Sejarah Masuknya Islam ke Eropa

Dalam sejarah ilmu pengetahuan dan peradaban Islam, tanah Spanyol lebih banyak dikenal dengan nama Andalusia, yang diambil dari sebutan tanah Semenanjung Liberia. Julukan Andalusia ini berasal dari kata Vandalusia, yang artinya negeri bangsa Vandal, karena bagian selatan semenanjung ini pernah dikuasai oleh Bangsa Vandal sebelum mereka dikalahkan oleh Bangsa Gothia Barat pada abad V. Daerah ini dikuasai oleh Islam setelah penguasa Bani Umayah merebut tanah semenanjung ini dari bangsa Gothi Barat pada masa Khalifah Al Walid ibn Abdul Malik.   Islam masuk ke Spanyol (Cordoba)  pada  tahun  93  H  (711  M) melalui  jalur  Afrika  Utara  dibawah  pimpinan  Thariq  bin  Ziyad yang memimpin angkatan perang Islam untuk membuka Andalusia. 

Oleh Adam Kartiko

Sebelum penaklukan Spanyol, umat Islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai salah satu provinsi dari Dinasti Bani Umayah. Penguasaan sepenuhnya atas Afrika Utara itu terjadi di  zaman  Khalifah  Abdul  Malik  (685-705  M). Khalifah Abdul Malik  mengangkat  Hasan  ibn Nu’man al-Ghassani menjadi gubernur di daerah itu. Pada masa Khalifah Al-Walid, Hasan ibn Nu’man sudah  digantikan  oleh  Musa  ibn  Nushair.  Di  zaman  Al-Walid,  Musa  ibn  Nushair  memperluas wilayah  kekuasaannya  dengan  menduduki  Aljazair  dan  Maroko.  Penaklukan  atas  wilayah  Afrika Utara jika dihitung pertama kali dikalahkan sampai menjadi salah satu provinsi kekhalifahan Bani Umayah memakan waktu selama 53 tahun, yakni semenjak tahun 30 H (masa pemerintahan Muawiyah ibn Abi Sufyan) sampai tahun 83 H (masa al-Walid).  Sebelum  ditaklukkan dan dikuasai oleh Islam, kawasan  ini  terdapat  kantong-kantong  yang  menjadi  basis  kekuasaan  Kerajaan  Romawi,  yaitu Kerajaan Gotik Barat.

Dalam proses penaklukan Spanyol terdapat tiga pahlawan Islam yang dapat dikatakan paling berjasa memimpin satuan-satuan pasukan ke sana. Mereka adalah Tharif ibn Malik, Thariq ibn Ziyad, dan Musa ibn Nushair. Tharif  ibn Malik dapat disebut sebagai perintis dan penyelidik. Ia menyeberangi selat yang berada di antara Maroko dan benua Eropa dengan satu pasukan perang yang berjumlah lima ratus orang, di antaranya ada pasukan tentara berkuda, mereka menaiki empat buah kapal yang disediakan oleh Julian. Ia menang  dan  kembali  ke  Afrika  Utara  membawa  harta  rampasan  yang  banyak  jumlahnya. Didorong  oleh  keberhasilan  Tharif  ibn  Malik  dan  kemelut  yang  terjadi  dalam  tubuh  kerajaan Gotik Barat  yang  berkuasa  di  Spanyol  pada masa itu,  serta  dorongan  yang  besar untuk  memperoleh harta  rampasan  perang,  Musa  ibn  Nushair  pada  tahun  711  M  mengirim  pasukan  ke  Spanyol sebanyak 7000 orang di bawah komando Thariq ibn Ziyad. 

Thariq ibn Ziyad lebih banyak dikenal sebagai penakluk Spanyol karena pasukannya lebih besar dan hasilnya lebih nyata. Pasukan Thariq ibn Ziyad terdiri dari sebagian besar  suku Barbar yang didukung oleh  Musa  ibn  Nushair  dan  sebagian  lagi  orang  Arab  yang  dikirim  Khalifah  al-Walid. Pasukan itu kemudian menyeberangi selat di bawah pimpinan Thariq ibn Ziyad.   Sebuah gunung tempat pertama kali Thariq dan pasukannya mendarat dan menyiapkan pasukannya, dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq). Dengan dikuasainya daerah ini, maka terbukalah pintu secara luas untuk memasuki Spanyol.

