Perempuan Di Atas Kapal Bernama Laksamana Malahayati

Dia Perempuan Keumala

Alam semesta restui

Lahir jaya berjiwa baja

Laksamana Malahayati

Perempuan ksatria negeri

Penggalan lirik di atas bagian dari lagu berjudul Malahayati yang dipopulerkan oleh musisi Iwan Fals pada tahun 2010. Lagu tersebut sengaja dibuat untuk mengabadikan nama dan kisah hidup Laksamana Malahayati yang perkasa.

Oleh Agus Widi Astuti

Nama Laksamana Malahayati atau Keumalahayati menjadi bagian penting dalam perjalan sejarah Kerajaan Aceh Darussalam. Sebab dalam perjalanan hidupnya, Keumalahayati aktif dalam bidang militer dan politik, serta memiliki perjuangan dan peranan besar terhadap Kerajaan Aceh Darussalam.

Lahir pada masa kejayaan Aceh di akhir abad ke-15, Keumalahayati kelak menjadi seorang laksamana perempuan. Nama Keumala dalam Bahasa Aceh sendiri mempunyai makna sebuah batu yang indah dan bercahaya, banyak khasiatnya dan memiliki kesaktian. 

Kiprahnya di dunia politik dan militer tidak terlepas dari peran ayah dan kakeknya. Dalam buku Laksamana Keumalahayati yang ditulis oleh Saifullah, silsilah keluarga Keumalahayati berasal dari bangsawan Aceh yang masih dekat dengan keluarga kerajaan. Ayah Keumalahayati bernama Laksamana Mahmud Syah dan kakeknya dari garis keturunan ayahnya adalah Laksamana Muhammad Said Syah, putra dari Sultan Salahudin Syah yang memerintah sekitar tahun 1530-1539.

Layaknya pepatah “buah jatuh tak jauh dari pohonnya”, jiwa bahari dan semangat yang dimiliki Keumalahayati adalah buah dari sang Ayah dan kakeknya yang pernah menjadi laksamana angkatan laut pada masa itu. Meski seorang perempuan, sejak kecil Keumalahayati ingin menjadi pelaut atau laksamana bak ayah dan kakeknya. Oleh karenanya, untuk mendukung keinginannya, Keumalahayati memilih masuk di akademi angkatan bersenjata milik kesultanan yang bernama Mahad Baitul Maqdis.

Selama di akademi itu, kemampuan militer Keumalahayati terasah dan dari sana pula ia belajar tentang banyak hal dari para pengajarnya yang merupakan perwira dari Turki. Kesultanan Aceh Darussalam pada waktu itu mempunyai hubungan dalam bidang militer dengan Kesultanan Turki Utsmani. Di akademi ini, Keumalahayati bertemu dengan Tuanku Mahmuddin yang kemudian menjadi suaminya.

Sumber:https://kepustakaan-kowani.perpusnas.go.id/tokoh-wanita/keumalahayat.

Kisah perjuangan Keumalahayati berawal dari sebuah perang di perairan Selat Malaka, antara armada pasukan Portugis dengan Kesultanan Aceh yang dipimpin oleh Sultan Alaudin Riayat Syah al-Mukammil dan dibantu dua Laksamana. Dalam pertempuran sengit yang terjadi di Teluk Haru dan dimenangkan oleh armada Aceh, meski harus kehilangan dua laksamana dan ribuan prajurit. Salah satu laksamana yang tewas tersebut adalah suami Keumalahayati yang menjabat sebagai Komandan Protokol Istana Darud-Dunia. 

Mengetahui suaminya gugur di medan pertempuran, Keumalahayati pun akhirnya membulatkan tekad untuk menuntut balas dan meneruskan perjuangan suaminya.  Untuk memenuhi tujuannya itu, Keumalahayati meminta Sultan al-Mukammil untuk membentuk armada Aceh yang seluruh prajuritnya adalah janda dari suami yang gugur di Perang Teluk Haru. 

Dikutip dari buku Keumalahayati (2012), setelah permintaan tersebut disetujui, Keumalahayati memimpin pasukan yang diberi nama armada Inong Balee. Nama tersebut diambil dari Inong yang berarti Wanita dan Balee yang artinya janda. Awalnya, armada ini hanya berkekuatan 1000 orang, tetapi kemudian diperkuat menjadi 2000 orang. 

Keumalahayati melatih para prajurit wanita tersebut untuk menjadi pasukan Kesultanan Aceh yang tangguh. Bersama armadanya, Keumalahayati sering terlibat dalam beberapa pertempuran melawan Belanda maupun Portugis. Tidak hanya di Selat Malaka, tetapi juga di daerah pantai timur Sumatra dan Malaya.

Guna memperkuat posisi, Inong Bale juga membangun benteng di perbukitan dengan tembok dan Meriam yang moncongnya mengarah ke pintu teluk. Sementara pangkalan militer mereka terletak di Teluk Lamreh Krueng Raya.

Baca Juga :   Nestapa  Perempuan Cile di Tangan Jenderal Pinochet

Dalam buku Perempuan Keumala (2007) karangan Endang Moerdopo, digambarkan bahwa Keumalahayati mempunyai kemauan yang gigih dalam berjuang, sebab ia menganggap penjajah yang datang telah merugikan kerajaan. Pada suatu pertempuran sekitar tahun 1599, pasukan Inong Balee yang dipimpin Keumalahayati memenangkan pertempuran atas Belanda yang dipimpin Cornelis de Houtman.

Pada pertempuran itu, Keumalahayati berhadapan dengan Cornelis de Houtman di atas geladak kapal pada September 1599 dan berhasil membunuhnya. Cornelis de Houtman sendiri adalah salah satu pemimpin armada Belanda yang menginjakkan kaki di Banten pada 1586. 

Perjuangan Keumalahayati yang gigih dan berani melawan penjajah bersama Inong Balee harus usai pada tahun 1606. Pada saat itu, Keumalahayati bersama armadanya melawan Portugis di perairan Selat Malaka yang membuatnya gugur.

Berkat jerih payahnya melawan penjajah, keteladanan dan kearifan dalam sejarah perjalanan hidupnya Laksamana Keumalahayati dinyatakan sebagai pahlawan nasional secara resmi pada 6 November 2017 di masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo.

Referensi

Saifullah, Laksamana Keumalahayati, Banda Aceh: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional, 2012

Endang Moerdopo, Laksamana Malahayati: Sang Perempuan Keumala, Jakarta:Grasindo, 20018.

Eka Nasha Putri Dewi Yani, dkk., Menganalisis Karakter Laksamana Malahayati dalam Novel Sang Perempuan Keumala, Jurnal Krinok Vol. 1 No. 1 April 2022.

Share:

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on pinterest
Pinterest
Share on linkedin
LinkedIn

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Related Posts