Schweinfurt-Regensburg 1943 : Sebuah Misi yang Mahal Bagi Angkatan Udara ke-8

Perang dunia kedua telah berlangsung selama 4 tahun lamanya. Kapal selam Jerman berkuasa di Samudera Atlantik mengganggu rantai pasokan Inggris dari AS sedangkan perkembangan di darat juga tidak terlalu signifikan ketika tentara sekutu masih berurusan dengan Erwin Rommel di Afrika Utara. Angkatan udara Jerman, Luftwaffe, juga masih berjaya di udara dan bagi petinggi tentara sekutu, merekalah yang harus “dihabisi” terlebih dahulu supaya tentara di darat dapat melaksanakan suatu invasi besar untuk membebaskan daratan Eropa dari Jerman.

Oleh Valerius Tarigan

Untuk itulah Angkatan Udara ke-8 dibentuk. Awalnya mereka hanyalah sebuah satuan kecil. Tetapi akhirnya satuan tersebut dibawa ke Inggris untuk menjalankan suatu tugas yang nantinya akan memakan banyak korban jiwa, yaitu pengeboman strategis ke target-target pendukung militer Jerman. Tujuan dari pengeboman strategis ini adalah untuk memastikan angkatan udara Jerman tidak berdaya sehingga invasi atas Eropa dapat dilakukan. Ini dilakukan dengan cara menghancurkan sebanyak mungkin pesawat di udara dan menghancurkan pabrik-pabrik yang berhubungan dengan produksi pesawat. Doktrin yang paling terkenal dari satuan ini adalah melengkapi pesawat-pesawat pengebom dengan senjata berat, dalam jumlah banyak, pada siang hari, dan tidak dikawal pesawat tempur. Sedangkan Inggris sendiri lebih memilih untuk mengebom kota-kota di Jerman pada malam hari. 

Formasi B-17F di atas Kota Schweinfurt, 17 Agustus 1943 (Sumber: https://commons.wikimedia.org/wiki/File:B-17F_formation_over_Schweinfurt,_Germany,_August_17,_1943.jpg)

Pesawat yang paling banyak digunakan pada satuan ini adalah jenis B-17 dengan julukan “The Flying Fortress”. Pabrikan Boeing ini dilengkapi dengan 10 posisi senapan mesin di seluruh bagian pesawatnya menjadikan pesawat ini sempurna untuk digunakan dalam teater Eropa. Ini juga terlihat dari paling banyaknya misi, kehilangan pesawat, serta jumlah bom yang dijatuhkan B-17 yang lebih banyak dibandingkan pesawat pengebom lainnya.

Jenis pesawat yang digunakan dalam pengeboman Schweinfurt dan Regensburg, Boeing B17 “The Flying Fortress” (Sumber: https://commons.wikimedia.org/wiki/File:B-17.jpg)

Selama periode 1942-1945, Angkatan Udara ke-8 yang berbasis di Inggris banyak melakukan pengeboman terhadap posisi-posisi strategis Jerman di daratan Eropa, mulai dari Perancis hingga ke Jerman sendiri. Salah satu pengeboman yang paling terkenal adalah pengeboman terhadap Schweinfurt dan Regensburg pada tahun 1943.

Kedua kota ini berada di sisi sebelah selatan Jerman. Di Schweinfurt, terdapat sebuah pabrik bantalan peluru sedangkan di Regensburg terdapat pabrik perakitan pesawat Messerschmitt yang memproduksi pesawat BF-109. Kedua target ini dinilai sangat penting karena berkontribusi tinggi bagi keberlangsungan Luftwaffe. Misi ini dilakukan pada tanggal 17 Agustus 1943 setelah ada ramalan cuaca yang baik pada hari sebelumnya. 

Pengeboman Regensburg

Ternyata pagi itu cuaca buruk sekali. Kabut tebal menyelimuti seluruh lapangan udara di bagian tenggara Inggris. Grup pesawat yang harus berangkat duluan adalah Grup Regensburg. Ini disebabkan karena grup tersebut tidak akan kembali ke Inggris setelah melakukan misi pengeboman melainkan mendarat di Afrika Utara. Jika mereka terlambat, maka mereka harus melakukan pendaratan pada malam hari, di mana para pilot tidak memiliki kemampuan untuk itu. 

