Granada: Runtuhnya Kekuasaan Islam Terakhir di Tanah Eropa

Reconquista merupakan upaya perebutan kembali kekuasaan umat Kristen dari umat Islam di Spanyol. Gerakan Reconquista ini dimulai saat terjadinya pertempuran Covadonga yang bertujuan merebut Kembali daerah yang diinvasi oleh orang-orang Maroko. Selama terjadinya Reconquista, satu persatu kerajaan Islam di wilayah di kekuasaan kerajaan Kristen yang ada di Spanyol melakukan penyerangan dari Utara. Dimulai dari tahun 1000 hingga tahun 1200-an, kota-kota utama yang ada di Spanyol semisal Cordoba, Zivilia, Toledo, ditaklukan oleh umat Kristen. Gerakan Al Muwahhidun di Afrika Utara memiliki sumbangsih dalam membantu Kristen Eropa meskipun perpecahan umat. Sekitar tahun 1200-an, Granada sempat berhasil menghindarkan diri dari penaklukan kerajaan-kerajaan Kristen Eropa. 

Oleh Fidya Wiedya

Kebijakan Pemerintah Kastila pada Emirat Granada

Setelah jatuhnya Kota Cordoba, Granada menyepakati perjanjian dengan kerajaan Kastila, salah satu kerajaan Kristen terkuat yang ada di Eropa saat itu. Perjanjian yang nantinya akan menghancurkan Granada dan memojokkan Umat Muslim ini diantaranya berisikan; 1) mewajibkan adanya pembayaran Upeti Kepada Raja Kastila sebesar 150.000 dinar setiap tahunnya, 2) adanya kewajiban untuk perwakilan pemerintah Muslim Granada hadir dalam rapat kerajaan Kastila sebagai pusat kekuasaan, 3) Memerintah Granada atas nama Kerajaan Kastila sebagai bentuk jaminan Granada berada di bawah pemerintahan Nasrani, 4) Menyerahkan sisa-sisa benteng pertahanan Jayen dan wilayah lain yang berada di sekitar Granada kepada Kerajaan Kastila, 5) Membantu Kerajaan Kastila saat berperang dan parahnya ada di suatu kondisi musuh dari kerajaan Kastila itu yaitu umat Muslim, bahkan peristiwa keruntuhan muslim Sevilla berkaitan dengan erat dengan kerja antara Kerajaan Kastila dengan Granada.

Gerakan Kristenisasi 

Tujuan utama Renaissance adalah merebut kembali kekuasaan Kristen dari tangan Islam. Untuk menjalankan aksinya, Kerajaan Kristen menerapkan berbagai peraturan dalam pemerintahan. Salah satunya adalah aturan yang dikeluarkan Raja Philip III yang melarang kaum Muslim untuk tinggal di wilayah Spanyol. Raja memberikan dua pilihan yaitu memilih memeluk agama Kristen atau pergi dari tanah Eropa padahal sebelumnya sudah diadakan perjanjian dengan Abu Abdullah agar umat Islam tetap tinggal di Granada tetapi perjanjian itu dilanggar. 

Pada masa pemerintahan tertinggi Kerajaan Kastila, Raja Ferdinand dan Ratu Isabella melanggar syarat-syarat kesepakatan perlindungan. Cardinal Ximenes de Cisneros  yang biasa menerima pengakuan dosa Ratu Isabella tidak dapat menerima kebijakan Uskup Granada Hornando Talavera yang bersikap toleran terhadap kaum Muslimin. Ximenes mengatakan kepada Raja Ferdinand bahwa menjaga janji dengan kaum Muslimin sama dengan berkhianat kepada janji Allah. Umat Islam pada saat itu dihadapkan oleh dua pilihan masalah berat yaitu menerima agama Kristen yang jelas-jelas bertentangan dengan hati mereka dengan artian murtad atau hijrah ke Afrika Utara dan tempat-tempat yang mungkin dianggap aman dan meninggalkan Granada.

Timbullah pemberontakan karena banyak kaum muslimin yang tidak menerima begitu saja paksaan agama Kristen Katolik kepada mereka. Paksaan agama Katolik terhadap mereka dimulai pada tahun 1499 dimulai dengan putusan Kardinal Ximenes menetapkan bahwa setiap Muslim harus memilih antara meninggalkan agamanya atau meninggalkan Granada, Spanyol. generasi berikutnya sejak anak-anak mereka lahir harus dididik menjadi Katolik oleh Gereja. Masjid-masjid ditutup, kitab-kitab berbahasa Arab dibakar, dan kaum Muslimin mendapat siksaan keras sebagai pihak usaha Katolik dalam memaksa mereka untuk keluar dari agama Islam.

