Keganasan Wabah Belalang di Afrika Tahun 1930-1934

Dalam lintasan sejarah, wabah belalang pernah menyerang Afrika.   Di zona Sahel, area perbatasan Gurun Sahara, tahun 1931-1932 dikenal dengan “Doa-Hiire” — yang berarti “Tahun Belalang” — karena wabah belalang menelan kematian 100.000 orang.

Oleh Ardhiatama Purnama Aji

Setidaknya, ada dua peristiwa yang tengah gempar di Afrika belakangan ini. Pertama, gelaran kompetisi sepakbola antar negara, Piala Afrika 2022 di Kamerun yang menyisakan Senegal sebagai pemenang. 

Kedua, virus Corona varian Omicron yang tengah melonjak di nyaris seantero dunia. Sebagaimana yang disadur dari Detik News, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pertama kali menerima laporan varian Omicron dari Afrika Selatan pada 24 November 2021. Varian tersebut mempunyai 50 mutasi, sedangkan varian Delta cuma mempunyai tujuh mutasi. Tak pelak, varian Omicron dinilai sangat berbeda dari varian lain.

Foto: Gerombolan belalang di Pelabuhan Beira, Afrika Timur Portugis—sekarang Mozambik (Sumber: De Sumatra Post, 25 Agustus 1934).

Di tengah lonjakan kasus Covid-19 berjenis Omicron, wabah belalang, yang telah menerpa sejumlah bagian benua Afrika beberapa waktu lalu, luput diperbincangkan. Padahal, wabah belalang bukanlah ihwal sepele bagi umat manusia. 

BBC News Indonesia mewartakan bahwa sejak Desember 2019 hingga Oktober 2020, 80 juta belalang menyerang tiap kilometer persegi di pedesaan Kenya. Jika seekor belalang bisa memakan dua gram vegetasi per hari, jumlah makanan yang diembat oleh 80 juta belalang setara dengan yang dikonsumsi 35.000 orang tiap hari.

Dalam lintasan sejarah, wabah belalang bukan sesuatu yang baru bagi benua Afrika. Ia bahkan menjelma katastrofe dan konon telah terjadi sejak masa kuno. Dalam artikelnya, “International Experimentation and Control of the Locust Plague” di Jurnal Les sciences hors d’Occident au XXe siecle Vol. 3 Tahun 1995, Antonio Buj menuturkan, sejarawan kuno seperti Herodotus, Pliny the Elder, Strabo, Titus Livius, dan Santo Agustinus turut mencatat tentang wabah belalang di Afrika. Bahkan merujuk Alkitab sekalipun, wabah belalang adalah tulah Tuhan kedelapan yang menyertai pembebasan umat Yahudi di Mesir.

Secara khusus, Antonio Buj mencurahkan perhatiannya kepada wabah belalang yang terjadi pada dekade 1930-1939. Sebab, pada kurun waktu itu, publikasi tentang wabah belalang membuncah sebanyak 1.992 buah. Dengan begitu, dekade 1930-1939 menghasilkan publikasi terbanyak dibanding dekade lain selama abad ke-20. 

Di zona Sahel, area perbatasan Gurun Sahara dari wilayah selatan yang lebih subur, tahun 1931-1932 bahkan dikenal dengan “Doa-Hiire”—yang berarti “Tahun Belalang”—karena wabah belalang menelan kematian 100.000 orang. Saking fenomenalnya, koran-koran Hindia Belanda turut mewartakan wabah belalang yang tengah mendera Afrika saat itu.

Surat kabar Soerabaijasch Handelsblad edisi 4 Juli 1930 menyebut kawanan belalang berhasil melumpuhkan dua kereta api di Maroko. Kawanan belalang itu terbang di ketinggian 3.500 meter. Mereka menghimpun diri secara massal hingga membentuk garis depan selebar 50 kilometer dan kedalaman 10 kilometer. 

Sekawanan belalang itu menjelma bencana nasional. Sebagaimana yang digambarkan dalam De Sumatra Post edisi 25 September 1930, mereka menyebabkan kekeringan dan berkurangnya vegetasi di negara-negara Afrika. Lantas, jutaan atau miliaran belalang akan terbang ke Eropa dari Aljazair, Mesir, Maroko, dan Suriah. 

