Referendum 1967: Titik Balik Kehidupan Penduduk Asli di Australia

Pada tanggal 27 Mei 1967 menjadi sebuah tanggal yang bersejarah bagi Australia, terlebih lagi untuk masyarakat asli Australia yaitu Aborigin ( pun dengan Kepulauan Selat Torres). 

Oleh Eggy Rudiansyah

Pada tanggal 27 Mei 1967, Pemerintah Australia mengadakan referendum yang nantinya mengubah Konstitusi Australia. Referendum yang diajukan yaitu menghitung masyarakat Kepulauan Selat Torres serta Aborigin dalam sensus penduduk serta memberikan pemerintah Australia kekuasaan untuk membentuk hukum bagi keduanya. Referendum ini pun nantinya akan menghilangkan pandangan diskriminatif terhadap penduduk asli yaitu Masyarakat Aborigin dan Selat Torres. 

Referendum tersebut didasari atas tidak diakuinya masyarakat Aborigin dan Selat Torres sebagai bagian dari Rakyat Australia. Hal itu diawali dari kenyataan historis Australia, yaitu kedatangan bangsa kulit putih / Eropa di benua Australia. Ketika tiba pada Januari 1788, Britania Raya secara sepihak dan resmi mengambil kepemilikan Australia. Kebijakan itu diambil tanpa ada negosiasi dengan Penduduk Selat Torres dan Aborigin yang telah menetap di Australia sejak 40.000 hingga 60.000 tahun sebelum bangsa Eropa datang. Pemerintah Inggris berdalih bahwa wilayah tersebut terra nullius atau tanah kosong / tanah milik siapapun harta, Pemerintah Inggris pun berinteraksi dengan penduduk asli dengan tidak damai. Orang Aborigin dipindahkan dari tanah tradisional mereka dan ada yang tewas akibat menolak untuk dipindahkan. Hal itu juga diperparah dengan adanya penyakit campak dan tuberkulosis. Sejak itu, perlakuan diskriminatif sering dilakukan oleh pemerintah terhadap penduduk asli.

Pada tahun 1829, Australia sendiri dianggap sebagai bagian dari Britania Raya/ Inggris. Hal ini juga berarti bahwa semua penduduk – termasuk Masyarakat Aborigin serta Selat Torres dianggap masuk dalam bagian tersebut. Pada 1 Januari 1901, Konstitusi Australia diambil dari Persemakmuran Australia terbentuk . Berdasarkan hukum Pemerintah Australia, Masyarakat Aborigin dan Selat Torres tidak termasuk sebagai warga dari negara Australia¹. Sebaliknya, mereka sering diperlakukan sebagai orang asing yang tinggal di tanah mereka sendiri.

Pada tahun 1948, sejatinya telah diterbitkan Undang-Undang Kewarganegaraan yang berisi bahwa status warga pada semua orang yang lahir di Australia adalah Penduduk Australia¹. Namun, Undang-Undang tersebut tidak berlaku bagi penduduk asli Australia yaitu Masyarakat Aborigin dan Selat Torres. Hal ini menggambarkan betapa diskriminasinya pemerintah terhadap penduduk asli. Pada tahun 1949, terjadi perubahan Undang-Undang yang menyesuaikan dengan ketentuan asli bagian 41 dari Konstitusi¹. Perubahan ini memungkinkan suara untuk orang Aborigin bisa didengar.

Beberapa tahun menjelang referendum 1967, Konstitusi Australia yang cenderung diskriminatif terhadap penduduk asli harus diamandemen. Ada beberapa alasan yang mendukung adanya perubahan tersebut. Aborigin meningkat menjadi penghuni pinggiran bagi kelompok non-Aborigin, ledakan sumber daya membawa kegiatan yang tidak menyenangkan oleh kaum tradisional Aborigin, dan mengartikulasikan bahwa akan muncul sebuah kepemimpinan Aborigin . Hal ini juga berkaitan dengan adanya pertumbuhan kepentingan internasional dalam isu hak asasi manusia, tumbuhnya kesadaran domestik akan kemiskinan sosial-ekonomi penduduk Aborigin, dan tumbuhnya kesadaran di kalangan pembuat kebijakan terhadap gerakan dunia tentang dekolonisasi.

 Terhitung sejak tahun 1957, (FCAATSI) atau the Federal Council for the Advancement of Aborigines and Torres Strait Islanders bekerja sama dengan Victorian Aboriginal Advancement League (VAAL) melakukan sebuah kampanye untuk diadakan Referendum Konstitusi Australia. Kampanye ini diawali dengan adanya serangkaian petisi yang menyatakan bahwa Referendum harus segera dilaksanakan. FCAATSI juga terus mengkampanyekan dengan tegas menekankan hal non-diskriminasi dan hak asasi sipil. Bahkan, Kampanye petisi menjadi proyek nasional di bawah Dewan Federal untuk kemajuan Aborigin. Petisi ini berhasil dikumpulkan lebih dari 100.000 tanda tangan dan petisi tersebut diserahkan kepada parlemen .

