Pertautan Paman Ho dengan Marx dan Lenin

Bui Lam, kawan lama Paman Ho, baru saja tiba di Paris setelah perjalanan jauh yang memakan waktu lama. Tibanya di Paris, Ia langsung merasakan atmosfer perjuangan anti-kolonial Vietnam. Selama di Paris, Bui Lam menghabiskan banyak waktu dengan membaca buku dan suatu ketika menyadari jika Marx sering kali disebutkan dalam banyak teks buku. Menyadari bahwa kawannya, Ho Chi Minh yang telah lama bergabung dengan Partai Komunis Prancis, maka ia berencana bertanya dengan menulis surat kepadanya.

Oleh Alvino Kusumabrata

“Saya banyak membaca buku yang sering saya jumpai menyebut-nyebut Marx. Saya tidak tahu siapa dia. Sekarang, beritahu saya yang Anda tahu tentang dia,” terang Bui Lam dalam bunga rampai Days With Ho Chi Minh. Setelah beberapa minggu, akhirnya Ia mendapatkan surat balasan dari Ho. Bui Lam menulis, Ho Chi Minh tidak hanya berbicara tentang Marx tetapi juga Marxisme, dan menyarankan kepadanya agar banyak membaca buku-buku Marxis.

Mungkin cerita di atas hanya satu bagian dari berbagai cerita yang menjelaskan tentang Ho Chi Minh yang tidak hanya dikenang sebagai negarawan, tetapi juga seorang Marxis-Leninis.

Jalan Revolusioner Ho

Akibat profesinya sebagai pembantu koki di kapal besar, Ho Chi Minh yang baru berusia 21 tahun saat itu dapat menyambangi berbagai kota pelabuhan dan benua selama bertahun-tahun sejak tahun 1911. William J. Duiker dalam Ho Chi Minh: A Life mencatat, setelah berkelana ke berbagai tempat termasuk Prancis, Ho Chi Minh kembali lagi ke Prancis, tepatnya di Marseilles sekitar tahun 1917. Menurut William J. Duiker, motifnya kembali ke Prancis tak sepenuhnya jelas, tetapi terdapat kemungkinan disebabkan oleh tujuan nasionalnya.

Presiden Ho Chi Minh berbicara pada pembukaan Kongres ketiga Partai Komunis Vietnam di Hanoi pada tahun 1960. 
Sumber: ampe.vnexpress.net

Clive A. Hills dan Virginia Morris dalam Ho Chi Minh’s Blueprint for Revolution: In the Words of Vietnamese Strategists and Operatives mengatakan bahwa dari Marseilles Ho akhirnya berangkat ke Paris untuk bertemu Phan Chu Trinh, teman Ho dan pemimpin komunitas Vietnam. Pada saat bermukim di Paris, bibit-bibit ideologis Ho muncul. Apalagi menurut penelusuran Wildan Sena Utama dalam Konferensi Asia-Afrika 1955: Asal Usul Intelektual dan Warisannya bagi Gerakan Global Antiimperialisme menjelaskan bahwa, “Kota Paris adalah ‘metropolis anti imperial,’ sebuah kota kosmopolitan tempat pengalaman dan gagasan politik kaum migran, intelektual, aktivis dari berbagai macam negara Asia, Afrika, dan Amerika Latin ditempa.”

Tendensi ideologi Ho semakin cenderung menuju ke sosialisme. Hal yang sebenarnya tampak lumrah bagi kebanyakan pejuang anti kolonial akibat sistem kapitalisme yang mencengkeram tanah koloni. “Ho semakin aktif dalam gerakan sosialis Prancis dan sering menjadi pembicara pada klub-klub radikal milik distrik buruh Paris,” tulis William J. Duiker dalam The Communist Road to Power in Vietnam.