Umat Islam sendiri tidak hanya dipaksa menjadi Nasrani atau murtad dari agama mereka ataupun pergi meninggalkan tanah kelahiran mereka. Mereka juga dilarang mengikuti adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka dan bahkan mereka dilarang memakai pakaian Arab, bahasa Arab, menggunakan nama-nama Arab, dan semua yang berbau Arab dilarang. Raja Ferdinand sendiri adalah salah seorang tokoh Nasrani yang ikut membuat ikrar janji kepada umat Islam ternyata dengan terang-terangan melanggar janji tersebut bahkan Raja Ferdinand aktif sekali membantai kaum Muslim termasuk membakar mereka dan merampas harta mereka serta menganiaya mereka dengan berbagai cara.

Baca Juga :   Hukum Archimedes dan Sejarah Perkembangan Balon Udara Bagian 1

Bahkan diceritakan banyak diantara mereka yang demi bertahan hidup menjadi kripto muslim yaitu orang yang mengaku Kristen tetapi diam-diam mempraktikkan ajaran agama Islam. Diceritakan juga, misalnya ketika selesai dari acara pernikahan yang digelar ala Kristen, mereka kemudian diam-diam melakukan upacara pernikahan lagi menggunakan Islam yaitu dengan adanya ijab kabul dan lain sebagainya. banyak orang juga yang mengadopsi nama Kristen sebagai nama publik tetapi menggunakan nama Arab secara pribadi. Pada tahun 1502 dekrit Ferdinand dan Isabella akhirnya keluar dan menyatakan bahwa Islam tidak berlaku di Spanyol dan praktiknya adalah kejahatan.

Peperangan Kerajaan Granada.

Selama lebih dari 250 tahun, Granada tetap tunduk kepada kerajaan Kastila dengan selalu membayar upeti yang sudah dijanjikan kepada kerajaan Kastilah berupa emas. Namun pada saat itu, kerajaan-kerajaan Islam di sekitaran Granada  Spanyol sudah dikelilingi atau sudah dikuasai oleh kerajaan-kerajaan Kristen. Kondisi ini membuat Granada dalam keadaan yang terancam mereka tidak pernah aman dari penaklukan. seorang raja dari Aragon yaitu Raja Ferdinand menikah dengan Putri Isabella dari Castilla. Pernikahan ini menyatukan dua kerajaan terkuat di semenanjung Iberia. Pada saat itu, Raja Ferdinand dan Ratu Isabella memiliki cita-cita untuk menaklukkan Granada dan menghapuskan jejak-jejak Islam di benua Eropa.

Sekitar tahun 1482, pertempuran pun terjadi antara kerajaan Kristen Spanyol yang dipimpin oleh Ferdinand dan Isabella dengan Emirat Granada meskipun secara jumlah kekuatan, Granada kalah jauh. Namun semangat juang umat Muslim saat itu sangatlah besar. Mereka berperang dengan penuh keberanian membawa panji jihad. Sejarah Spanyol mengatakan orang-orang Muslim mencurahkan seluruh jiwa dan raga mereka. Dalam berperang, mereka layaknya seorang pemberani dengan tekad yang kuat mempertahankan diri, Istri, anak-anak, harta, dan negara mereka. Demikian juga dengan masyarakat sipil karena mereka turut serta dalam peperangan dengan gagah dan berani demi mempertahankan eksistensi kerajaan Granada yang merupakan kerajaan Islam terakhir yang berdiri di Eropa. Orang-orang Kristen pada saat itu sudah bersatu padu tidak seperti sebelumnya. Di sisi lain Granada sedang menghadapi pergolakan politik. Para pemimpin Muslim dan para gubernur cenderung memiliki konflik internal. Mereka memiliki ambisi yang berbeda-beda dan berusaha saling melengserkan satu sama lain bahkan diantara mereka ada yang berperang sebagai mata Kristen dengan dijanjikan imbalan kekayaan tanah dan kekuasaan bahkan lebih parah dari itu. Pada tahun 1483, Sultan Muhammad anak dari Sultan Granada yang berkuasa saat itu mengadakan pemberontakan terhadap ayahnya sendiri sehingga memicu terjadinya perang sipil. Raja Ferdinand benar-benar memanfaatkan situasi tersebut untuk membuat Granada qian semakin melemah. Ia bahkan mendukung pemberontakan Sultan Muhammad melawan ayahnya dan anggota keluarganya yang lain. Pasukan-pasukan Kristen dikerahkan oleh Raja Ferdinand untuk turut berperang bersama Sultan Muhammad menghadapi anggota keluarganya hingga akhirnya Sultan Muhammad berhasil menaklukkan anggota kerajaan dan menguasai Granada dengan bantuan Raja Ferdinand. Namun kekuasaan ini hanyalah terbatas di wilayah Kota Granada saja karena pasukan Kristen menekan dan mengambil wilayah-wilayah pedesaannya.

