Jabir Al-Battani: Antara Trigonometri dan Tahun Matahari

Masyarakat Islam tidak hanya menekuni ilmu agama tetapi juga berbagai disiplin ilmu lain. Periode Umayyah I, Abbasiyah, dan Umayyah II yang disebut the golden era bagi peradaban Islam karena perkembangan ilmu pengetahuan sangatlah pesat. Kitab-kitab yang masyhur dan terkenal saat ini juga banyak lahir pada periode ini, seperti Al-Muwaththa’ karya Imam Malik dan banyak lainnya. Lahirnya pemikir teori aljabar, trigonometri, pesawat terbang, hingga tata surya juga ada di zaman ini. Salah satu tokohnya adalah Al-Battani yang identik dengan disiplin ilmu Matematika dan Astronomi. Beliau menghasilkan temuan-temuan penting semasa hidupnya, diantaranya perhitungan jumlah hari dalam satu tahun matahari dengan kaidah trigonometri. Teori dan penemuan beliau menyanggah penemuan  Ptolemaeus dan menjadi dasar penelitian di zaman berikutnya.

Oleh Siti Latifatus Sholikhah

Al-Battani lahir dengan nama Abu Abdullah Muhammad bin Jabir bin San’an Al-Harrani Arraqi Ash-Sha’ibi. Al-Harran merupakan nisbat daerah dimana beliau dilahirkan pada tahun 858 M. Sementara Al-Battani juga merupakan nisbat daerah asal beliau. Lebih detailnya, beliau dilahirkan di kota Battan, Harran. Sebuah daerah di barat daya Irak dari seorang ayah Bernama Jabir bin San’an yang merupakan guru Matematika dan Astronomi pertamanya. Berdasarkan riwayat tersebut, Al-Battani lahir dan tumbuh di lingkungan terpelajar yang dekat dengan ilmu. Hal ini yang menyebabkan sejak usia dini beliau mulai tertarik dengan ilmu,  ditambah lagi dukungan orang tua dan lingkungan yang kondusif. 

Bangsa barat menyebut beliau dengan nama Albategnius atau Albetenius. Beliau sering disebut sebagai “Ptolemaeus Arab” karena kemiripannya dengan tokoh tersebut. Beliau nantinya juga mengoreksi pendapat Ptolemaeus di beberapa sisi. Pada akhir abad ke sembilan, beliau hijrah ke Samarra untuk bekerja. Di kota inilah beliau berpulang pada tahun 929 M. Pemikiran beliau tertuang dalam beberapa kitab yakni Az-Zij Ash-Shabi’ yang berpengaruh besar pada perkembangan astronomi Eropa dan Syarh Al-Malakat Al-Arba’I li Batlamius yang berisi kritik pada pemikiran Ptolemaeus.

Observatorium Raqqa 

Pemerintahan Abbasiyah dipegang oleh Al-Ma’mun sebagai khalifah kelima membawa kemajuan pesat dalam ilmu pengetahuan. Penerjemahan yang masif diikuti dengan pembangunan perpustakaan dan perluasan fungsi fasilitas umum. Perpustakaan terbuka luas bagi seluruh kalangan dan rumah sakit turut menjadi tempat belajar, lebih tepatnya untuk praktikum. Praktikum berbagai disiplin ilmu dilakukan di sebuah tempat yang disebut observatorium. Observatorium bisa dipadankan dengan ar-rashd atau daar ar-rashd yang berarti tempat melakukan pengamatan. Oleh karena itu, dapat ditarik pemahaman bahwa observatorium ini merupakan tempat praktikum ilmiah atau menyerupai laboratorium pada masa kini.

Sumber: https://mmc.tirto.id/image/otf/500×0/2017/05/31/Al-Battani-IST_ratio-16×9.jpg

Daerah Raqqa bukan tanpa alasan dipilih khalifah Ma’mun untuk dibangun observatorium. Berawal dari Jabir Al-Battani yang menetap di Raqqa untuk melanjutkan pendidikannya hingga beliau melakukan banyak eksperimen disana. Dibangun dan beroperasi selama empat puluh dua tahun sejak tahun 264 Hijriyah hingga 306 Hijriyah. Fokus penelitian adalah untuk mengamati benda-benda langit seperti bulan, bintang, hingga planet. Setelah melakukan pengamatan, Al-Battani mengarsip dan kemudian dibukukan dalam Zij Ash-Shabi’. Penemuan beliau kemudian dijadikan rujukan oleh peneliti selanjutnya sehingga pada abad 12-13 Masehi arsip penelitian beliau diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan Spanyol untuk kebaikan bersama mengingat kekuasaan Islam saat itu sangatlah luas. Oleh karena itu, kemajemukan tidak bisa dihindari begitupun dengan keragaman bahasa.

