Masuknya Sepak Bola ke Hindia-Belanda

Masuknya Sepak Bola ke Hindia-Belanda

Indonesia tidak bisa dilepaskan dari olahraga sepak bola. Sepak bola sudah menjadi semacam salah satu bagian hidup dari masyarakat. Hal tersebut bisa dilihat dari fanatisme pendukung klub-klub sepak bola Indonesia yang rela untuk menonton tim kesayangannya apapun rintangannya. Mereka rela tidur di depan stadion, pergi menggunakan kapal laut yang memakan waktu berhari-hari, dan bahkan ada yang rela menggunakan sepeda hanya untuk mendukung tim kesayangannya bermain. Tidak hanya dalam mendukung klub kesayangan saja, mereka juga mendukung tim nasional sepak bola Indonesia meskipun jarang menorehkan prestasi. Berbagai macam aksi pernah dilakukan, mulai dari melakukan protes kepada PSSI akibat tidak pernah meraih prestasi sampai melakukan demo saat pemilihan ketua PSSI. Populernya olahraga sepak bola di Indonesia dipengaruhi oleh dibawanya olahraga tersebut ke Hindia Belanda saat masa penjajahan. Lalu bagaimana olahraga sepak bola dapat masuk ke Indonesia dan seperti apa perkembangan sepak bola di Indonesia dalam sudut pandang sejarah?

Oleh Muhammad Maulana Firdaus

Sepak bola merupakan olahraga yang lahir dan dipopulerkan di Inggris, tepatnya di Great Queen Street, London, pada tanggal 26 Oktober 1863. Masyarakat pecinta sepak bola di Inggris sepakat untuk membuat sebuah organisasi yang menaungi dan mengurus segala hal mengenai sepak bola dan organisasi tersebut dinamakan Football Association. Di Great Queen Street juga lah disepakati bahwa olahraga sepak bola merupakan olahraga yang dilakukan dengan kaki dan menggiring bola atau dribbling menggunakan kaki adalah ciri khas dari olahraga ini yang membedakannya dengan olahraga lain. Organisasi Induk Sepak Bola Inggris atau Football Association ini menjadi pelopor sepak bola modern karena mencetuskan aturan-aturan dalam bermain sepak bola yang masih dipakai hingga saat ini.

Masuknya Sepak Bola ke Hindia Belanda

Olahraga sepak bola yang populer di Inggris diyakini dapat masuk ke Indonesia (yang saat itu masih bernama Hindia Belanda) akibat adanya penyebaran budaya atau kebiasaan dari orang-orang Belanda yang tinggal di Indonesia pada masa penjajahan, baik itu masyarakat sipil ataupun tentara Belanda. Semenjak diberlakukannya undang-undang Agraria pada tahun 1870, tingkat perekonomian di Hindia Belanda berkembang dengan pesat. Undang-Undang Agraria yang disahkan oleh pemerintah kolonial Belanda memberikan peluang bagi berbagai perusahaan swasta untuk menanamkan modal usahanya dan mendirikan berbagai macam usaha di Hindia Belanda. Hal tersebut membuat banyak masyarakat yang hidup di Hindia Belanda, khususnya orang Belanda, bekerja untuk perusahaan tersebut. Tidak sedikit juga orang Belanda yang sebelumnya tinggal di negara asalnya pindah ke Hindia Belanda untuk bekerja di perusahaan swasta sebagai pegawai. Padatnya jadwal kerja (Senin hingga Jumat) membuat para pegawai yang bekerja di perusahaan swasta menjadikan olahraga sepak bola yang sedang populer di benua Eropa sebagai sarana hiburan untuk melepas beban pekerjaan dan pikiran, sekaligus sebagai sarana untuk tetap menjaga kondisi tubuh agar tetap sehat.

