Pelopor Penerjemahan Al-Quran ke dalam Bahasa Indonesia, Syekh Abdurrauf As-Singkili

Tidak dapat disangkal bahwa julukan “Serambi Mekkah” sangat tepat disematkan kepada Aceh. Pasalnya, daerah yang terkenal dengan Tari Saman itu memang pernah menjadi salah satu gerbang utama masuk dan menyebarnya Islam di Indonesia. Tidak heran apabila begitu banyak ulama-ulama nusantara yang lahir di Aceh dengan karya-karya yang bahkan menjadi rujukan keilmuan Islam di dunia.

Oleh Abil Arqam

Salah satu ulama asal Aceh yang punya andil besar dalam sejarah perkembangan Islam di Indonesia ialah Syekh Abdurrauf As-Singkil.  Karya magnum opus berjudul Tarjumān al-Mustafīd digadang-gadang sebagai terjemahan Al-Quran berbahasa melayu atau Indonesia pertama. Sesuai dengan namanya, Syekh Abdurrauf As-Singkil lahir di sebuah desa bernama Singkil, yang terletak di pesisir barat laut Aceh. Terdapat perdebatan di kalangan sejarawan terkait dengan tahun kelahirannya. Seorang peneliti sejarah sekaligus pejabat tinggi Hindia Belanda, D.A. Rinkes, menyebutkan bahwa Syekh Abdurrauf As-Singkili lahir pada tahun 1024 H/1615 M. Pendapat lain mengatakan bahwa ia lahir pada 1001 H/1593 M, seperti yang dikemukakan Harun Nasution.

Syekh Abdurrauf As-Singkil merupakan putra dari seorang ulama sekaligus pemimpin dayah (pondok pesantren tradisional di Aceh) di Desa Suro, Aceh Singkil  bernama Syekh Ali Al-Fansuri. Selama hidupnya, ia telah melanglang buana untuk bersafari menuntut ilmu. Doha, Qatar, Yaman, Jeddah, Madinah, dan Mekkah adalah deretan kota yang pernah ia jamah untuk menimba berbagai disiplin ilmu. Ia pernah berguru secara langsung kepada Mursyid Tarekat Syattariyyah, Imam Ahmad Al-Qusyasyi dan menjadi salah satu penyebar tarekat tersebut di Aceh. Pengembaraannya dalam menuntut ilmu dijalankan selama kurang lebih 19 tahun.

Syekh Abdurrauf As-Singkili Source: Laduni.id 

Ketika kembali dari perantauan tersebut, ia diangkat menjadi Qadhi Al-Adil, yakni sebutan untuk pemangku hukum Islam di Kerajaan Aceh yang ketika itu dipimpin oleh seorang Sultanah Tajul Alam Shafiyatuddin. Syekh Abdurrauf kemudian dikenal dengan julukan Syiah Kuala. Hari ini, julukan tersebut diabadikan sebagai nama sebuah universitas negeri di Provinsi Aceh bernama Universitas Syiah Kuala.

Syekh Abdurrauf As-Singkil terkenal akan karya-karyanya di berbagai bidang seperti tafsir, hadits, tasawuf, fiqih, dan lain sebagainya. Diantara karya-karya tersebut ialah Syarh Lathîf ‘alâ Arba‘în Hadîtsan li Imâm al-Nawawî dan Mawâ‘iz al-Badî‘ah. Untuk hadis terdapat Tanbih al-Mâsyî al-Mansûb ila Tarîq al-Qusyâsyi dan ‘Umdah al-Muhtâjîn ilâ Sulûk Maslak al Mufarridîn. Dalam tasawuf Mir‘âh al-Thullâb fî Tashîl Ma‘rifah al-Ahkâm Syar‘iyyah li Mâlik al-Wahhâb. Dalam fiqih, dan al-Qurān al-Karīm wa Bihāmiȿihi Tarjumān al-Mustafīd dalam bidang tafsir yang sekaligus menjadi magnum opusnya.

Tarjumān al-Mustafīd adalah sebuah kitab terjemahan Al-Quran ke dalam Bahasa Melayu. Karyanya ini menjadikan Syekh Abdurrauf As-Singkil sebagai orang yang pertama kali menerjemahkan Al-Quran ke dalam bahasa Melayu. Ia menggunakan bahasa tersebut karena ketika itu bahasa ini menjadi lingua franca di tanah nusantara. Dapat juga dikatakan bahwa karyanya ini adalah terjemahan Al-Quran pertama ke dalam Bahasa Indonesia karena pada dasarnya bahasa Indonesia yang kita gunakan hari ini sumbernya bahasa Melayu.