  Dalam  pertempuran  di Bakkah,  Raja Roderick dapat dikalahkan. Dari situ Thariq dan pasukannya menaklukkan kota-kota penting seperti Cordova, Granada dan Toledo (Ibu kota kerajaan Goth saat itu).  Sebelum  menaklukkan  kota  Toledo,  Thariq  meminta  tambahan  pasukan  kepada Musa  ibn  Nushair  di  Afrika  Utara.  Lalu  dikirimlah 5000 personil, sehingga jumlah  pasukan  Thariq 12.000 orang. Jumlah ini tidak sebanding dengan pasukan Gotik yang berjumlah 25.000 orang. 

Baca Juga :   Eksistensi Dukun di Hindia Belanda: Persaingan dan Praktiknya

Kemenangan pertama yang dicapai oleh Thariq ibn Ziyad membuka jalan untuk penaklukan wilayah yang lebih luas lagi. Musa bin Nushair pun melibatkan  diri  untuk  membantu  perjuangan Thariq. Selanjutnya, keduanya berhasil menguasai seluruh kota penting di Spanyol, termasuk bagian utaranya mulai dari Saragosa sampai Navarre. 

Gelombang perluasan wilayah berikutnya muncul pada masa pemerintahan  Khalifah  Umar ibn Abdil Aziz tahun 99 H/717 M, dengan fokus untuk menguasai daerah sekitar pegunungan Pyrenia dan  Prancis  Selatan.  Gelombang  kedua  terbesar  dari  penyerbuan   kaum  Muslimin  yang  geraknya dimulai pada permulaan abad ke-8  M  ini, telah menjangkau seluruh Spanyol dan melebar jauh ke Prancis Tengah dan bagian-bagian penting dari Italia. 

Kemenangan-kemenangan yang dicapai umat Islam nampak begitu mudah.  Hal  itu  tidak dapat dipisahkan dari adanya faktor eksternal dan internal. Faktor eksternalnya adalah suatu kondisi yang terdapat di dalam negeri Spanyol sendiri. Pada masa penaklukan Spanyol oleh  orang-orang  Islam,  kondisi  sosial,  politik,  dan  ekonomi  negeri  ini  berada  dalam  keadaan menyedihkan.  Secara  politik,  wilayah  Spanyol  terbagi  ke  dalam  beberapa negeri kecil. Bersama dengan itu, penguasa Gotik bersikap tidak toleran terhadap aliran agama yang  dianut  oleh  penguasa,  yaitu aliran Monofisit,  apalagi  terhadap  penganut  agama  lain, Yahudi. 

Penganut  agama Yahudi yang merupakan bagian terbesar dari penduduk Spanyol dipaksa dibaptis menurut agama Kristen. Yang tidak bersedia disiksa dan dibunuh secara brutal. Rakyat dibagi-bagi ke dalam  sistem  kelas, sehingga,  keadaannya  diliputi oleh  kemelaratan, ketertindasan,  dan  ketiadaan persamaan hak. Di dalam situasi seperti itu, kaum tertindas menanti kedatangan juru pembebas dan juru  pembebasnya  mereka  temukan  dari  orang  Islam.  Berkenaan  dengan  itu,  Ameer  Ali,  seperti dikutip oleh Imamuddin mengatakan, ketika Afrika (timur dan barat) menikmati kenyamanan dalam segi  material,  kebersamaan,  keadilan,  dan  kesejahteraan  tetangganya  di  jazirah  Spanyol  berada dalam  keadaan  menyedihkan  di  bawah  kekuasaan  tangan  besi  penguasa  Visighotic. 

 Di  sisi  lain, kerajaan  berada  dalam  kemelut  yang  membawa  akibat   pada  penderitaan  masyarakat.  Akibat perlakuan  yang  keji,  koloni-koloni  Yahudi  yang  penting  menjadi  tempat-tempat  perlawanan  dan pemberontakan.  Perpecahan  dalam  negeri  Spanyol  ini  banyak  membantu  keberhasilan  campur tangan Islam di tahun 711 M. Perpecahan  itu amat banyak coraknya dan sudah ada jauh sebelum kerajaan Gothic berdiri. 