Pada awal kemunculannya, olahraga sepak bola hanya dimainkan oleh orang-orang Barat saja yang bekerja di perusahaan swasta. Seiring berjalannya waktu, orang-orang Tionghoa dan bumiputera mulai memainkan olahraga ini. Akan tetapi, tidak semua orang Tionghoa dan bumiputera dapat memainkan olahraga ini. Hanya orang Tionghoa dan bumiputera yang setara dengan orang-orang Belanda atau yang bekerja di perusahaan Belanda saja yang dapat memainkan olahraga sepak bola. Selain itu juga, olahraga sepak bola yang masih tergolong baru juga menjadikan olahraga ini belum banyak dimainkan oleh masyarakat Hindia Belanda. Sepak bola mulai dimainkan oleh masyarakat bumiputera ketika para serdadu Belanda memainkan olahraga ini di barak militer mereka. Orang-orang bumiputera yang menyaksikan para serdadu Belanda memainkan sepak bola di baraknya mulai tertarik untuk memainkannya juga sehingga mereka menyebarkan luaskan olahraga ini ke kalangan masyarakat bumiputera lainnya. 

Baca Juga :   Rona Sejarah dan Budaya Masyarakat Pesisir; Jejak Maritim di Lasem

Olahraga sepak bola yang pada awalnya hanya dijadikan sebagai sarana untuk melepas penat para pegawai pada akhirnya mulai mendapatkan perhatian. Puncaknya adalah dibentuknya klub sepak bola oleh orang-orang Belanda dengan nama Rood-Wit pada tahun 1893 sekaligus menjadi klub sepak bola pertama yang berdiri di Hindia Belanda. Dua tahun setelahnya, berdiri klub sepak bola dengan nama Victory. Berdirinya dua klub tersebut menjadi cikal bakal dibentuknya perkumpulan-perkumpulan sepak bola di Hindia Belanda pada masa mendatang, seperti Voetbalbond Indonesia Jacatra, Madioensche Voetbal Bond, dan lainnya dibawah naungan NIVB (Nederlandsche Indische Voetbal Bond).

Tropi N.I.V.B (Nederlandsch-Indische Voetbal Bond)
trofi kejuaraan Liga Sepakbola tertinggi di Hindia Belanda,
Trofi NIVB (Sumber: https://www.pulsk.com/276997/)

Berdirinya PSSI Sebagai Alat Perjuangan Bangsa

Adanya perbedaan hak dalam bermain sepak bola antara orang-orang Belanda dan bumiputera membuat beberapa tokoh besar di Surabaya mendirikan sebuah organisasi sepak bola yang menaungi klub-klub asli pribumi. Pada 27 Juni 1927, Indonesische Voetbal Bond berhasil didirikan oleh para tokoh tersebut, diantaranya adalah Mr. Soeroto dan Mr. R. T. Tjindarboemi. Tujuan didirikannya IVB selain menandingi organisasi sepak bola NIVB bentukan Belanda adalah untuk menyatukan pendirian, jurusan, dan kekuatan dalam memajukan sepak bola pribumi. Organisasi IVB ini juga merupakan cikal bakal organisasi PSSI yang nantinya juga menaungi klub-klub sepak bola Indonesia sekaligus menjadi pengurus sepak bola Indonesia. Sayangnya, IVB tidak dapat bertahan lama akibat pengaturan finansial yang buruk dan tingginya rasa egois antar anggota IVB.

Semenjak berdirinya organisasi Boedi Oetomo, usaha untuk lepas dari penjajahan kolonial bukan hanya menggunakan senjata saja. Para tokoh revolusi menilai bahwa dengan didirikannya organisasi, rasa patriotisme dan nasionalisme dapat disalurkan. Di lain sisi, pemerintah kolonial sudah mencurigai semua organisasi yang berbau perjuangan. Agar tetap memiliki sarana untuk menyalurkan semangat perjuangan dan persatuan, para pemuda memutuskan untuk membuat suatu organisasi olahraga. Berhubung sepak bola sedang populer pada saat itu, para pemuda sepakat untuk membuat organisasi Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia (nantinya berubah nama menjadi Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia) pada 19 April 1930 yang diprakarsai oleh Ir. Soeratin Sosrosoegondo.

Mengenal Soeratin Sosrosoegondo, Ketua Umum Pertama PSSI, Insinyur ...
Pengurus PSSI bersama Soeratin saat Kongres PSSI 1938 (Sumber: kompas.com)

Semenjak berdirinya PSSI, sepak bola pribumi berhasil mengalahkan kepopuleran sepak bola yang dimainkan oleh orang-orang Belanda dalam naungan organisasi NIVU. Pada tahun 1938, tim nasional sepak bola Hindia Belanda mengikuti kejuaraan dunia atau World Cup yang diselenggarakan di Perancis. Tim nasional sepak bola Hindia Belanda pada saat itu dihuni oleh campuran pemain Indonesia dan Belanda. 

