Pesanggrahan Bubat Sebagai Saksi Kemelut Berujung Maut

Peran seorang Patih tidak akan terlepas dari kehidupan kerajaan, seperti halnya Gajah Mada. Beliau turut andil dalam berbagai aspek kehidupan kerajaan, termasuk upaya pencarian calon permaisuri yang tepat bagi sang Raja, Hayam Wuruk.

Oleh: Nalurita Rizkiana Virgin

Dalam hal ini, upaya yang ditempuh Gajah Mada ialah melalui sayembara lukisan yang boleh diikuti oleh seluruh pelukis mahir dari berbagai pelosok Nusantara, dalam sayembara ini mereka diperintahkan untuk melukis wajah-wajah wanita tercantik yang ada di daerahnya. Upaya ini tentunya tidak terlepas dari persetujuan Hayam Wuruk beserta sang Ayah, Kertawardhana. Banyaknya pelukis dari berbagai daerah datang ke Majapahit justru mengakibatkan Sang Raja Kebingungan, bahkan beliau sempat menolak semua lukisan wanita yang disodorkan kepadanya dengan alasan bahwa tolok ukur kecantikan seseorang bukan hanya dari wajahnya, melainkan juga dari kebaikan hatinya. 

Gambar replica arca Gajah Mada dan lambang Kerajaan Wilwatikta Majapahit. (Historia.id)

Bersamaan dengan hal ini, Sungging Prabangkara juga kerap membuat berbagai macam lukisan yang dinilai sebagai hasil karya seni terbaik di kawasan Sunda sehingga tidak heran ketika dirinya ditetapkan sebagai ahli lukis dan seni kepercayaan Kerajaan Sunda. Dalam menjalankan tugasnya, terdapat larangan khusus yakni tidak diperkenankan melukis wajah Sang Putri, Dyah Pitaloka Citraresmi dengan alasan apapun. Hal ini dikarenakan adanya sebuah tradisi turun temurun yang dinilai akan membawa mara bahaya apabila dilakukan. Berbagai objek dapat ia jadikan sebagai bahan untuk berkreasi kecuali satu hal tersebut. Sampai pada suatu hari, ia ditugaskan untuk membenahi bangunan taman sari, setibanya disana, ia mendapati suatu hal yang tidak terduga yakni memergoki Sang Putri, Dyah Pitaloka sedang mandi di dalam tempat itu. Seketika ia terpesona melihat wajah Sang Putri yang sangat cantik itu, begitu pula dengan Dyah Pitaloka yang merasa malu dan kebingungan mengapa seseorang bisa memasuki taman sari atau tempat pribadi tanpa sepengetahuan dan izin darinya. 

Singkat cerita, beberapa kali Sang Putri sempat meminta kepada Sungging Prabangkara untuk melukis wajahnya walaupun itu telah dilarang oleh leluhurnya. Permintaan ini tentunya mendapat tolakan keras dari Sungging, mengingat hal ini adalah sebuah larangan turun-temurun dari Raja. Meski telah ditolak berulang kali, hal ini tidak mampu menyurutkan kemauannya, sampai suatu saat Dyah Pitaloka datang menemui Sungging Prabangkara di rumahnya untuk menagih agar permintaan melukis wajahnya bisa terpenuhi. Akibat permintaan yang tak kunjung surut, dengan berat hati Sungging akhirnya menuruti permintaan Sang Putri. Dalam hitungan menit lukisan itu pun jadi, Dyah Pitaloka merasa sangat senang dan kagum dengan lukisan itu. 

Kedatangan Dyah Pitaloka ke rumah Sungging Prabangkara ternyata berhasil diikuti oleh beberapa prajurit kerajaan, setelah mengetahui  hal itu, Sang Putri segera memerintahkan Sungging Prabangkara untuk membawa pergi lukisan itu menjauh dari wilayah Sunda agar terbebas dari hukuman mati. Setibanya prajurit di rumah itu ternyata tidak menemukan seseorang, hanya tersisa beberapa alat dan bahan lukisan saja. Sementara itu, Sungging Prabangkara terus melakukan perjalanannya selama berhari-hari, sampai suatu ketika ia bertemu dengan salah seorang prajurit kerajaan. Prajurit itu berasal dari Majapahit, lalu diberitahukannya bahwa saat ini ia telah memasuki wilayah kekuasaan Majapahit. Setelah melihat bahwa Sungging membawa sebuah lukisan wanita cantik maka diberitahukan kepadanya bahwa sedang berlangsung sayembara lukisan wanita yang kelak akan dijadikan sebagai permaisuri Raja. Mendengar hal tersebut, Sungging sangat tertarik untuk mengikutinya, maka diantarlah ia ke hadapan Sang Raja oleh prajurit untuk menyerahkan lukisan tersebut. 