Dilaporkan, banyak ladang habis dimakan sekawanan belalang di daerah Wiener-Neustad, Austria. Pun di Afrika Timur, seperti yang diwartakan De Koerier edisi 1 Oktober 1931, pasokan makanan penduduk setempat menjelma perhatian serius. Sebab, tanaman pertanian telah lenyap diembat belalang.

Hal yang lebih parah berlangsung di Afrika Selatan. Para petani menerima teror nyata belalang yang hinggap di ladang mereka. Berdasarkan Algemeen Handelsblad voor Nederlandsch-Indie edisi 3 Juli 1934, para petani tersebut mengalami kegagalan panen sekira 400.000 ton. Sekumpulan hewan seperti rusa dan zebra melarikan diri karena kekeringan akibat ulah belalang. 

Baca Juga :   Sejarah Afrika pada Masa Kerajaan dan Pengaruh Islam di Dalamnya

Belum lagi, sektor transportasi penerbangan Afrika Selatan terkena imbasnya. Sebuah alarm besar harus dibangun guna memperingatkan pesawat terbang akan datangnya segerombolan besar belalang. Bahkan, kawanan besar belalang itu menutup serta mengaburkan sinar matahari, dan akhirnya, membuat pesawat terjebak di dalamnya.

Area pertanian yang terdampak wabah pun tak main-main. Menurut laporan resmi yang dimuat De Locomotief edisi 11 Desember 1934, lahan pertanian seluas 195.000 kilometer persegi di Provinsi Cape, 33.360 kilometer persegi di Free State, dan 12.460 kilometer persegi di Transvaal telah diberangus belalang. 

Sialnya, setelah mati sekalipun, mereka masih saja merugikan. Di daerah Free State, bangkai-bangkai belalang tersangkut di roda-roda kereta. Tak pelak, kereta api memerlukan dua lokomotif agar bisa berjalan.

Hal mirip terjadi pula di Provinsi Cape. Bataviaasch Nieuwsblad edisi 18 Desember 1934 mengabarkan, kereta api dari daerah utara menuju Cape Town harus tertunda dua jam.  Penyebabnya adalah sekumpulan belalang yang hinggap dan menutupi rel sampai tebalnya enam inci. Saat kereta melintas, serangga-serangga itu tergilas dan membuat rel menjadi sangat licin, sehingga kereta api nyaris tak bergerak.

Sektor ekonomi pun tak luput dari efek membuncahnya wabah belalang. Kesulitan pertanian akibat wabah belalang membuat Afrika Selatan mengalami depresiasi nilai ekspor. Termaktub dalam De Locomotief edisi 10 Agustus 1936, nilai ekspor awalnya mencapai 95 juta pound (sekitar 7,2 milyar pound atau 139 triliun rupiah sekarang) pada 1933. 

Pada 1934, nilai ekspor terdepresiasi menjadi 81 juta pound (6,2 juta pound atau 119 triliun rupiah sekarang). Namun, kesulitan pertanian tersebut dapat diatasi secara bertahap lewat bantuan pemerintah. Sehingga nilai ekspor meningkat kembali tahun 1935 menjadi 102 juta pound, setara dengan 7,7 milyar pound atau 149 triliun rupiah pada saat ini.

Daftar Pustaka

Algemeen Handelsblad voor Nederlandsch-Indie, 3 Juli 1934

Bataviaasch Nieuwsblad, 18 Desember 1934

Buj, Antonio. 1995. “International Experimentation and Control of the Locust Plague”. Jurnal Les sciences hors d’Occident au XXe siecle. Volume 3

De Koerier, 1 Oktober 1931

De Locomotief, 11 Desember 1934 dan 10 Agustus 1936

De Sumatra Post, 25 September 1930

Detik News. 15 Desember 2021. Seperti Apa dan Bagaimana Asal Muasal Varian Omicron? Newsdetik.com: https://news.detik.com/bbc-world/d-5856889/seperti-apa-dan-bagaimana-asal-muasal-varian-omicron/ (dialses pada 12 Maret 2022)

Njagi, David. 12 Oktober 2020. Memahami yang terjadi di balik wabah belalang terburuk pada 2020. BBC.com: https://www.bbc.com/indonesia/majalah-54505284 (diakses pada 12 Maret 2022)

Soerabaijasch Handelsblad, 4 Juli 1930

Share:

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on pinterest
Pinterest
Share on linkedin
LinkedIn

Related Posts