Orang Minang dan Dunia Diplomasi Indonesia Masa Revolusi

Masa revolusi merupakan salah satu periode paling menentukan dalam perjalanan sejarah Indonesia. Pada masa ini, bangsa Indonesia sedang berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan dari rongrongan Kolonial Belanda yang ingin menancapkan kembali kukunya. Sejarawan nasional, Sartono Kartodirdjo menamakan masa revolusi Indonesia dengan zaman gegeran, karena terjadi konflik antargolongan dan pemberontakan massa pada tatanan yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Konflik-konflik tersebut terjadi akibat adanya dorongan perebutan kekuasaan yang muncul dari dasar ideologi yang saling bertentangan. 

Oleh Aisyah Nurhaniza

Diplomasi Masa Revolusi

Perjuangan masa revolusi tidak hanya mengandalkan perjuangan fisik saja, tetapi juga melalui jalur diplomasi. Perjuangan fisik menimbulkan banyak korban jiwa dan kerugian secara materil, sementara itu perjuangan diplomasi membutuhkan kecakapan berfikir serta berbicara yang mumpuni. Hal ini sangat diperlukan, karena diplomasi merupakan upaya memperjuangkan kepentingan nasional di dalam masyarakat Internasional. Sehingga, tidak semua orang dapat melakukannya, hanya mereka yang terpilih saja yang bisa melakukan semua itu. 

Perjuangan melalui jalur diplomasi ini dilakukan dengan mengadakan pertemuan-pertemuan penting antara pemimpin Pemerintah Kolonial Belanda dengan Pemerintah Indonesia yang ditengahi oleh pihak ketiga. Hasil dari pertemuan tersebut akan tercipta perjanjian-perjanjian penting antar kedua negara untuk menyelesaikan konflik. Beberapa perjanjian yang pernah dibuat antara Belanda dan Indonesia yakni Perjanjian Linggarjati, Perjanjian Renville dan Perjanjian KMB. Namun sayangnya, tidak semua usaha tersebut menemui hasil yang sempurna. Sebab beberapa kali salah satu pihak melanggar kesepakatan yang telah ditetapkan sebelumnya. Hal ini tentu saja dapat menimbulkan konflik baru yang tidak berkesudahan. 

Delegasi Indonesia di Sidang Dewan Keamanan PBB 1947
 Sumber: Times.id

Selama lebih kurang lima tahun perjuangan para diplomat dalam upaya mempertahankan kemerdekaan Indonesia, akhirnya mencapai titik puncak pada tahun 1949 yang ditandai dengan pengakuan kedaulatan secara penuh oleh Belanda kepada Indonesia. Semua ini tidak terlepas dari perjuangan para diplomat Indonesia di dunia Internasional dalam meyakinkan negara-negara lainnya untuk dapat mengakui kemerdekaan Indonesia secara de facto dan de jure.  Diplomat-diplomat yang sangat berjasa tersebut ialah Moh. Hatta, H. Agus Salim, Sutan Sjahrir, Soedjatmoko, Charles Tambu dan Nazir Sutan Pamuncak. Beberapa dari diplomat tersebut merupakan orang Minang. 

Peran Orang Minang dalam Dunia Diplomasi Indonesia

Etnis Minangkabau dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia memiliki peran yang sangat penting. Peran tersebut terjadi, terutama pada masa penjajahan Kolonial Belanda dan kemerdekaan Indonesia. Banyak tokoh-tokoh asal Minangkabau memiliki pengaruh yang kuat di pentas nasional dalam upaya perjuangan untuk mencapai kemerdekaan. Mereka berjuang dari dua sektor, yakni perjuangan fisik dan perjuangan melalui diplomasi. Memasuki awal Abad XX, para tokoh dari Minang lebih banyak berjuang melalui tulisan, pikiran dan perkataan alias berdiplomasi. Hal ini terjadi karena, banyak dari mereka mendapatkan pendidikan hingga ke jenjang perguruan tinggi, di dalam maupun di luar negeri yang akan memengaruhi pola pikir mereka dalam berjuang. 

Perjuangan orang Minang melalui jalur diplomasi, terutama pada masa revolusi sangat berpengaruh. Terlihat dari peran beberapa tokoh seperti H. Agus Salim dan Nazir Sutan Pamuncak yang melakukan lawatan ke Timur Tengah dalam rangka menjalin hubungan dengan negara-negara Arab. Hal ini mereka lakukan untuk menghimpun pengakuan kedaulatan atas kemerdekaan serta mencari dukungan kepada Indonesia dalam menghadapi sidang Dewan Keamanan PBB. Perjuangan panjang mereka membuahkan hasil dengan adanya pengakuan kemerdekaan dari negara Mesir, Suriah, Lebanon, Arab Saudi dan Yaman. 

