakyat bubar dan diganti dengan persatuan dagang PKI. Ia berpendapat bahwa Sarekat Rakyat terdiri dari begitu banyak nasionalis borjuis yang tidak dapat diikutsertakan pada saat terjadi tindak kekerasan. Pendapat ini diserang keras namun tercapai suatu penyelesaian yang kompromi. Pembubaran Sarekat Rakyat pada prinsipnya dapat diterima, tetapi proses pembubarannya harus dilaksanakan bertahap agar tidak memperlemah PKI. Sambil melepas Sarekat Rakyat, komunis memusatkan kekuatan-kekuatan pada pergerakan persatuan dagang. Di samping itu, ada persetujuan agar kader-kader PKI harus disiplin dan ditingkatkan mutunya sehingga mampu mengadakan aksi revolusioner secara efektif. Akhirnya, program yang digariskan menuntut pembentukan Republik Soviet Indonesia.

Referensi

Abdulgani, Roeslan. Sosialisme Indonesia. Jakarta: Yayasan Prapanca

Gie, Sok Hok. Di bawah Lentera Merah: Riwayat Sarekat Islam Semarang 1917-1920. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.

Kahin, G. McTurnain. Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia. Depok: Komunitas Bambu.

Kasenda, Peter. Sukarno, Marxisme & Leninisme: Akar Pemikiran Kiri & Revolusi Indonesia. Depok: Komunitas Bambu.

Kurniawan, Eka. Pramoedya Ananta Toer dan Realisme Sosialis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Soewarsono. Berbareng Bergerak Sepenggal Riwayat dan Pemikiran Semaoen. Yogyakarta: Penerbit Lkis. .

Identitas Diri

Muhammad Ridwan Tri Wibowo, mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Negeri Jakarta angkatan 2022. 

Share:

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on pinterest
Pinterest
Share on linkedin
LinkedIn

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Related Posts