Sejarah dan Pemikiran Sosialisme Partai Nazi Jerman

Nazi Jerman sebagai sebuah partai sudah tidak asing lagi di telinga para pecinta sejarah, khususnya sejarah perang dunia II. Partai yang sempat berkuasa di Jerman ini, dalam panggung sejarah bagaimanapun telah memainkan peran yang sangat besar. Meski peran yang dimainkannya mengarahkan kepada cara-cara yang dikenal dengan kekerasannya. Sebagai sebuah partai, Nazi tentu memiliki sejarah dan ideologi dalam peran-perannya menguasai Jerman. 

Oleh Dimas Sigit Cahyokusumo

Selama ini banyak dari kita belum mengetahui bagaimana sejarah berdirinya partai dan ideologinya yang membuat partai ini bisa menjadi besar pada eranya. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui bagaimana sejarah berdirinya dan ideologi partai ini yang pada masanya mampu menghipnotis banyak orang. 

Sejarah Partai Nazi

Partai Nazi berdiri pada tahun 1918. Sejarah berdirinya partai ini berawal pada tahun 1918, yang mana pada saat itu ada sebuah partai bernama Freier Ausschuss fur Einen Deutschen Arbeiterfrieden (Komite Bebas untuk Kedamaian Buruh Jerman) yang didirikan di Bremen, Jerman. Anton Drexler, seorang tukang kunci dan penyair, kemudian mendirikan sebuah cabang partai ini pada tanggal 7 Maret 1918, di Munich. 

Anton Drexler merupakan seorang yang pernah menjadi anggota partai Fatherland semasa perang dunia I, dan dia merupakan salah satu penentang perjanjian damai antara sekutu dengan Jerman yang mengakhiri perang dunia I pada tahun 1918. Anton Drexler saat itu berpandangan seperti umumnya kaum nasionalis militan Jerman menentang perjanjian Versailles, antisemit, dan antimarxis, serta memercayai superioritas ras Arya. Selain itu, Anton Drexler juga berpandangan bahwa kapitalisme internasional merupakan bagian dari gerakan dominasi Yahudi di seluruh dunia dan menuduh kelompok kapitalis mengambil keuntungan dari perjanjian damai dalam perang dunia I (Muhibbuddin, 2020). 

Satu tahun berikutnya, tepat pada tahun 1919, Anton Drexler bersama Gottfreid Feder, Dietrich Eckart, dan Karl Harrer, mengubah nama partai sebelumnya menjadi Deutsche Arbeiterparte (Partai Pekerja Jerman) atau biasa disingkat DAP. Kelahiran DAP sebagai cikal bakal partai Nazi tidak lepas dari situasi Jerman setelah perang dunia I. Sebab seperti yang dicatat oleh Deutsche Welle, Jerman diwajibkan membayar biaya reparasi perang sebesar 20 miliar goldmark (setara harga 7.000 ton emas). Selain itu, Jerman juga diwajibkan menyerahkan 10 persen wilayah dan aset mereka kepada sekutu. 

Oleh karena itu, rakyat Jerman merespon situasi ini dengan banyak cara. Anton Drexler yang merasa kondisi ini tidak baik, menyatakan dengan tegas bahwa Jerman bisa maju dan keluar dari krisis berkepanjangan jika dikelola oleh partai yang diisi para politikus yang patriotik dan nasionalis, bukan kelas proletar yang diimani oleh kaum Marxis (Apinino, 2020). Maka atas ajakan Dietrich Eckart, Adolf Hitler juga menjadi anggota partai DAP. Pada saat itu, nasib Hitler tidak berbeda dengan ribuan orang mantan prajurit perang dunia I di Munich yang luntang-lantung tanpa pekerjaan tetap. 

Akan tetapi pada saat Hitler masuk partai DAP, ia menyadari bahwa dirinya mempunyai bakat alami dalam berpidato dan menarik massa untuk bergabung ke dalam partainya. Setiap pidatonya Hitler selalu mengekspresikan kebencian dan kemarahan atas berakhirnya perang dengan nada yang berapi-api dan provokatif. Pada awal tahun 1920, kondisi Jerman morat-marit karena inflasi terkendali serta krisis keuangan hebat yang menyebabkan rakyat Jerman berpikir bahwa demokrasi yang telah diterapkan oleh pemerintahan republik sebelumnya tidak menghasilkan apa-apa. 

Kondisi Jerman yang hancur lebur seperti ini, menurut Hitler hanya bisa diselamatkan melalui kediktatoran. Maka karir Hitler di partai itu pun semakin menanjak naik. Pada tahun 1921, Hitler dinobatkan menjadi pemimpin partai pekerja Jerman. Di masa kepemimpinan Hitler inilah nama partai diubah menjadi Nationalsozialistische Deutsche Arbeiterpartei (Partai Pekerja Nasional Sosialis Jerman) yang disingkat Nazi atau NSDAP (Muhibbuddin, 2020). 