Perpecahan  politik  memperburuk  keadaan  ekonomi  masyarakat.  Ketika  Islam  masuk  ke Spanyol, ekonomi masyarakat dalam keadaan lumpuh. Padahal, sewaktu Spanyol berada di bawah pemerintahan   Romawi,   berkat   kesuburan   tanahnya,   pertanian   maju   pesat.   Demikian   juga pertambangan, industri, dan perdagangan karena didukung oleh sarana transportasi yang baik. Namun,  setelah  Spanyol  berada  di  bawah  kekuasaan  kerajaan  Gotik,  perekonomian  lumpuh  dan kesejahteraan  masyarakat  menurun.  Ribuan hektar  tanah  dibiarkan  terlantar  tanpa  digarap,  beberapa pabrik  ditutup,  dan  antara  satu  daerah  dengan  daerah  lain  sulit  dilalui  akibat  jalan-jalan  tidak mendapat perawatan. 

 Buruknya  kondisi  sosial,  ekonomi,  dan  keagamaan  tersebut  utamanya disebabkan  oleh keadaan  politik  yang  kacau.  Kondisi  terburuk  terjadi pada  masa  pemerintahan Raja  Roderick,  Raja Goth  terakhir  yang  dikalahkan  Islam.  Awal  kehancuran  kerajaan  Gotik  adalah  ketika  Raja  Roderick memindahkan  ibu  kota  negaranya  dari  Seville  ke  Toledo,  sementara Witiza,  yang  saat  itu  menjadi penguasa  atas  wilayah  Toledo,  diberhentikan  begitu  saja.  Keadaan  ini  memancing  amarah  dari Oppas dan Achila, kakak dan anak Witiza. Keduanya kemudian bangkit menghimpun kekuatan untuk menjatuhkan  Roderick.  Mereka  pergi  ke  Afrika  Utara  dan  bergabung  dengan  kaum  Muslimin. 

Baca Juga :   Semarang : Sejarah Salah Satu Kota Kolonial di Jawa Tengah

Sementara  itu,  terjadi  pula  konflik  antara  Roderick  dengan  Ratu  Julian,  mantan  penguasa  wilayah Septah. Julian juga bergabung dengan kaum Muslimin di Afrika Utara dan mendukung usaha umat Islam untuk  menguasai  Spanyol.  Julian  bahkan  memberikan  pinjaman  empat  buah  kapal  yang dipakai oleh Tharif, Tariq, dan Musa.  Hal  menguntungkan  tentara  Islam  lainnya  adalah  tentara  Roderick  yang  terdiri  dari  para budak yang tertindas tidak lagi mempunyai semangat perang. Selain itu, orang Yahudi yang selama ini   tertekan   juga   mengadakan   persekutuan   dan   memberikan   bantuan   bagi   perjuangan   kaum Muslimin.  

Adapun yang dimaksud dengan faktor internal adalah suatu kondisi yang terdapat dalam tubuh  penguasa,  tokoh-tokoh  pejuang,  dan  para  prajurit  Islam  yang  terlibat  dalam  penaklukan wilayah Spanyol pada khususnya. Para pemimpin adalah tokoh-tokoh yang kuat, tentaranya kompak, bersatu,  dan  penuh  percaya  diri.  Mereka  pun  cakap,  berani,  dan  tabah  dalam  menghadapi  setiap persoalan. Tak kalah pentingnya, ajaran Islam yang ditunjukkan para tentara Islam, yaitu toleransi,  persaudaraan,  dan  tolong  menolong.  Sikap  toleransi  agama  dan  persaudaraan  yang terdapat dalam pribadi kaum Muslimin itu menyebabkan penduduk Spanyol menyambut kehadiran Islam di sana. 

Referensi

As-Siba‟i Mustafa, Peradaban Islam Dulu, Kini dan Esok. Gema Insani Press, Jakarta : 1993 

Yatim Badri, Sejarah Peradaban Islam, PT: Gravindo Persada : 2003 

Majid Mun‟im Abdul, Sejarah Kebudayaan Islam, Pustaka : 1997 

Sunanto Musyrifah, Sejarah Islam Klasik, Jakarta Timur, Penada Media: 2003 

Suwito, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, Jakarta, Kencana. 2005 

Philip K. Hitti, History of the Arab, London, Macmillan Press, 1970 

Thomas W. Arnold, Sejarah Da’wah Islam, Jakarta: Wijaya, 1983 

Share:

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on pinterest
Pinterest
Share on linkedin
LinkedIn

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Related Posts