Trigonometri dan Tahun Masehi

Teori trigonometri merupakan sebuah teori segitiga yang lahir sejak zaman Yunani. Teori ini digunakan untuk menyelesaikan persamaan sudut pada segitiga. Ilmuwan muslim termasuk Jabir Al-Battani turut meramaikan pembahasan teorema ini. Beliau berhasil menyelesaikan persamaan sinus dan cosinus. Kerja keras beliau kemudian melahirkan persamaan tangen dan menyempurnakannya dengan cotangen. Sehingga tabel trigonometri lengkap sebagaimana yang ada saat ini.

Baca Juga :   Biografi KH. Mochammad Nawawi

tan α= sin cos             dan        cot α = cos sin

Kiprah Jabir Al-Battani dalam dunia trigonometri dibuktikan dengan beliau berhasil memecahkan beberapa persamaan trigonometri sebagai berikut.

  • sin x = a cos x 
  • b= a sin  (90°-A) sin A
  • sin A= D1 +D2

Konsep trigonometri ini kemudian menjadi salah satu metode yang digunakan oleh Al-Battani dalam menganalisis sistem tata surya. Trigonometri bola (spherical trigonometry) merupakan terobosan Al-Battani dalam menyelesaikan masalah perbintangan. Sinus dan Cosinus diposisikan sebagai chord atau tali busur dalam mengamati posisi bintang dalam tata surya. Berbekal trigonometri bola tersebut, beliau berhasil menemukan bahwa bujur terjauh matahari adalah 16°47′ . Berdasarkan garis bujur tersebut, didapat angka 365 hari, 5 jam, 46 menit, dan 24 detik sebagai kala revolusi bumi terhadap matahari yang kemudian saat ini ditetapkan dalam satu tahun matahari (masehi) ditempuh selama 365 hari dan 366 hari pada tahun kabisat. Meskipun, perhitungan yang dijadikan dasar saat ini tidak langsung pada hasil penelitian beliau karena penelitian baru mengatakan terdapat selisih kurang lebih satu jam lebih lama. 

Perhitungan ini bukan hal yang sederhana karena sistem tata surya begitu kompleks. Matahari mengalami rotasi sementara planet-planet mengalami rotasi sekaligus revolusi sehingga akan selalu ada perubahan posisi matahari terhadap bumi. Sistem kalendarium juga digunakan dalam perhitungan ini untuk melihat posisi pergerakan angin. Pergerakan angin ini akan berujung pada perubahan musim sebagaimana dalam sistem almanak beliau.

Perumusan Al-Battani beberapa kali menyanggah teori yang dikemukakan Ptolemeus, seorang astronom barat yang berpengaruh pada masanya. Syarh al-Malakat al-Arba’I li Batlamius merupakan karya Al-Battani yang memaparkan tanggapan beliau terhadap “tetrabilon” Ptolemaeus. Tetrabilon sendiri merupakan buku karya Ptolemaeus yang menguraikan tentang astronomi dan geografi bumi. Di dalam bukunya, Al-Battani mengoreksi orbit bulan dan planet-planet lain termasuk bumi. Beliau juga menyatakan kemungkinan terjadinya gerhana matahari cincin dan adanya bulan baru. Sumber lain mengatakan bahwa beliaulah yang berhasil membuktikan bahwa bentuk orbital benda langit bukan bulat persis tetapi elips dengan sudut kemiringan tertentu. Lebih lanjut, Al-Battani juga merumuskan zodiak yang masyhur hingga hari ini berdasarkan rasi bintang setiap waktunya.

Referensi

Anwar, N. (2017). “Belajar Lebih Dari Matematikawan Muslim”. Itqan, Vol. 8, No. 2. 17-33.

Asti, B. M., Junaidi Abdul Munif. (2009). 105 Tokoh Penemu dan Perintis Dunia. Yogyakarta: PT. BUKU KITA.

Aziz, M. I., Ahmad Musta’id. (2022). “Islamic Astronomy of Abbasid Era (750-1258 AD)”. JHM: Journal of Islamic History and Manuscript, Vol. 1, No. 1. 38-51.

Butar, A. J. R. (2016). “Urgensi dan Kontribusi Observatorium di Era Modern”. Jurnal Tarjih, Vol. 13, No. 2. 141-154.

Maula, I., Ani Setyaning Pambudi., dkk. (2018). “Perkembangan Matematika dalam Sejarah Peradaban Islam”. Prosiding Konferensi Integrasi Interkoneksi Islam dan Sains, Vol. 1. 115-119.

Pulungan, J. S. (2017). Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: AMZAH.

Qorib, Muhammad. (2019). “Aspek Sosial-Intelektual Observatorium dalam Islam”. Al-Marshad: Jurnal Astronomi Islam dan Ilmu-Ilmu Berkaitan, Vol. 5, No. 1. 111-121.

Share:

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on pinterest
Pinterest
Share on linkedin
LinkedIn

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Related Posts