Pengaruh Budaya Tiongkok terhadap Kebudayaan Jepang

Pernahkah kita sejenak berpikir bahwa negara-negara di Asia Timur memiliki kebudayaan yang mirip satu dengan lainnya, entah itu Tiongkok, Korea, bahkan Jepang? Tentu di balik dari kenyataan itu, pasti terdapat sebuah alasan dan sebab yang melatarbelakangi kemiripan budaya di dalam ketiga negara tersebut yang saling berkaitan dan bersumber pada satu wilayah yang memiliki sumber peradaban terbesar menyaingi Yunani, Mesopotamia, bahkan Nil atau Mesir Kuno sekalipun yaitu Tiongkok.


Oleh Haris Norfaizi

Kejayaan Dinasti Tang

Tiongkok mengalami berbagai macam dinamika politik dalam perjalanan sejarah sehingga  ditemukan suatu titik keemasan dari peradaban. Salah satunya adalah dinamika perkembangan budaya-budaya yang melaju pesat menghasilkan suatu produk atau pemahaman baru.

Dinasti Tang yang meneruskan kebudayaan sebelumnya berupa keramik, batu giok, ditambah saat itu baru saja dibuka Jalur Sutra yang menghubungkan daratan Tiongkok dengan negeri-negeri lainnya serta komoditas emas dan perak yang diedarkan ke luar Tang semakin menguatkan perekonomian Tang saat itu.

Selain  kekuatan ekonomi, wilayah Dinasti Tang yang luasnya hampir menyamai luas Dinasti Han memiliki penduduk yang banyak. Dari sanalah, Dinasti Tang memperoleh pasukan militer dari kebijakan wajib militernya ditambah pada masa dinasti ini seleksi terhadap pejabat pemerintahan dan militer dilakukan secara ketat sehingga yang dapat mengisi hanyalah golongan cendekiawan yang dinyatakan lulus ujian seleksi kekaisaran.

Paduan kesuksesan ekonomi dengan golongan cendekiawan menghasilkan pembangunan-pembangunan dalam negeri yang begitu masif terutama di ibukota Chang An. Salah satunya muncul ciri khas bangunan dari Dinasti Tang dan pesatnya ajaran Konfusianisme dan Buddhisme akibat pengaruh dari golongan cendekiawan yang mempelajari aliran tersebut. Selain itu, Dinasti Tang mempunyai karakter khusus yaitu ramah serta terbuka terhadap orang luar, yang mana hal itu sangat jarang ditemukan di dinasti-dinasti Tiongkok.

Negeri-negeri dari seluruh dunia mengirim diplomat dan golongan cendekiawannya untuk mempelajari kebudayaan Tiongkok. Dinasti Tang juga menerima pertukaran ekonomi dan pertukaran religius sehingga lebih dari 400 negara telah mengirim persembahan kepada kaisar Tang dan lebih dari 100.000 orang asing pernah tinggal di Chang An.

Kentoshi; Pengaruh Budaya Tiongkok terhadap Jepang?

Kentoshi merupakan misi formal yang diselenggarakan oleh Istana Kekaisaran pada awal Zaman Nara menuju Chang An yang merupakan ibukota dari Dinasti Tang. Misi ini bertujuan untuk perdagangan dan untuk mempelajari, mengadaptasi, dan mengadopsi teknologi Tang, sistem hukum, sistem politik, dan sejenisnya.

Misi tersebut mewakili elemen utama dari keterlibatan Jepang dalam perdagangan dan pertukaran Jalur Sutra yang mana ide dan objek yang tak terhitung jumlahnya diperoleh, dan yang berkontribusi pada banyak perkembangan mendalam dengan membawa para cendekiawan Jepang untuk mempelajarinya selama lebih kurang 30 tahun menetap.

Rute Misi Kentoshi dari Jepang

Sebelumnya, kebudayaan Tiongkok bukanlah yang pertama kalinya masuk ke Jepang pada masa Dinasti Tang. Sebuah konflik yang disebabkan oleh ekspansi Tiongkok pada masa Jomon sekitar 400 SM menyebabkan migrasi massal ke Jepang. Para migran ini terutama berasal dari Semenanjung Korea dan Tiongkok Selatan yang membawa tembikar, perunggu, besi, dan teknik pengerjaan logam yang membantu meningkatkan peralatan pertanian dan persenjataan yang sudah ada sebelumnya. Pengaruh Tiongkok sebagian besar datang melalui laut, tetapi juga melalui Korea.