Akhir dari Kerajaan Granada

Tidak lama setelah menguasai Granada, Sultan Muhammad mendapat surat dari Raja Ferdinand dengan perintah menyerahkan Granada ke wilayah kekuasaannya. Sang Sultan pun terkejut dengan permintaan Raja Ferdinand itu karena ia menyangka Raja Ferdinand akan memberikan wilayah Granada kepadanya dan membiarkannya menjadi raja di wilayah tersebut seperti yang dijanjikan. Setelah itu, akhirnya Sultan Muhammad sadar bahwa ia hanya dimanfaatkan oleh Raja Ferdinand untuk melemahkan dan mempermudah jalan pasukan Kristen menaklukan Granada yang merupakan kerajaan Islam terakhir yang ada di tanah Eropa. Sultan Muhammad akhirnya menggalang kekuatan dengan bersekutu bersama prajurit Islam di Afrika Utara dan Timur Tengah untuk mengurangi kekuasaan Kristen Eropa. Namun bantuan yang diharapkan Sultan Muhammad tidaklah sesuai dengan harapannya. Turki Usmani hanya mengirimkan sekelompok kecil dari angkatan laut yang tidak berpengaruh banyak terhadap peperangan antara umat Islam dan Kristen Eropa pada saat itu. Pada tahun 1491 Granada akhirnya dikepung oleh pasukan dari Raja Ferdinand dan Ratu Isabella. Sultan Muhammad melihat pasukan Kristen dengan jumlah yang besar telah mengepung dan bersiap menyerang Granada. Sultan Muhammad pun dipaksa untuk menandatangani surat penyerahan Granada kepada pasukan sekutu Kristen pada saat itu di bawah pimpinan Raja Ferdinand dan Ratu Isabella adalah peristiwa ini terjadi pada bulan November pada tahun 1491. 

Baca Juga :   Pertempuran Malazgirt; Masuknya Bangsa Turk ke Semenanjung Anatolia

Selanjutnya pada tanggal 2 Januari 1492 pasukan Kristen memasuki kota Granada. Pasukan-pasukan ini memasuki istana Alhambra. Mereka memasang bendera-bendera dan simbol-simbol kerajaan Kristen Eropa di dinding-dinding istana sebagai tanda bahwa telah ditaklukannya kota Granada yang merupakan kerajaan Islam terakhir yang ada di tanah Eropa. Di tiang-tiang istana Alhambra mereka letakkan juga bendera salib agar rakyat Granada mengetahui siapa penguasa yang berkuasa sekarang. Keadaan ini benar-benar mencekam bagi rakyat muslim Granada hingga membuat mereka tidak berani keluar dari rumah-rumah mereka. Setelah itu, Sultan Muhammad diasingkan dalam perjalanannya. Ketika ia di puncak gunung, ia menoleh ke ke arah kerajaan Granada dan menitikkan air matanya. Pada saat itu,  ibunya mengatakan “janganlah engkau menangis seperti perempuan karena engkau tidak mampu mempertahankan Granada layaknya seorang laki-laki”. Orang-orang Kristen yang selalu  menjanjikan toleransi dan kedamaian terhadap masyarakat Islam di Granada walaupun kemudian perjanjian itu mereka ingkari sendiri. Ribuan umat Islam terbunuh dan lainnya mengungsi menyeberang lautan wilayah Afrika Utara. Itulah akhir dari peradaban Islam di Spanyol yang telah berlangsung lebih dari 7 abad lamanya. Cahaya Islam menghilang dari dataran Eropa dan terusir dari Eropa.

Referensi

As-Sirjani, Raghib. (2013). Bangkit dan Runtuhnya Andalusia, terj. Muhammad Ihsan dan Abdul Rasyad Syiddiq. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar

Desmaniar, “Islam Di Spanyol: Asal Usul dan Perkembangannya”. Khazanah: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam, UIN Imam Bonjol Padang. 7. 14(2017): 1-14

Karim, M. Abdul. (2011). Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Bagaskara

Kuntowijoyo. (1995). Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Bentang Pustaka 

Munir, Miftakhul. “Analisis Runtuhnya Islam Di Spanyol”. Jurnal Al-Makrifat. 4. 2(2019): 89-108

Nasution, Syamruddin. “Penyebab Kemunduran Peradaban Islam Pada Abad Klasik”. Jurnal An-nida’ Jurnal Pemikiran Islam. 41. 1(2017): 1-15

Pamungkas, Jati. (2019). Sejarah Perang Salib Paling Membara: Dari Perebutan Yerussalem Hingga Jatuhnya Granada. Yogyakarta: Unicoran Publishing

Refileli, “Peradaban Islam Di Andalusia (Perspektif Sosial Budaya)”. Tsaqofah & Tarikh. 2. 2(2017): 153-166

Share:

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on pinterest
Pinterest
Share on linkedin
LinkedIn

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Related Posts