Nama-nama besar dari Partai Sosialis Prancis (SFIO) seperti Marchel Cachin, Edouard Herriot, Léon Blum, dan Jean Longuet sudah tak asing lagi di telinga Ho sendiri, bahkan mereka mengenal Ho sebagai seorang pejuang. Kecocokan pandangan antara diri Ho dengan Partai Sosialis Prancis, apalagi SFIO melakukan agitasi dan propaganda terhadap keberpihakannya pada negeri-negeri kolonial, menyebabkan Ho tertarik dengan partai dan akhirnya bergabung.

Menjadi Marxis-Leninis

Sebetulnya Marxisme sudah menjadi hal yang umum bagi Ho Chi Minh jauh sebelum menetap di Prancis pada tahun 1917. Clive A. Hills dan Virginia Morris berkeyakinan kuat bahwa Ho telah mengenal Marx sejak tinggal di London pada tahun 1913. “Dia pasti tahu karya-karya Marx karena dia pernah bergabung dengan UK Overseas Workers Association dan juga bertemu dengan tokoh-tokoh komunis seperti Tom Mann (1856-1941),” tandas Clive A. Hills dan Virginia Morris.

Baca Juga :   Kisah Kolonel Irfan, Perwira Bernasib sama dengan Ferdy Sambo

Bermukimnya Ho Chi Minh di Paris, dengan suasana perjuangan yang kuat, menambah keyakinannya pada arah radikal komunisme sebagai jalan pembebasan. “Ho sendiri mengatakan bahwa dia berubah ke pandangan politik yang radikal, bukan hanya pelecehan yang terus menerus dilakukan Sûreté tetapi juga kekecewaannya terhadap sayap kiri Prancis,” ucap Clive A. Hills dan Virginia Morris.

Tidak lama, dunia sosialis terguncang ketika Lenin mendirikan Internasional Ketiga. Sementara itu Partai Sosialis Prancis termasuk dalam kubu Internasional Kedua. Dalam internal SFIO, anggota partai terbelah menjadi dua kubu yang saling berdebat tentang langkah partai yanga harus tetap di Internasional Kedua atau bergabung dengan Internasional Ketiga yang baru saja didirikan.

Ho Chi Minh, dalam esai singkatnya The Path Which Led Me To Leninism (1960), mengenang sikapnya yang acuh tak acuh terhadap kawan-kawan partainya yang begitu sengit dalam diskusi. “Apa yang paling ingin saya ketahui—dan ini justru tidak diperdebatkan dalam pertemuan—adalah: Internasional mana yang memihak rakyat negara-negara kolonial?” begitu pertanyaan Ho.

“Beberapa kawan menjawab: itu Internasional Ketiga, bukan Internasional Kedua,” tutur Ho.

Ho Chi Minh, menurut pengakuannya, sebenarnya telah lama mengagumi Lenin dan memujinya sebagai patriot, namun ia tak pernah membaca satu karyanya sekalipun. “Lalu seorang kawan memberi saya ‘Thesis on the National and Colonial Questions’ karya Lenin yang diterbitkan oleh l’Humanite untuk dibaca,” lanjutnya.

Tesis Lenin yang ditulis pada tahun 1920 tersebut menganalisis tentang perlunya pendirian hubungan koneksi antar gerakan proletariat di negara-negara kapitalis dan gerakan rakyat tertindas di negara-negara kolonial. 

“Kemenangan penuh atas kapitalisme tidak dapat diraih kecuali proletariat dan setelahnya yaitu masa pekerja di semua negara dan bangsa di seluruh dunia secara sukarela berjuang untuk aliansi dan persatuan,” simpul akhir Lenin pada tesis tersebut.

Ho merasa pertanyaannya dalam diskusi telah terjawab seluruhnya pada tesis tersebut. Ia merasakan kegembiraan yang luar biasa usai membacanya berkali-kali “Betapa emosi, antusiasme, pandangan jernih, dan kepercayaan diri yang ditanamkan ke dalam diri saya! Saya sangat senang sampai meneteskan air mata,” tulisnya berapi-api. “Meskipun duduk sendirian di kamar saya, saya berteriak keras seolah-olah berbicara kepada orang banyak: ‘Saudara-saudara martir yang terkasih! Inilah yang kita butuhkan, ini adalah jalan menuju pembebasan kita!’”