Misi Kentoshi ini bertujuan sebagai sebuah pengakuan politik Jepang terhadap Tiongkok saat itu demi mencapai hubungan dagang yang stabil antara kedua negara. Perjalanan misi yang sering dilakukan mengakibatkan timbulnya pertukaran budaya yang kemudian menjadi sebuah misi mempelajari budaya dan sistem pemerintahan Dinasti Tang yang nantinya akan diterapkan di ibukota baru yaitu Nara. Kaisarina Genmei berusaha menjadikan Nara seperti pesatnya kondisi di Chang An.

Baca Juga :   Sejarah Pendudukan Jepang di Indonesia dalam Buku Pelajaran Sejarah di Jepang

Tak hanya pengaruh dari budaya, Buddha, kembalinya para cendekiawan yang diutus ke Tang membawa pengaruh agama. Gelombang Kentoshi yang pertama mendirikan sekte Buddha Tendai yang terakhir mendirikan sekte Shingon dan kemudian menjadi salah satu cendekiawan paling terkemuka di Jepang. Masing-masing golongan kembali dan mendirikan sekte barunya di Jepang.

Keberhasilan misi Kentoshi ke Tang ini ditunjukkan oleh banyaknya pengetahuan yang mereka sebarkan ke Jepang. Akibatnya, Jepang memiliki setidaknya 1700 naskah dari Tang termasuk risalah Konfusianisme tentang pemerintahan dan harmoni sosial, karya sejarah, puisi, ramalan, dan pengobatan. Namun, penting untuk diingat bahwa Jepang tidak meminjam institusi atau praktik China tanpa pandang bulu; sebaliknya, mereka berusaha untuk mengasimilasi apa yang mereka anggap berguna ke dalam masyarakat mereka sendiri.

Pada abad ke-7, cendekiawan yang diutus serta bangsawan Jepang mulai belajar bahasa Mandarin dengan cara membaca dan menulis untuk tujuan bisnis. Berujung kepada adaptasi karakter Tiongkok dikatakan menantang, tetapi hasilnya memungkinkan Jepang untuk membangun birokrasi pemerintahannya.

Selain itu, pengenalan bahasa Mandarin ke dalam bahasa Jepang memperluas akses bahasa Jepang ke teks pendidikan tentang berbagai mata pelajaran, seperti Sains, Agama, Seni, dan Filsafat. Akibatnya, ketika para utusan Jepang mulai menguasai bahasa Mandarin, mereka dapat melakukan perjalanan ke Tiongkok dan terus belajar tentang bahasa dan budayanya.

Misi ini berakhir seiring kemunduran Dinasti Tang pada abad ke-9 dengan satu misi saja. Sebenarnya terdapat dua misi yang ingin dilakukan oleh Jepang, tetapi terdapat pertentangan dari duta besar saat itu, Sugawara no Michizane. Pertentangan ini timbul dikarenakan kondisi Tang yang tidak stabil dan Jepang merasa tidak perlu untuk mengimpor budaya Tang atau melakukan diplomasi dengan tetangganya.

sebagai akibatnya, pedagang swasta datang ke Jepang dalam jumlah yang semakin banyak dan membawa banyak barang yang diperoleh elit istana melalui misi ini. Budaya Dinasti Tang yang telah melebur di Jepang ini kemudian dikembangkan hingga menuju puncak keemasannya pada Zaman Heian dan lama-kelamaan melekat kepada kemasyarakatan di Jepang sampai sekarang.

Pengaruh budaya Jepang terlihat pada aspek militer, kebudayaan, perekonomian, serta keterbukaan Dinasti Tang dan Zaman Nara yang menginginkan kesuksesan tersebut diterapkan secara serupa di Jepang melalui misi diplomasinya yaitu Kentoshi. Budaya Tiongkok membawa perubahan yang signifikan pada kondisi Jepang dengan disebarluaskannya pemahaman birokrasi, agama, dan budaya Tiongkok yang diusung utusan Kentoshi sehingga Jepang berhasil serupa dengan Tiongkok saat itu. Kemudian, pada Zaman Heian hal ini semakin dikembangkan hingga menuju puncak keemasannya dan melekat pada masyarakat Jepang sampai sekarang.

Referensi

Richey, J. L. (Ed.). (2015). Daoism in Japan: Chinese traditions and their influence on Japanese religious culture. Routledge.

Titiev, M. (1954). Chinese Elements in Japanese Culture (Vol. 16). Australian National University.

Beasley, W. G. (2000). The Japanese Experience: a short history of Japan. Univ of California Press.

Shwalb, D. W., Nakazawa, J., Yamamoto, T., & Hyun, J. H. (2004). Fathering in Japanese, Chinese, and Korean cultures. The role of the father in child development, 146-181.

Borgen, R. (1982). The Japanese Mission to China, 801-806. Monumenta Nipponica, 37(1), 1-28.

Share:

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on pinterest
Pinterest
Share on linkedin
LinkedIn

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Related Posts