Singkat cerita, Grup Regensburg mulai terbang dan berkumpul di titik temu sebelum masuk ke langit Eropa melalui Belanda. Mereka dikawal oleh pesawat P-47 Thunderbolt. Sayangnya pesawat tempur tersebut hanya dapat menemani B-17 selama 20 menit. Mereka harus kembali ke markas masing-masing karena tidak dapat mengawal pesawat pengebom itu lebih jauh. Pada akhirnya, pesawat B-17 itu harus sendiri lagi menghadapi serangan dari pesawat tempur Jerman. Singkat cerita mereka sampai di langit Regensburg.

Ketika mereka tiba di Regensburg, formasi pesawat berubah dari yang sebelumnya formasi tempur untuk saling melindungi dari pesawat tempur Jerman, menjadi formasi garis yang sangat padat untuk posisi pengeboman. Rombongan pesawat tersebut juga diminta untuk menurunkan ketinggian mereka menjadi antara 16,5 ribu kaki dan 19,25 ribut kaki, di mana biasanya mereka melakukannya di atas 20 hingga 28 ribu kaki. Di titik tersebut, pesawat-pesawat itu telah siap untuk menjatuhkan bom. Cuacanya bagus dan penglihatan sangat tinggi. Pertahanan udara Jerman tidak terlalu besar dan pengeboman pabrik perakitan itu berlangsung sangat akurat. Pabrik Messerschmitt tersebut mengalami kerusakan parah dan 400 karyawannya terbunuh. Kawasan pemukiman di sebelahnya hanya mengalami kerusakan kecil dan rumah sakit yang tidak jauh dari situ juga selamat. Sebuah pengeboman luar biasa yang berhasil dilakukan grup Regensburg. Akhirnya mereka berbelok ke selatan dan menuju pangkalan sekutu di Afrika Utara melalui pegunungan Alpen. Di dalam perjalanan, mereka dicegat oleh beberapa pesawat BF-110 namun hanya sebentar dan mereka pun kembali ke markas masing-masing. Grup Regensburg kehilangan Dua puluh empat pesawat di mana empat belas ditembak jatuh, dua dipaksa mendarat di Swiss, empat mendarat darurat di selatan Eropa, dan empat lainnya mendarat di laut Mediteranea.

Baca Juga :   KAMIKAZE: Demi Kehormatan dan Tanah Air

Pengeboman Schweinfurt

Grup Schweinfurt mulai terbang setelah Grup Regensburg terbang. Alasannya karena grup ini tidak mendarat di Afrika Utara melainkan kembali ke pangkalan di Inggris serta jarak Schweinfurt lebih dekat dibandingkan Regensburg apabila diukur dari Inggris. Sayangnya misi ini tidak akan selancar misi sebelumnya di Regensburg.

Republic P-47 Thunderbolt, pesawat tempur pengawal grup pengebom Schweinfurt dan Regensburg pada 17 Agustus 1943 (Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:P47.750pix.jpg)

Rombongan pesawat ini tetap dikawal oleh pesawat P-47 sampai 20 menit jam terbang. Setelah itu, P-47 kembali ke markas dan B-17 terbang sendiri lagi. Di sinilah masalah terjadi. Rombongan B-17 tersebut menghadapi serangan lebih dari 300 pesawat Jerman tanpa henti. Lebih buruknya lagi, Jerman menyerang pesawat pengebom itu dari depan dan terus menerus dari depan. Serangan dari depan merupakan kelemahan terbesar dari pesawat B-17. Ini dikarenakan lemahnya pertahanan dari sisi depan. Menara tembak atau turret bagian atas dan ball turret di bagian perut pesawat tidak dapat menjangkau pesawat yang datang dari depan, apalagi dari posisi sejajar dengan pesawat, bukan lebih rendah atau lebih tinggi. Para pilot B-17 itu hanya berharap serangan berikutnya tidak mengenai mereka. Satu per satu pesawat B-17 berhasil ditembak jatuh oleh pesawat tempur Jerman. Alasan serangan Jerman jauh lebih besar dibandingkan Grup Regensburg adalah karena adanya keterlambatan antara Grup Regensburg dan Schweinfurt. Keterlambatan ini merupakan waktu berharga bagi pesawat-pesawat Jerman yang telah menyerang Grup Regensburg untuk mengisi bahan bakar dan amunisi dan fokus untuk menyerang Grup Schweinfurt dalam skala besar.

