Proyek Ibu Kota Baru Masa Orde Baru Bernama Jonggol

Jonggol sebetulnya sebuah Kecamatan yang terletak di kabupaten Bogor. Jonggol jadi sangat terkenal pada tahun 1989 karena Presiden Soeharto saat itu mewacanakan Jonggol sebagai pusat pemerintahan baru menggantikan Jakarta.

Oleh Abdul Rosyid

Jonggol sudah tidak asing terdengar di telinga kita. Pasalnya, Jonggol sudah sering dijadikan bahan gurauan seperti “Dari mana aja lo?” “Dari Jonggol!” , seakan Jonggol adalah suatu daerah antah berantah, tidak punya sesuatu yang istimewa, serta daya tarik untuk dikunjungi. Entah kenapa Jonggol sangat familiar dan sering dijadikan bahan bercandaan. Jonggol sebetulnya sebuah Kecamatan yang terletak di kabupaten Bogor. Jonggol jadi sangat terkenal pada tahun 1989 karena Presiden Soeharto saat itu mewacanakan Jonggol sebagai pusat pemerintahan baru menggantikan Jakarta. Seperti yang diungkapkan dalam Majalah Dharmasena edisi Januari 1997 dengan judul  Jonggol dirancang jadi kota idaman abad 21  yang disebut Kota Mandiri Bukit Jonggol Asri (KMBJA) sebagai magnet tandingan untuk mengurangi kepadatan kota Jakarta yang coba dikembangkan oleh Pemda Jabar dan Presiden Soeharto menyetujui rencana KMBJA dari Gubernur R, Nurian. Seketika nama kecamatan ini terkenal ke seantero negeri. Sayangnya, ide pemindahan pusat pemerintahan itu lenyap seiring dengan tumbangnya rezim Orde Baru tahun 1998 lalu. Nama Jonggol dengan cepat hilang secepat kemunculannya. 

Wilayah Jonggol sudah tercatat sejak abad ke-12. Dalam Jurnal tulisan Noorduyn, Bujangga Manik’s Journeys through Java: Topographical Data from an Old Sundanese Source”, 1982. Ia mengatakan bahwa “Perebu Jayapakuan mentioned the names of the places he visited, saw and heard. Altogether there are 450 places, including the names of rivers, mountains and hermitages (Noorduyn 1982). Many places on that journey are still recognizable by name today: Umbul Songgol (now Jonggol in the northeastern city of Bogor), Cileungsi River, Elephant Mountain..”. Pada perjalanan kedua, Bujangga Manik  melewati Umbul Songgol . Diceritakan bahwa Bujangga Manik sedang dari Umbul Medang perjalanan dilanjutkan ke Gonggong yang merupakan bagian dari Umbul So(ng)gol.

Menurut Wanto, kemungkinan besar lokasi sekarang (13) ada di Jl. Raya Cileungsi – Jonggol KM. 3. Mekarsari, Cileungsi PT Bank Artha Graha Internasional Tbk..

Kata Umbul dapat ditemui dalam Naskah Sunda Kuno Warugan Lemah yang disimpan di Perpustakaan nasional Republik Indonesia dengan nomor inventaris Kropak L-622, Tata Kota atau pemukiman Sunda kuno dalam Naskah Warugan lemah disebutkan Umbul dan rembul (Lembur). Umbul artinya kota dan Rembul artinya desa. Pengkategorian pemukiman sederhana dengan menyebut 2 kategori yaitu kota dan desa. Sedangkan Songgol dalam Javaansch-Nederlandsch Handwoordenboek, Gericke en Roorda, 1901 disebutkan bahwa, Songgol : KN. nyonggol, tegen stroom of wind opvaren Rh. Atau jika diterjemahkan menjadi “berlayar melawan arus atau angin.”

Namun perubahan nama So(ng)gol ke nama Jonggol belum bisa dipastikan penyebabnya sehingga butuh penelitian lebih lanjut. Selain Bujangga Manik, Umbul Songgol juga dicatat dalam naskah Carita Ratu Pakuan sebagai Umbul Sogol dipimpin oleh Sanghyang yang berputera Haci Lebok Maya. Selain Haci Lebok Maya di Umbul Sogol. Sanghyang  juga  memiliki lima orang putra yaitu:

  1. Haci Mageuhan, putera Sanghiyang di umbul Catih, 
  2. Haci Madewata, putera Sanghiyang di umbul Majak, 
  3. Haci Ratna Larang, putera Sanghiyang di Saligara,
  4. Haci Lenggang Sari, putera Sanghiyang Mandiri 
  5. Haci Mundut Tunjung, puteranya Sanghiyang di umbul Tubuy

Putra-Putra nya konon adalah anak dari Prabu Siliwangi yang dalam Naskah Waosan disebutkan bahwa Prabu Siliwangi memiliki banyak istri dan selir dianta 151 wanita. Mereka berasal dari berbagai daerah di bawah kekuasaan Kerajaan Sunda atau Pajajaran.

Baca Juga :   Sejarah Dirgantara: Penerbangan Militer Pertama di Hindia Belanda pada Dekade Kedua Abad 20

Nama Sanghyang bisa bermakna: Dewa/i; Bhatara/i; Tuhan; maupun kekuatan besar alam semesta yang tiada terbatas ~ bahasa lebih mudahnya. Tapi jika disitu yg dimaksud adalah “isteri selir”, maka dia adalah seorang perempuan terhormat (bangsawan) yang salah satunya disayangi oleh Śrī Baduga Maharaja (Silihwangi). Atau juga dulu sebelum masa prabu siliwangi juga ada nama tempat  yang dikenal dengan Sanghyang Darah Nama ini juga dicatat dalam naskah Bujangga Manik sebagi berikut:

\Samu(ng)kur aing di Tubuy, meu(n)tasing di Cihaliwung, na(n)jak ka Sanghiang Darah . . .\ Diseberang Tubuy, Bujangga Manik mencatatnya sebagai Sanghiang Darah. Sanghyang dalam konteks spiritual Sunda digunakan untuk menyebut sesuatu yang disucikan atau dianggap keramat, baik berupa objek alami maupun buatan manusia. Sementara kata Darah tidak bisa dipastikan maknanya, kemungkinan lebih berasosiasi dengan makna perempuan.

Sumber Referensi

Majalah Dharmasena , Posisi Abri Dalam Pemilu 1997 / edisi  Januari 1997 ( Jakarta:Pusat Penerangan HANKAM,1997)

Noorduyn, J. (1982). Bujangga Manik’s journeys through Java; topographical data from an old Sundanese source, Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde / Journal of the Humanities and Social Sciences of Southeast Asia

Sastroamidjojo, A. S. (1964). Renungan Tentang Pertundjukan Wajang Kulit. Jakarta: Kinta

Drs . Saleh Danasasmita . Amanat dari Galunggung ( Kropak 632 dari Kabuyutan Ciburuy , Bayongbong – Garut ) . Bandung , LKUP . 1981 .

Atja, Drs., Sangyang Siksakanda Ng Karesian, Proyek Pengembangan Permuseuman Jawa Barat, Bandung, 1981.

Gericke, J.F.C., dan T. Roorda, 1901, Javaansch-Nederlandsch handwoordenboek. Amsterdam: Müller

Noorduyn & A. Teeuw. 2009. Tiga Pesona Sunda Kuna/: Three Old Sundanese Poems. Terj. Hawé Setiawan Jakarta: Pustaka Jaya 

Share:

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on pinterest
Pinterest
Share on linkedin
LinkedIn

Related Posts