Pada akhirnya, tesis Lenin tersebut menjadi tonggak awal bagi Ho Chi Minh muda menjadi Leninis revolusioner. “Ho menjadi Leninis, terutama karena penjelasan Lenin tentang strategi komunis di daerah-daerah kolonial tampaknya memberikan cara terbaik untuk membebaskan Vietnam,” tandas William J. Duiker.

Pada 30 Desember 1920, seluruh anggota Partai Sosialis Prancis menuju ke Kota Tours untuk mengikuti Kongres Nasional Partai ke-18. Kongres bertujuan untuk memutuskan sikap partai di tengah 2 Internasional tersebut.

Sophie Quinn-Judge, dalam Ho Chi Minh: The Missing Years, 1919-1941, mencatat bahwa Ho Chi Minh, bersama mayoritas delegasi, memantapkan pilihannya agar partai bergabung dengan Internasionalnya Lenin.

“Mayoritas delegasi meresmikan keputusan mereka untuk bergabung dengan Bolshevik Rusia di Internasional Ketiga atau Komintern, untuk meninggalkan Internasional Sosialis Kedua yang reputasinya telah ternoda di mata banyak radikal oleh tanggapannya yang lemah terhadap chauvinisme nasionalis selama Perang Dunia I,” tulis Sophie Quinn-Judge.

Sebagai delegasi Indochina, Ho Chi Minh turut andil berpidato dalam kongres tersebut. Ho Chi Minh berbicara dengan penuh semangat dan haru tentang tindakan kolonialis Prancis telah menindas bangsa Vietnam di segala bidang dan meminta kepada partai agar lebih memerhatikan rakyat jajahan. 

Baca Juga :   Pramoedya Ananta Toer  dalam Sejarah Sastra  Indonesia

“Kami telah menyadari bahwa bergabungnya Partai Sosialis ke Internasional Ketiga berarti bahwa ia secara praktis telah berjanji bahwa mulai sekarang ia akan menilai dengan tepat pentingnya masalah kolonial,” ucap Ho Chi Minh dalam pidatonya yang terhimpun dalam Ho Chi Minh On Revolution: Selected Writings, 1920-66 suntingan Bernard B. Fall.

Referensi

Fall, Bernard B (ed.). (1967). Ho Chi Minh on Revolution: Selected Writings, 1920-66. New York: The New American Library.

Thanh, Hoai et al. (1962). Days with Ho Chi Minh. Hanoi: Foreign Languages Publishing House.

Morris, Virginia, & Hills, Clive A,. (2018). Ho Chi Minh’s Blueprint for Revolution: In the Words of Vietnamese Strategists and Operatives. North Carolina: McFarland & Company, Inc., Publishers.

J. Duiker, William. (2000). Ho Chi Minh: A Life. New York: Hyperion Books.

J. Duiker, William. (2018). The Communist Road to Power in Vietnam: Second Edition. New York: Routledge.

Sena Utama, Wildan. (2017). Konferensi Asia-Afrika 1955: Asal Usul Intelektual dan Warisannya bagi Gerakan Global Antiimperialisme. Tangerang Selatan: Marjin Kiri.

Quinn-Judge, Sophie. (2003). Ho Chi Minh: The Missing Years, 1919-1941. London: Hurst & Company Ltd,.

Chi Minh, Ho. (2003). “The Path Which Led Me to Leninism”. Diakses dari https://www.marxists.org/reference/archive/ho-chi-minh/works/1960/04/x01.htm.

Share:

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on pinterest
Pinterest
Share on linkedin
LinkedIn

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Related Posts