Akhirnya mereka sampai juga di langit Schweinfurt. Berbeda dengan Regensburg, pertahanan di Schweinfurt jauh lebih kuat. Kota tersebut diselimuti oleh asap buatan yang tebal dan banyaknya tembakan anti udara berbentuk flak. Ini adalah sebuah konsep anti udara di mana peluru meriam akan meledak pada ketinggian tertentu dan merusak pesawat. Pengeboman di Schweinfurt tidak semulus di Regensburg. Alasannya karena pesawat terbang lebih tinggi dan pesawat yang di belakang terhalang oleh asap yang dihasilkan pesawat di depannya. Walaupun demikian, kerusakan di Schweinfurt cukup signifikan. Dua pabrik utama terkena 80 bom HE (high explosive) dan 663 mesin di pabrik tersebut rusak atau hancur. Produksi bantalan peluru menurun 50% pada bulan Agustus dan menjadi 64% pada bulan September apabila dibandingkan dengan bulan Juli. Rombongan pesawat Grup Schweinfurt akhirnya berbelok ke kiri lalu pulang ke Inggris.

Dampak dan Akibat

Serangan kedua kota tersebut memakan banyak korban. Kedua grup tersebut kehilangan enam puluh pesawat B-17 mereka. Jika dibandingkan dengan total pesawat mereka yang berjumlah 376 unit, maka persentase kehilangannya adalah sebesar 16%. Serangan di Regensburg dapat dikatakan berhasil namun di Schweinfurt dikatakan gagal. Operasi pengeboman di Schweinfurt kembali dilakukan pada 14 Oktober 1943.

Sebenarnya pengeboman strategis di siang hari ini bagus tetapi tidak berjalan dengan baik. Korban yang dialami oleh Angkatan Udara ke-8 sangatlah besar sehingga pengeboman strategis ini dihentikan pada pertengahan Oktober tahun 1943. Jerman saat itu dapat dikatakan menang karena berhasil menghancurkan banyak pesawat sekutu. Ini tidak terlepas dari pengembangan teknologi baru seperti roket anti pengebom dan produktivitas yang tidak sebanding dengan sekutu pada waktu itu.

Kesalahan di Amerika Serikat adalah doktrin bahwa pesawat pengebom yang dipersenjatai dengan berat dapat melindungi diri dari pesawat musuh. Kenyataannya tidak. Selama tidak dikawal oleh pesawat tempur, pengebom tersebut tidak berdaya. Sayangnya, tidak ada pesawat tempur yang dapat melindungi pengebom dari awal hingga akhir sampai akhirnya pada akhir 1943, sebuah pesawat tempur dapat menyelesaikan masalah tersebut. Namanya adalah P-51 Mustang. Pesawat ini kemudian akan berperan sangat penting terhadap keberhasilan operasi pengeboman strategis di Eropa.

Baca Juga :   British Leyland: Upaya Inggris Untuk Menguasai Industri Otomotif

Daftar Pustaka 

Freeman, R.A. (1997). Raiding The Reich: The Allied Strategic Bombing Offensive in Europe. Arms & Armour Press.

L, Marshall & Michel III. (2020). Schweinfurt-Regensburg 1943: Eighth Air Force’s Costly Early Daylight Battles. Osprey Publishing.

McDowell. (n.d). Flying Fortress – The Boeing B17. Squadron/Signal Publications.

The Operations Room. (2019, 24 December). The Schweinfurt-Regensburg Mission of The Eighth Air Force – Animated [Video]. YouTube. https://www.youtube.com/watch?v=tA0_h920_Dc.

Share:

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on pinterest
Pinterest
Share on linkedin
LinkedIn

Related Posts