Eksistensi Dukun di Hindia Belanda: Persaingan dan Praktiknya

Ilmu kedokteran modern telah  mengalami perkembangan yang pesat sejak awal abad ke-19. Pada periode ini banyak ditemukan penemuan modern seputar biologi, diantaranya teori Pasteur, pembedahan, dan sinar X. Berkembangnya ilmu kedokteran modern berhasil mematahkan teori-teori mengenai kesehatan yang tidak ilmiah. Namun sayangnya di kalangan bumiputera paradigma mengenai kesehatan masih belum bergeser.

Oleh: Omri Cristian

Penduduk yang beragam memberi tantangan tersendiri bagi pelayanan kesehatan di Jawa dalam menjalankan tugasnya. Setiap kelompok masyarakat memiliki kepercayaan yang dianut sehingga mereka memiliki konsep masing-masing dalam memandang kesehatan, penyakit, dan pengobatan. Pandangan masyarakat tersebut menentukan cara mengartikan penyakit dan siapa yang menanganinya.

Menurut para dokter Eropa, ilmu kesehatan adalah sesuatu yang sulit diajarkan kepada bumiputera. Hal ini disebabkan karena kurangnya kalangan  bumiputera yang terdidik. Buku-buku mengenai kesehatan pun sebenarnya telah banyak terbit. Namun tetap sia-sia karena tingginya angka buta huruf pada masa itu. Dokter-dokter Eropa menganggap mereka yang tidak mengenyam pendidika tidak berpikiran maju. Cohen Stuart, seorang dokter Belanda dalam bukunya Ilmoe Pembela Orang Sakit, mengeluhkan sulitnya memberi edukasi kesehatan di Hindia Belanda:

“Di Dalam praktijk di Tanah-Hindia sering2 kita merasa bitjara pertjoema kepada orang Boemipoetera, sebab meréka itoe kerap kali masih koerang pertjaja. Kalau diberi tahoekan begini dan begitoe, ia mendjawab:”„Semoea takdir Toehan Allah!” dan teroes ia tidak menoeroet. ja, betoel „semoeanja dengan takdir dari toehan Allah, tetapi kami doktor2 dan mantri2 -verpleger (ster) dapat kepandaian itoe dengan kehendak Toehan Allah djoega; dan kalau hati kami baik kepada orang dan merasa sajang atau kasihan melihat orang dapat soesah, itoe boekankah djoega Toehan Allah empoenja kemaoean!”

Dalam masyarakat Jawa berkembang pemikiran dan pengobatan tradisional dalam menangani masalah kesehatan. Gagasan ilmu kedokteran dari barat dirasa tidak sesuai dengan budaya yang hidup di dalam masyarakat. Bumiputera lebih suka ditangani oleh dukun daripada meminta bantuan dokter Eropa ketika sakit. Tidak mengherankan apabila pasien bumiputera sering menolak untuk dibawa ke rumah sakit. Selain persoalan kultur, ada alasan lain yang membuat dukun lebih dipilih. Dukun umumnya tidak mematok tarif untuk layanan jasa yang telah dilakukannya. Upah yang diberikan untuk dukun bersifat sukarela. Bisa berbentuk uang maupun barang.

Jumlah dukun di Jawa terbilang tidak sedikit. Pada tahun 1884 tercatat telah ada 11.000 dukun di Jawa dan Madura dan jumlah tersebut terus meningkat. Misalnya pada tahun 1900-an tercatat dukun di Jawa dan Madura telah berjumlah 33.000 termasuk dukun bayi. Sebenarnya selain pengobatan, jasa dukun juga dipergunakan untuk menentukan hari baik untuk pernikahan maupun memijat. Beberapa diantaranya juga ahli menyunat.

Gambar 1. Seorang dukun dengan peralatannya.

Sumber: Hesselink, Liesbeth. (2011). Healers on the Colonial Market; colonial doctors and midwives in the Dutch East Indies. Leiden: KITLV Press. Hlm. 15.

Dukun akhirnya memiliki posisi yang kuat di tengah masyarakat. Setidaknya satu desa memiliki satu dukun. Banyak dokter Eropa kemudian berkomentar sinis terhadap pengobatan tradisional yang dilakukan oleh para dukun. Terlebih beberapa metodenya dianggap membahayakan nyawa pasien. 

Ketidaksenangan para dokter Eropa juga disebabkan hal lain. Beberapa dukun kerap menyebarkan informasi bohong mengenai pengobatan modern. Misalnya disebarkan kabar bahwa mereka yang sakit parah akan diracun di rumah sakit. Selain itu, dikisahkan oleh dukun bahwa ahli bedah dari Eropa akan melakukan amputasi tanpa meminta izin pasien. Berita-berita bohong tersebut memperkuat kecurigaan masyarakat bahwa Belanda telah melakukan ‘taktik kotor’ kepada bumiputera.

