Ferdinand de Saussure dan Tulisan Dalam Linguistik Modern

Ferdinand de Saussure

Ferdinand de Saussure dianggap sebagai bapak linguistik modern. Gagasan-gagasan pribadinya tumbuh sangat matang di tengah kekacauan linguistik pada zaman itu setelah menggantikan Joseph Wertheimer untuk mengajar di Universitas Geneva pada tahun 1906. Ferdinand de Saussure kemudian memberikan tiga kuliah tentang linguistik umum yakni pada tahun 1906-1907, 1908-1909, dan 1910-1911. 

Oleh Muhammad Fariz Akbar

Semua teori dan gagasannya terletak pada buku yang dituliskan mahasiswanya yang berjudul Cours de Linguistique Générale. Sebab, selama memberikan kuliah, tidak ada satu pun buku yang ditulis untuk menjelaskan kuliahnya. Bahkan, niat awal mahasiswanya untuk menerbitkan buku berisi catatan pribadi Ferdinand de Saussure yang dipadukan dengan catatan para mahasiswanya berujung menyedihkan setelah tidak ada satu pun catatan-catatan tangannya yang cocok dengan catatan kuliah para mahasiswanya. 

Ferdinand de Saussure (Sumber:https://www.britannica.com/biography/Ferdinand-de-Saussure)

Hingga pada akhirnya, ditemukan sebuah solusi yang lebih sulit namun lebih rasional. Para mahasiswa Saussure menggunakan kuliah ketiga sebagai dasar dari rekonstitusi semua bahan yang dimiliki oleh para mahasiswa termasuk catatan pribadi Ferdinand de Saussure meskipun tetap dengan penuh kehati-hatian dan tanggung jawab. Sebab menurut para mahasiswa, mereka pasti harus berhadapan dengan kritik dan ketika berhadapan dengan Saussure sendiri, beliau sangat tidak mungkin mengizinkan publikasi buku ini. Namun, berkat kerja asimilasi dan rekonstitusi, lahirlah buku yang mereka sebut dipersembahkan kepada publik, para ahli, dan semua sahabat linguistik. 

Sistem Langue dan Parole

Strukturalisme merupakan pendekatan yang dikembangkan oleh Ferdinand de Saussure dalam studi bahasanya. Konsep yang ia perkenalkan antara lain adalah langue dan parole, elemen internal dan elemen eksternal linguistik, linguistik sinkronik dan linguistik diakronik, serta linguistik geografis. Ia menyederhanakan definisi bahasa sebagai  sistem lambang bunyi yang arbitrer dan mengatakan bahwa bahasa adalah sebuah fakta sosial.

Saussure menganalogikan catur sebagai pola bahasa agar memudahkan kita untuk membedakan internal dan eksternal dari sebuah sistem: “apa yang terjadi dari barisan catur hitam Persia ke catur putih Eropa adalah perkara yang eksternal terhadap sistem: apa yang internal adalah segala yang berkaitan dengan sistem dan aturan permainan catur itu. Jika saya mengganti sebuah bidak catur yang terbuat dari kayu dengan bidak yang terbuat dari gading, maka perubahan itu tidak berdampak pada sistemnya: tetapi jika saya mengurangi atau menambah jumlah bidak caturnya, maka perubahan itu betul-betul berdampak pada “gramatika” permainan catur itu”.

Konsep langue dan parole juga merupakan hasil pengkotakan Saussure terhadap bidang kajian linguistik. Sebetulnya, ada tiga istilah yang dapat mendefinisikan bahasa, yaitu langue, langage, dan parole. Langue berarti suatu bahasa tertentu, seperti bahasa Inggris, bahasa Jawa, atau bahasa Prancis. langage berarti bahasa umum, seperti tampak dalam ungkapan “Manusia punya bahasa sedangkan binatang tidak”. Sementara yang dimaksud dengan parole adalah bahasa dalam wujud nyatanya yang konkret, yaitu berupa ujaran. 

Lagi-lagi Saussure menganalogikan tiga istilah ini dengan catur sebagaimana langage berperan sebagai papan catur, langue berperan sebagai aturan bermain catur, dan parole yang merupakan permainan catur itu sendiri. Namun, dalam praktiknya, Saussure hanya menggunakan konsep langue dan parole sebagai kondisi tetap bahasa. Hal ini terjadi dikarenakan langage berada di beberapa wilayah, yaitu wilayah fisika, fisiologi, dan psikologi. Sebaliknya, langue sendiri merupakan sesuatu yang kita pelajari, bersifat konvensional, dan dapat dijadikan sebagai sebuah klasifikasi. Parole dengan jelas mengatakan bahwa dirinya sebagai wujud nyata bahasa yang berupa ujaran. Dalam bahasa ilmiah, dapat dikatakan parole merupakan data empiris bahasa. 

Baca Juga :   Dipatiukur: Jejak Sejarah dan Warisan Kearifan Lokal di Jantung Kota Bandung

Pembatasan Linguistik 

Selain memperkenalkan beberapa pendekatan dan konsepnya dalam penelitian bahasa, Saussure juga membagi tugas Linguistik menjadi tiga bagian, yaitu membuat deskripsi dan menyusun sejarah semua bahasa yang dapat dijangkau, mencari kekuatan yang bermain secara permanen dan universal dalam semua bahasa, serta menetapkan batas linguistik dan mendefinisikan diri. 