Baca Juga :   Kudeta Chili Tahun 1973 dan Keterkaitan Dengan Soeharto

Setelah melakukan perjuangan melalui kampanye, akhirnya Refrendum dilaksanakan pada tanggal 27 Mei 1967.  Hasilnya, sekitar 90,7 % warga Australia memilih”yes” terhadap referendum yang diajukan, yakni menghitung masyarakat Aborigin dan Kepulauan Selat Torres dalam sensus dan memberikan pemerintah Australia kekuasaan untuk membuat hukum bagi mereka. New South Wales menjadi negara bagian yang persentase tertinggi dengan vote sebesar 94,68% “yes”, sedangkan Australia Barat menjadi negara bagian yang presentase terendah dengan vote sebesar 80,95% “yes” (Gardiner-garden, 2007).

Demonstrasi menuntut persamaan Hak Penduduk Aborigin (Sumber : https://theconversation.com/right-wrongs-write-yes-what-was-the-1967-referendum-all-about-76512)

Hasil referendum menyatakan bahwa ada dua Sections yang diubah dari Konstitusi Australia, yaitu section 51(xxvi) dan section 127. Pada section 51 (xxvi), kata “other than the aboriginal race in any State” tersebut dihapuskan. Dan terakhir, pada section 127 secara keseluruhan dihapus. Namun, pada bulan September 2014 berdasarkan Final Report of the Aboriginal and Torres Strait Islander Act of Recognition Review Panel, disebutkan bahwa section 25 juga diubah, yakni secara tegas dihapus ketentuan yang berkaitan dengan diskriminasi atas dasar ras. Referendum tersebut sangat berdampak langsung terhadap penduduk asli dalam penentuan populasi serta federal dalam pembuatan Undang-Undang untuk penduduk asli.

Perlu untuk diketahui bahwa Referendum 1967 hanya merupakan sebuah referendum yang membuka jalan bagi diakuinya Masyarakat Aborigin dan Kepulauan Selat Torres untuk dapat diakui di konstitusi Australia. Referendum 1967 hanya mengakui bahwa masyarakat Aborigin merupakan bagian dari Australia, mengizinkan masyarakat pribumi Australia untuk dihitung dalam sensus penduduk, memiliki hak yang sama dengan warga Australia lainnya, dan ada pengaturan khusus dari Commonwealth terhadap Aborigin. Referendum 1967 hanya sebatas sampai di situ saja, tidak mencakup pengakuan dan rekonsiliasi penduduk asli di dalam Konstitusi Australia.

Referendum memberikan angin segar dalam kehidupan penduduk asli. Dampak yang diakibatkan secara langsung, hal ini dibuktikan dengan adanya beberapa perubahan yang terjadi. Pada 1968 didirikanlah kantor Commonwealth Hubungan Aborigin dan pertama kali sebagai wadah koordinasi program dan merekomendasikan kebijakan. Pada tahun 1970 Di New South Wales, didirikanlah pelayanan Legal Aborigin pertama. Pada tahun 1971, Penduduk asli untuk pertama kalinya masuk dalam sensus Australia. Hal tersebut bebarengan dengan diangkatnya Neville Bonner menjadi anggota Parlemen yang pertama dari Aborigin. Pada tahun 1975, adanya lembaga yang melarang diskriminasi atas dasar keturunan, warna kulit, etnis yang bernama Commonwealth Racial Discrimination Act. Pada tahun yang sama, Queensland dan Aborigin mendapat hak untuk mengendalikan properti mereka sendiri. Namun, di samping perubahan positif tersebut, di sisi lain ada pertentangan. Pada tahun 1972, Billy Mcmahon dalam pidatonya yang kala itu menjabat sebagai Perdana Menteri Australia menentang ide terhadap hak wilayah Aborigin. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada beberapa kalangan yang tidak menyetujui akan referendum tersebut.

Dengan adanya Referendum Australia yang mengangkat isu Aborigin mulai membuka jalan bagi masyarakat Aborigin untuk dapat meraih hak-hak mereka. Dengan adanya Referendum 1967, masyarakat Aborigin terhitung dalam sensus penduduk Australia menjadi bagian dari warga negara resmi Australia. Tahun-tahun berikutnya, sedikit demi sedikit diskriminasi mulai dihapuskan yang berkaitan dengan ras, etnis, ataupun warna kulit. Dan terakhir, pada 2013 dinyatakan dalam konstitusi bahwa Australia mengakui warga Aborigin dan Kepulauan Selat Torres sebagai penduduk pertama Australia.

DAFTAR PUSTAKA 

Gardiner-garden, J. (2007). The 1967 Referendum — history and myths, (11) : Parliament of Australia. 

Hartati, A. Y., & Kabo, A. (2017). PENGAKUAN INDIGENOUS PEOPLE DI AUSTRALIA. Jurnal Ilmu Sosial Dan Humaniora, 2(2), 9–15.

Baca Juga :   Kiprah Gerwani dalam Politik Seksual di Indonesia Tahun 1950-1965

Malley, T. O., Lewis, S., Baker, S., & Sullivan, C. O. (2017). 50th Anniversary of the 1967 Referendum, (May) : PricewaterhouseCooper. 

Share:

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on pinterest
Pinterest
Share on linkedin
LinkedIn

Related Posts