Baca Juga :   Pungli; Kriminal yang Kian Menjadi Tradisi

 Untuk kasus yang disebabkan roh-roh jahat, seorang dukun seperti ditulis sejarawan Liesbeth Hesselink, melakukan meditasi atau menganalisis gejala-gejalanya dan kemudian akan mengusir roh jahat yang sudah mengganggu pasien. Apabila dirasa perlu, dukun akan melakukan pembersihan desa dari pengaruh roh-roh jahat. Sang dukun akan memanggil kekuatan supranatural dan menyuruh penduduk desa untuk membersihkan rumah serta menyingkirkan gulma dari halaman mereka. Tentu, langkah ini sebenarnya membantu desa terhindar dari nyamuk, ular dan kutu.

Dukun Bayi dan Kesehatan Ibu-anak

“Apa tidak sajang kalau anak bagoes2 jang dianoegerahkan Toehan Allah itoe mendapat penjakit, atau mati lantaran kebodohan atau oléh karena koerang perhatian orang toeanja?” (Stuart, 1928:53)

Dukun bayi adalah sebutan bagi seorang dukun yang dipercaya untuk melakukan persalinan. Dokter-dokter Eropa banyak menyorot praktik dukun bayi saat itu. Apalagi kalangan bumiputera masih kurang percaya kepada vroedvrouw (bidan). Para dokter menuliskan bahwa dukun belum tentu cakap bila terjadi hal-hal yang tidak terduga selama persalinan. 

Gambar 2. Perbedaan peralatan yang dipergunakan bidan (sebelah kiri) dan dukun bayi (kanan)

Sumber: Hesselink, Liesbeth. (2011). Healers on the Colonial Market; colonial doctors and midwives in the Dutch East Indies. Leiden: KITLV Press. Hlm. 261.

Di samping pengetahuan yang tidak memadai, dr. Cohen Stuart menyebut bahwa terkadang peralatan yang digunakan untuk melakukan persalinan tidak higienis. Karenanya ibu yang telah melahirkan acapkali terkena infeksi. Selain itu, ketika ibu mengalami kesulitan dalam melahirkan, dukun sering melakukan macam-macam upaya yang terkadang malah membuat sang ibu beresiko meninggal.

Tidak sedikit kasus komplikasi saat persalinan yang dilaporkan. Beberapa diantaranya karena keyakinan pasien untuk mematuhi tradisi bahwa tali pusar dipotong hanya setelah plasenta dikeluarkan karena bayi dan ari-ari sejatinya kakak-adik. Tradisi ini dianggap penting dan hanya dukun bayi yang menghormatinya. Sedangkan dokter dan bidan tidak ingin melakukan hal tersebut karena membahayakan hidup ibu dan bayi.

Gambar 2. Dukun bayi yang di sebelah kanan adalah seorang tuna netra.

Sumber: Hesselink, Liesbeth. (2011). Healers on the Colonial Market; colonial doctors and midwives in the Dutch East Indies. Leiden: KITLV Press. Hlm 253.

Herman van Buuren, seorang dokter umum yang bekerja di Jawa dari 1889 hingga 1922, pernah mendeskripsikan dukun-dukun bayi yang dijumpainya dengan nada merendahkan. Ia menggambarkan dukun bayi sebagai perempuan tua jelek, berumur 50 tahun ke atas, berjalan dengan tongkat, sebagian mengalami kebutaan, dan sebagian lagi tuli. Van Buuren bahkan menjuluki mereka malaikat pencabut nyawa. Ia bersikeras bahwa pemerintah harus mengambil tindakan tegas terhadap dukun bayi dan membuka kembali sekolah kebidanan. 

Sebelumnya memang telah ada sekolah kebidanan. Pada Oktober 1851 dibuka sebuah pendidikan bidan di Batavia. Pendidikan dilakukan selama dua sampai tiga tahun. Gagasan tersebut lahir sebagai upaya memperbaiki perawatan kesehatan masyarakat. Munculnya bidan-bidan diharapkan dapat menggantikan dukun. Sayangnya, lulusan pendidikan tersebut tidak diterima oleh kalangan bumiputera yang lebih menyukai dukun bayi. Mereka menganggap lulusan sekolah kebidanan masih terlalu muda dan berperilaku kebarat-baratan. Akhirnya pada tahun 1875 sekolah tersebut ditutup. 

Referensi

Bergen, Leo van, Liesbeth Hesselink, dan Jan Peter Verhave (ed.) (2017). The Medical Journal of The Dutch Indies 1852-1942. Jakarta: Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Hesselink, Liesbeth. (2011). Healers on the Colonial Market; colonial doctors and midwives in the Dutch East Indies. Leiden: KITLV Press.

Baca Juga :   Perang Sunggal: Perjuangan Rakyat Sunggal dalam Mempertahankan Wilayahnya Tahun 1872-1895

 Sciortino, Rosalia (1999). Menuju Kesehatan Madani. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Stuart, Stokvis-Cohen. 1928. Ilmoe Pembela Orang Sakit. Den Haag: J. B. Wolters.

Share:

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on pinterest
Pinterest
Share on linkedin
LinkedIn

Related Posts