Asia's World Cup Debutants: Dutch East Indies | Football | News |
Tim Sepak Bola Hindia Belanda yang berlaga pada Piala Dunia 1938 di Perancis (Sumber: the-afc.com)

Olimpiade Melbourne 1956

Era tahun 1950-an merupakan era keemasan dari sepak bola Indonesia setelah merdeka dari penjajahan. Tim nasional sepak bola Indonesia berlaga di kompetisi Asian Games I yang diadakan di New Delhi, India pada tahun 1950. Pada era ini juga, tim nasional sepak bola Indonesia ditakuti oleh lawan-lawannya karena hebatnya permainan sepak bola yang ditampilkan saat melawan negara-negara lain. Bahkan, tim nasional Indonesia dijuluki sebagai “Macan Asia” karena siap menerkam lawan-lawannya seperti macan. Pada tahun 1956, tim nasional sepak bola Indonesia berhasil berlaga di kompetisi olimpiade untuk pertama kalinya dibawah asuhan pelatih Toni Pogacnik. Hebatnya tim nasional Indonesia juga tidak lepas dari peran pelatih asal Yugoslavia itu. Sebelum Olimpiade Melbourne 1956, Toni Pogacnik menggembleng anak asuhnya dengan membawa mereka untuk tur ke Eropa Timur. Disana mereka bermain sebanyak 11 kali di Uni Soviet, negara yang juga menjadi penantang Indonesia di babak penyisihan grup Olimpiade Melbourne 1956.

Baca Juga :   Sepak Bola dan Perkembangan Geopolitik Modern
FOKUS LUIS MILLA: Awas! 5 Pelatih Kelas Dunia Pernah Gagal Melatih ...
Pelatih Tim Nasional Indonesia era 50-an, Toni Pogacnik (Sumber: bolalob.com)

Uni Soviet merupakan salah satu negara terkuat dari Eropa dalam urusan sepak bola. Tim sepak bola Uni Soviet juga diperkuat oleh salah satu pemain terbaik dunia yaitu Lev Yashin, yang juga peraih penghargaan pemain terbaik dunia pada tahun 1963. Pada babak penyisihan grup, secara mengejutkan Indonesia berhasil menahan imbang 0-0 Uni Soviet, meskipun kalah 4-0 pada laga ulang. Berlaganya Indonesia di olimpiade merupakan bukti besarnya peran dari Toni Pogacnik yang identik dengan taktiknya, yaitu mencari tahu kekuatan dan kelemahan lawan serta mengetahui bagaimana pola bermain lawan. 

Era keemasan Indonesia di kancah Asia dan dunia berakhir pada akhir era 1950-an. Skandal suap yang dilakukan oleh para pemain tim nasional Indonesia pada tahun 1962 yang dikenal sebagai “Skandal Senayan” membuat redup sinar persepakbolaan Indonesia. Faktor ekonomi lah yang membuat para pemain timnas Indonesia menerima suap. Akibat dari adanya skandal tersebut, tim nasional Indonesia gagal total pada pagelaran Asian Games IV 1962 sekaligus mengakhiri julukan “Macan Asia”.

Daftar Pustaka

Sumber Buku:

  1. Jusuf, Kadir. 1982. Sepak Bola Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Jakarta
  2. Palupi, S. A. (2004). Politik dan Sepakbola di Jawa, 1920-1942. Yogyakarta: Ombak.
  3. Sindhunata. 2002. Bola di Balik Bulan. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara

Sumber Skripsi dan Jurnal:

  1. Aji, R. B. (2013). Nasionalisme dalam Sepakbola Indonesia Tahun 1950-1965. Lembaran Sejarah vol. 10 No. 2, 135-148.
  2. Muafidin, S. U. (1998). Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia 1930-1942. Depok: Universitas Indonesia.
  3. Sarendra, T. L. (2012). Sarendra, Teguh L. 2012. PSSI di Masa Ali Sadikin (1977 – 1981): GALATAMA, Sebuah Era Baru Persepakbolaan Indonesia. Depok: Universitas Indonesia.

Share:

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on pinterest
Pinterest
Share on linkedin
LinkedIn

Related Posts