Baca Juga :   Laksamana Cheng Ho: Ekspedisi dan Penyebaran Islam di Nusantara Pada Abad ke-14

Istilah “Sosialis” di dalam Nama Partai Nazi

Sepintas ketika kita membaca kepanjangan partai Nazi, kita akan menemukan kata “sosialis”. Tentu dalam benak kita akan bertanya-tanya, apakah Hitler memasukkan ideologi sosialis ke dalam partainya, sebagaimana sosialis yang dipahami oleh kaum Marxis? Hubungan antara Nazi dan sosialisme telah menimbulkan banyak perdebatan. Mayoritas sejarawan berpendapat bahwa Nazi merupakan partai yang berideologi sayap kanan atau fasis. 

Nazi merupakan partai yang berpandangan hiper-nasionalis yang terobsesi dengan kekuatan militer dan kontrol sosial oleh negara. Tidak seperti kaum Marxis, kebijakan partai Nazi tidak mencari pemerataan ekonomi, penghapusan kelas atau kepemilikan pribadi, atau retribusi kekayaan. Adapun sosialis yang dimaksud Nazi menurut Hitler sendiri dalam wawancara yang dilakukan oleh penulis Jerman-Amerika dan simpatisan Nazi George Sylvester Viereck di majalah Liberty pada 9 Juli 1932 adalah;

“Sosialisme adalah ilmu yang berurusan dengan kesejahteraan umum (kesehatan atau kesejahteraan). Komunisme bukanlah sosialisme. Marxisme bukanlah sosialisme. Kaum Maxian telah mencuri istilah itu dan mengacaukan maknanya. Sosialisme adalah Arya kuno, institusi Jermanik. Nenek moyang Jerman kami memiliki tanah tertentu yang sama. Mereka memupuk gagasan tentang kesejahteraan bersama. Marxisme tidak berhak menyamar sebagai sosialisme. Sosialisme, tidak seperti Marxisme, tidak menolak kepemilikan pribadi. Tidak seperti Marxisme, ia tidak melibatkan negasi kepribadian dan tidak seperti Marxisme, ia bersifat patriotik. Sosialisme kita bersifat nasional. Kami menuntut dipenuhinya tuntutan-tuntutan yang adil dari kelas-kelas produktif oleh negara atas dasar solidaritas ras. Bagi kami, negara dan ras adalah satu” (Alpha, n.d.). 

Dari pernyataan Hitler di atas, sangat jelas bahwa kata “sosialis” yang terdapat di dalam partai Nazi bukan merupakan pemikiran sosialis yang dipahami oleh kaum Marxis. Sebab pada dasarnya gagasan utama yang dianut oleh partai Nazi adalah nasionalisme Jerman, rasisme (terutama antisemitisme), dan anti-Marxist. Adapun partai Nazi menyebut dirinya sosialis tidak lain hanya untuk menarik kelas pekerja Jerman. Meskipun seruan sosialis tidak sepenuhnya tulus. Sebagian besar petinggi Nazi menolak perjuangan kelas dan menekankan bahwa semua kelas masyarakat Jerman harus mengejar solidaritas dan bekerja sama untuk mencapai Jerman yang jaya (Bilinski, 2021). 

Pemikiran Marxis pada dasarnya membayangkan sosialisme sebagai periode transisi antara penggulingan kapitalisme dan pendirian komunisme. Sedangkan Nazi tujuannya bukan komunisme tetapi penciptaan masyarakat yang murni secara rasial. Adapun perbedaannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini (Bilinski, 2021).

SosialismeSosialisme Nasional (Sosialisme Nazi)
Merupakan sistem ekonomi.Merupakan sistem politik dan ekonomi.
Memerlukan kepemilikan publik atas bisnis.Mengadvokasi kepemilikan publik atas bisnis besar tetapi tidak menerapkannya dalam praktik.
Advokasi untuk layanan kesejahteraan yang murah hati untuk semua warga negara.Advokasi untuk layanan kesejahteraan yang murah hati hanya untuk mereka yang diinginkan secara rasial (dengan mengesampingkan ras minoritas).
Bisa diterapkan oleh negara otoriter atau demokratis.Advokasi untuk pembentukan otokrasi, negara totaliter yang diperintah oleh partai tunggal dan pemimpin karismatik.

Meskipun ada kata “sosialis” dalam nama partai Nazi, pada dasarnya Nazi bukanlah partai yang sosialis. Bahkan sebenarnya merupakan partai yang anti-sosialis. 

Daftar Referensi

Alpha. (n.d.). Adolf Hitler On The Nazi Form of ‘Socialism’ (1932).

Apinino, R. (2020, Februari 24). Kelahiran Nazi, Hitler, dan Kedai Bir. Retrieved from tirto.id.

Bilinski, A. (2021, November 30). National Socialism (Nazi) Party & Hitler in Germany. Retrieved from Study.com.

Baca Juga :   Oppenheimer: Kisah di Balik Bapak Bom Nuklir

Muhibbuddin. (2020). Adolf Hitler (Pikiran, Tindakan, dan Catatan-Catatan Kelam Sang Diktator yang Disembunyikan). Yogyakarta: Penerbit Araska.

Share:

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on pinterest
Pinterest
Share on linkedin
LinkedIn

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Related Posts