Baca Juga :   Sang Raja Mutiara dari Pulau Pala Bernama Syekh Said Baadilla

Selain H. Agus Salim dan Nazir Sutan Pamuncak, ada juga Sutan Sjahrir yang memiliki peran tidak kalah pentingnya dari mereka. Peran Sjahrir yang paling menonjol ketika mewakili Indonesia dalam menghadapi sidang Dewan Keamanan PBB tahun 1947. Beliau bertindak sebagai salah satu delegasi Indonesia yang berbicara dalam forum Internasional tersebut. Pada saat sidang Dewan Keamanan, terjadi perdebatan sengit antara pihak Indonesia dengan pihak Belanda. Namun dengan pidato dan pernyataan yang disampaikan oleh Sjahrir maupun H. Agus Salim dapat meraih kembali kepercayaan dunia Internasional yang sebelumnya lebih percaya kepada pernyataan Belanda. Hingga akhirnya PBB menyetujui pembentukan Komisi Tiga Negara (KTN) untuk penyelesaian konflik Indonesia-Belanda. Selain mereka bertiga, masih banyak tokoh Minang lainnya yang memiliki peran penting dalam dunia diplomasi Indonesia. 

Alasan Orang Minang Hebat dalam Berdiplomasi

Kehebatan orang Minang dalam berdiplomasi memang tidak diragukan lagi. Bahkan Menlu RI, Retno Marsudi dalam sebuah kuliah umum di Universitas Andalas pada tanggal 2 Februari 2019 mengatakan “Mulai dari sejak merdeka hingga sekarang banyak orang awak yang jadi diplomat, artinya jejak orang Minang dalam diplomasi Indonesia sudah tidak asing lagi”. Pengakuan tersebut semakin memperkuat argumen mengenai kehebatan orang Minang dalam diplomasi Indonesia. Kemampuan berdiplomasi orang Minang tidak ada begitu saja, tetapi melalui proses yang panjang sejak mereka kecil. 

Rahasia kesuksesan orang Minangkabau menjadi diplomat dimungkinkan oleh beberapa nilai budaya dan prinsip hidup orang Minangkabau serta keahlian mereka dalam bersilat lidah (tongue fu) yang tersedia melalui kekayaan linguistik bahasa ibu mereka. Kecakapan berbicara dan kata-kata kata adalah kunci di dunia diplomasi, bukan bedil atau senjata. Budayawan Minangkabau Musra Dahrizal mengatakan, kepiawaian orang Minang dalam mengolah kata-kata bermula dari surau. Di sana, pidato adat diajarkan, selain mengaji dan bersilat tentunya. “Silat kata adalah anatomi pidato (batang tubuh pidato). Kalau tidak paham dengan batang tubuh pidato, maka kadang pidato tidak masuk akal, dan menjemukan. Kata kunci silat kata adalah alur terukur dan runut,”. Berkata-kata adalah langgam orang minang. Ditempa di lapau (warung) dan surau. Lalu terasah saat berjualan di pasar-pasar tradisional dan bergerak ke arah diplomasi dalam bentuk yang lebih elegan.

Secara tidak langsung, terdapat peran dua lembaga non-formal dalam membentuk karakter dan kepribadian orang Minang yakni Surau dan Lapau. Surau merupakan tempat anak-anak Minang beribadah dan berkumpul untuk mempelajari berbagai pengetahuan dan keterampilan. Sementara itu, Lapau merupakan tempat kaum laki-laki Minang berkumpul, menghabiskan waktu dan memperbincangkan berbagai persoalan, mulai dari hal yang sifatnya menghibur hingga politik tingkat tinggi sambil minum kopi dan teh atau sambil main domino, koa atau remi. Jadi melalui lapau inilah, kemampuan berbicara orang Minang terasah. 

Referensi

Edward Bot, SEJARAH LAPAU DI MINANGKABAU, https://www.academia.edu/16958935/SEJARAH_LAPAU_DI_MINANGKABAU

Julianto Ibrahim, Dinamika Sosial dan Politik Masa Revolusi Indonesia, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2014. 

Ringgo Rahata, Perjuangan Diplomasi Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia, Singkawang: PT Maraga Borneo Tarigas, 2019. 

Wildan Insan F dan Neni Nurmayanti H, “DIPLOMAT DARI NEGERI KATA-KATA (Diplomasi Haji Agus Salim pada Inter Asian Relation Conference dan Komisi Tiga Negara)”, dalam HISTORIA: Jurnal Pendidik dan Peneliti Sejarah, 2(2), 111-124. 

Yose Hendra, ‘Demokrasi Lapau’ Kunci Orang Minang Pandai Berdiplomasi” dalam website https://padangkita.com/demokrasi-lapau-kunci-orang-minang-pandai-berdiplomasi/ diakses pada tanggal 9 November 2022 pukul 19.50 WIB.

Share:

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on pinterest
Pinterest
Share on linkedin
LinkedIn

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Related Posts