Hal ini dilakukan karena persinggungan Linguistik dengan ilmu-ilmu lain sangatlah sangat dekat. Ilmu-ilmu lain kadang meminjam data dari Linguistik, dan kadang ilmu lain yang menyediakan data mereka bagi Linguistik tanpa garis batas yang jelas. Misalnya, kaitan antara Linguistik dan Fisiologi yang tidak begitu sulit dijelaskan karena hubungan mereka yang unilateral. Penelitian bahasa membutuhkan Fisiologi untuk menjelaskan bunyi bahasa, tetapi Fisiologi sama sekali tidak membutuhkan Linguistik untuk mengurus bunyi itu. 

Filologi yang juga merupakan ilmu disiplin bahasa mendapatkan batasannya tersendiri. Saussure berpendapat bahwa bahasa bukan objek tunggal Filologi. Utamanya, Filologi membuat komentar tentang teks sembari mengurus sejarah sastra, moral, institusi, dan lain-lain dengan kritik sebagai metodenya. Persentuhan Filologi dan Linguistik terjadi hanya karena filologi ingin membandingkan beberapa teks yang berasal dari bermacam jaman. 

Lain halnya dengan Semiologi yang pada saat itu dianggap belum ada namun punya hak untuk ada karena tempatnya sudah ditentukan sejak semula sebagai ilmu yang menyelidiki kehidupan signe di tengah kehidupan sosial. Ilmu ini menjadi bagian dari psikologi sosial. Saussure hanya mengatakan: “jika untuk pertama kalinya kita bisa menemukan kedudukan Linguistik di antara semua ilmu lain, maka itu adalah karena kita telah menetapkan bahwa Linguistik adalah bagian dari Semiologi”. 

Konsep Lambang dan Tulisan

Jika kembali kepada pengertian bahasa menurut Saussure, kita mendapati kata lambang di sana. Konsepsi lambang di dalam Linguistik biasa dikenal dengan istilah signe. Tanpa membahas lebih jauh, signe linguistik bertugas menyajikan konsep dan sebuah gambar akustik. 

Salah satu kekhawatiran Saussure adalah masyara  b   kat akan menganggap tulisan sebagai sesuatu yang istimewa sehingga lebih mengutamakan tulisan daripada sistem signe yang lain yaitu langue. Padahal, tulisan hadir hanya bertujuan untuk merepresentasikan langue. Biasanya orang percaya bahwa langue berubah lebih cepat ketika tulisan tidak ada dan Saussure menganggap tidak ada pendapat yang lebih sesat daripada itu. Sebagai penguatan, Saussure mendapati bahwa Langue Lituania telah digunakan sejak tahun 1540, tetapi orang masih menggunakannya saat berbicara di Prusia Timur dan sebagian Rusia hingga hari ini. 

Para linguis dan humanis juga tertipu oleh tulisan. Franz Bopp tidak membedakan dengan jelas antara huruf dan bunyi. Ketika membaca apa yang ditulis Bopp, kita bisa mengira bahwa langue tidak bisa dipisahkan dari alfabetnya yang menyebabkan para penerus langsung Bopp juga jatuh di jebakan yang sama. Pada zaman Saussure pun beberapa orang ahli masih mencampuradukkan langue dengan ortografi. Hal ini terjadi karena orang sering lupa bahwa orang lebih dulu belajar bicara sebelum belajar menulis, dan hubungan alami pun menjadi terbalik serta melupakan ikatan yang alami dan sejati, yaitu ikatan antara kata dan bunyi. 

Dua sistem tulisan yaitu sistem tulisan ideografis seperti tulisan Cina dan sistem tulisan fonetik juga menimbulkan kekacauan di dalam pikiran karena pikiran kata tertulis cenderung menggantikan kata terucap. Sebagai contoh, agar oi bisa diucapkan wa, maka haruslah ada tulisan oi yang dibaca oi. Kenyataannya, bunyi wa itulah yang selalu ditulis oi. Keganjilan seperti ini ditutupi dengan perkataan bahwa ada aturan pengucapan khusus untuk huruf o dan i dan Saussure menganggap ini sebagai aturan palsu, karena aturan ini seolah menetapkan tulisan berada di atas langue dan seolah menetapkan signe grafis sebagai norma dari langue. 

Baca Juga :   Peran dan Keteladanan Ki Hajar Dewantara 

Penutup

Sepanjang hayatnya, Ferdinand de Saussure begitu gigih mencari beberapa hukum yang dapat memberikan arah bagi pemikirannya. Begitu gigihnya sampai-sampai ia harus menerima konsekuensi paradoksal dan dualitas dari pentingnya linguistik itu sendiri. Tujuannya hanya untuk membongkar semua kesesatan dan melenyapkannya karena baginya, tidak ada bidang kajian yang di situ tumbuh banyak sekali gagasan absurd, prasangka, dongeng keajaiban, cerita fiksi yang bagaimanapun, secara psikologis, kesesatan-kesesatan itu tidak bisa diremehkan. 

Referensi

Chaer, A. (2018). Linguistik Umum. Jakarta : Rineka Cipta.

Saussure, F. d. (2021). Kuliah Umum Linguistik. Yogyakarta: IRCiSoD.

https://www.britannica.com/biography/Ferdinand-de-Saussure

Share:

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on pinterest
Pinterest
Share on linkedin
LinkedIn

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Related Posts