Baca Juga :   “Sejarah Pelabuhan Tuban dan Pengaruhnya Bagi Perniagaan Nusantara di Era Majapahit”

Setelah Hayam Wuruk melihat lukisan itu, ia merasakan bahwa terdapat suatu perbedaan antara lukisan itu dengan beberapa lukisan sebelumnya. Wajah cantik yang tergambar dalam lukisan tersebut dapat memikat hatinya, sampai pada akhirnya beliau tiba-tiba memutuskan untuk melamar wanita yang ada dalam lukisan itu. Sembari memberikan hadiah kepada Sungging Prabangkara, beliau bertanya siapakah dan dari mana asal wanita yang ada dalam lukisan itu. Maka, dijawablah oleh Sungging, bahwa itu adalah putri Dyah Pitaloka Citraresmi, putri Raja Wastu Kencana dari Kerajaan Sunda.

Singkat kisah, utusan dari Majapahit berhasil melamar Dyah Pitaloka Citraresmi, hal ini mendapat sambutan baik serta persetujuan dari sang Raja, Wastu Kencana. Lamaran diajukan dengan syarat pihak mempelai wanita harus datang ke Majapahit, hal ini sempat menuai polemic dan keraguan dari pihak Sunda. Meski demikian, Raja Wastu Kencana memutuskan untuk tidak mempermasalahkan hal ini, bahkan beliau menganggap bahwa lamaran Hayam Wuruk merupakan ajang untuk mempererat tali silaturahmi antara Majapahit dan Padjajaran. Mendengar hal ini, maka Hayam Wuruk memerintahkan agar dibangun pesanggrahan di daerah Bubat yang kelak digunakan sebagai tempat penyambutan tamu dari Pasundan. Selang beberapa hari, maka datanglah rombongan dari Pasundan di Pesanggrahan Bubat. 

Beberapa hari kemudian, dilangsungkan sebuah pertemuan di balairung Majapahit yang dihadiri oleh Raja, Patih, Demung, Kanuruhan, Rangga dan Tumenggung. Terdapat beberapa perselisihan antara para pejabat itu mengenai rencana Sang Raja memperistri kembang Pasundan. Terutama, Gajah Mada yang mengetahui dengan pasti bahwasannya semenjak berkibarnya bendera gula kelapa di Nusantara, Pasundan belum pernah mengirimkan upetinya. Dengan kata lain, pasundan enggan mengakui kedaulatannya di bawah kekuasaan Majapahit. Utusan persahabatan tidak pernah dikirimkan, bahkan mereka selalu mempersulit perniagaan Majapahit di wilayah Sunda Kelapa. Terlebih saat diperkuatnya benteng pertahanan Pasundan yang dianggap sebagai suatu tantangan tersendiri oleh sang Patih, Gajah Mada. Bersamaan berlangsungnya pertemuan, datanglah dua utusan dari Pasundan yang menyatakan bahwa hampir seminggu kedatangannya di Bubat mereka belum mendapatkan sambutan sama sekali dari pihak Majapahit. Hal ini memicu terjadinya pertentangan yang sengit dengan Gajah Mada, sampai-sampai kedua utusan itu pergi tanpa pamit disertai dengan amarah. 

Sesampainya kedua utusan tersebut di Bubat, mereka menghadap kepada sang Raja dan menyampaikan kepadanya bahwa Mahapatih Majapahit menghendaki untuk segera menyerahkan sang Puteri Dyah Pitaloka sebagai wujud sesembahan sekaligus tanda takluk kepada Majapahit. Mendengar hal ini, Wastu Kencana sangat marah karena pada dasarnya ia tidak menghendaki bahwa Pasundan berada di bawah kekuasaan Majapahit, bahkan ia rela puterinya menjadi perawan tua sekalipun daripada harus tunduk terhadap Majapahit. Maka, tidak heran apabila dibangun benteng pertahanan yang kuat pada periode sebelumnya agar kekuasaan dan pengaruh Majapahit tidak mudah masuk. Diperintahnya seluruh pasukannya agar segera bersiap untuk kembali ke Pasundan.  