Syekh Abdurrauf As-Singkil menggunakan aksara Arab Melayu dalam melakukan penerjemahan tersebut. Hal ini dikarenakan ketika itu orang-orang belum menggunakan abjad alfabet dalam berkomunikasi secara tulisan. Pengaruh kebudayaan Islam yang berkembang di tanah nusantara, menjadikan orang-orang kala itu berkomunikasi dengan bahasa Melayu yang diarabkan penulisannya.

Kitab Tarjumān al-Mustafīd sangat populer ketika itu. Penyebarannya tidak hanya di daratan Indonesia. Tarjumān al-Mustafīd juga tersebar di berbagai negara. Hal tersebut terbukti dari berbagai edisi cetakan yang terbit di negara-negara lain seperti Singapura, Malaysia, India, Turki, dan Mesir. Di Indonesia, tidak ditemukan kitab terjemahan Al-Quran berbahasa Indonesia selain Tarjumān al-Mustafīd hingga pada tahun 1922, Mahmud Yunus menulis Tafsir Quran Karim dengan bahasa Indonesia. 

Dalam menulis kitab tersebut, Syekh Abdurrauf As-Singkil merujuk kepada dua Kitab Anwar Al-Tanzil wa Asrar Al-Ta’wil karya Imam Al-Baidhowi dan Kitab Lubāb al-Ta’wīl fī Ma’āni al- Tanzīl karya Imam Abu Hasan Al-Baghdadi. Beberapa sejarawan kemudian beranggapan bahwa Kitab Tarjumān al-Mustafīd hanyalah terjemahan dari kitab Tafsir Al-Baidhowi.

Baca Juga :   Penghormatan Terhadap Aliarcham, Sang Pejuang Anti Kolonial

Penulisan kitab monumentalnya ini dianggap juga memiliki unsur politis. Kala itu Syekh Abdurrauf As-Singkil menjabat sebagai Mufti atau Qadhi Adil dalam pemerintahan Kerajaan Aceh, sehingga kitab ini dijadikan sebagai rujukan terjemahan Al-Quran resmi dari pemerintahan. Ini sama halnya dengan terjemahan Al-Quran dari Kementerian Agama Indonesia yang hari ini digunakan oleh Umat Islam Indonesia.

Walaupun memiliki segudang prestasi, Ulama Nusantara satu ini ini tetap tidak terlepas dari berbagai kontroversi. Pasalnya, Ia dan beberapa Ulama Aceh yang berpaham Wujudiyyah dan Hulul seperti Hamzah Al-Fansuri dan Syamsuddin Al-Sumatrani dikecam oleh Syekh Nuruddin Ar-Raniri yang juga memiliki posisi penting dalam penyebaran Islam di tanah Aceh. Syekh Nuruddin Ar-Raniri (yang namanya juga diabadikan sebagai nama sebuah universitas di Aceh, UIN Ar-Raniry) menyatakan bahwa paham semacam itu ialah paham yang sesat dan cenderung mengarah kepada kemurtadan dari Agama Islam.

Syaikh Abdurrauf As-Singkili wafat pada usia 73 tahun, yakni pada 1105 H/1693 M. Beberapa pendapat lain mengatakan bahwa ia meninggal pada 1001 H/1690 M. Ia wafat pada masa pemerintahan seorang sultanah juga, yaitu Sri Ratu Keumalatuddin Syah.

Perihal letak makamnya, hingga hari ini juga masih menjadi perdebatan. Hal ini dikarenakan terdapat dua makam yang sama-sama diklaim sebagai makam dari Syekh Abdurrauf As-Singkili di tepi Sungai Kuala di desa Kilangan, Aceh Singkil dan di desa Syiah Kuala, Banda Aceh. Sepeninggalnya, ia melahirkan banyak karya tulis dan juga corak baru dalam pendidikan sufistik di Aceh. Banyak dari metodologi tarekat dan tasawuf(doa-doa dan zikir) yang merujuk kepada ajaran Syekh Abdurrauf As-Singkili. Ia kemudian juga dinobatkan sebagai orang yang mempelopori penerjemahan Al-Quran ke dalam Bahasa Indonesia.

Referensi

Kurdi, Muliadi, (20107), Abdurrauf As-Singkili: Mufti Besar Aceh Pelopor Tarekat Syattarryah di Dunia Melayu, Aceh: Naskah Aceh

Muhammad, Ismail (2019) Analisi Isi Kitab al-Qurān al-Karīm wa Bihāmiȿihi Tarjumān al-Mustafīd, Banda Aceh: Al-Mua’shirah Vol.16 No. 1

Rahman, Arivaie (2018) Tafsir Tarjuman Al-Mustafid Karya ‘Abd Al-Rauf Al-Fanshuri, Yogyakarta: Miqot Vol. XLII No. 1 

Tradisi Suluk dan Tarekat di Aceh Singkil source: Atjehwatch

Naskah Tarjuman Al-Mustafid Source: Nu-Online

Share:

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on pinterest
Pinterest
Share on linkedin
LinkedIn

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Related Posts