Peta Kerajaan Majapahit 1350 M beserta prediksi lokasi Bubat dan jalur pelayaran Sunda. (Historia.id)

Disamping persiapan kepulangannya beserta seluruh pasukan ke Pasundan, datanglah sejumlah pasukan Majapahit di bawah pimpinan Gajah Mada. Mereka datang berniat untuk menjemput sang putri Dyah Pitaloka dan memerintahkan pasukan Sunda untuk mengibarkan bendera putih dan mengikuti langkahnya menuju istana Majapahit. Hal ini mendapat tolakan keras dari Pasundan sampai pada akhirnya mereka memutuskan untuk melawan pasukan Majapahit sampai titik darah penghabisan, perlawanan ini dipimpin langsung oleh Sang Raja, Wastu Kencana.

Baca Juga :   Gereja dan Nasionalisme: Dukungan Kaum Kristen dalam Revolusi Kemerdekaan Republik Indonesia Tahun 1946 - 1949

Sementara perang dengan pasukan Majapahit sedang berlangsung, putri Dyah Pitaloka menyaksikan secara langsung dari dalam perkemahan. Satu demi satu pasukan mulai tumbang, termasuk Sang Ayah. Sambil menangis, diambilnya kujang pusaka keagungan Padjajaran dan dikatakannya kepada seluruh umat dan pengikut wanita-wanita yang ada bersamanya di tempat itu bahwa mereka harus berbuat sesuatu demi kehormatan bangsanya. Selang berapa saat, ditusukkan kujang itu ke dalam dadanya, Kematian sang Putri ini ditiru oleh seluruh rakyat yang berada di perkemahan itu. Dengan demikian, terjadinya perang dalam melawan pasukan Gajah Mada bukanlah satu-satunya penyebab pertumpahan darah di Bubat karena bersamaan dengan hal ini terjadi pula bunuh diri massal oleh pengikut wanita.

Bubat merupakan malapetaka besar yang mengakibat kan trauma tersendiri bagi Sunda, sampai beberapa waktu setelah peristiwa ini masih kerap terjadi perseteruan antara kedua belah pihak. Sunda enggan bergabung dengan Majapahit, hal ini juga tertulis dalam sejarah Jawa, bahwasannya masih terdapat perseteruan tiada akhir yang berkepanjangan. Meski demikian, pihak  Majapahit menjadikan peristiwa ini sebagai tolok ukur dan koreksi diri. Selain itu, adanya kemelut di pesanggrahan Bubat juga membawa dampak positif, khususnya bagi Hayam Wuruk karena beliau menjadi lebih tergugah hatinya dan tidak lagi bergantung kepada Mahapatih Gadjah Mada dalam rangka pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pemerintahan. Semenjak peristiwa bubat ini, beliau terlibat langsung dalam pengambilan pendekatan politik yang mengesankan.  

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Hadi, Kuncoro. 2013. Gajah Mada Wilwatikta, Sumpah Palapa, Pasunda Bubat. Bandung: Nuansa Nuansa.

Drake, Earl. 2012. Gayatri Rajapatni: Perempuan di Balik Kejayaan Majapahit. Yogyakarta: Ombak. 

Adji, Krisnha Bayu dan Sri Wintala Achmad. 2017. Istri-istri Raja di Tanah Jawa. Yogyakarta: Araska Publisher. 

Primayandi, Reiza. 2019. Perang Bubat. Bandung: PT Sandriata Sukses (Anggota IKAPI)

D. Iskandar, Eddy. 2007. CITRARESMI: Riwayat Menyayat Perang Bubat. Bandung: Dunia Pustaka Jaya.

Jurnal:

Mulyani Supriatin, Yeni. 2018. Perang Bubat, Representasi Sejarah Abad ke-14 dan Resepsi Sastranya. Patanjala vol. 10 no. 1 Maret 2018. 

Share:

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on pinterest
Pinterest
Share on linkedin
LinkedIn

Related Posts