Diplomasi dan Investasi China Melalui Sepakbola di Abad XXI

Sepakbola memiliki sejarah yang panjang dan berbagai kisahnya sendiri. Perkembangan sepakbola tidak lepas dari peran para investor dan para miliarder yang turut ambil bagian di dalam perkembangan sepakbola. Sepakbola modern bisa dikatakan dipopulerkan oleh Inggris di awal abad ke-19. Hal tersebut didasarkan pada pembentukan asosiasi sepakbola yang menaungi semua kegiatan persepakbolaan Inggris. Asosiasi tersebut didasarkan pada asas keadilan dan kejujuran, maka dibentuklah asosiasi yang bernama Football Association (FA) pada 26 oktober 1863 yang dipelopori oleh dua belas klub dari segala penjuru Britania Raya, tepatnya dari Kota London. Kedua belas klub tersebut adalah Barnes, War Office, Crusaders, Forest (Leytonstone), No Names (Killburn), Crystal Palace, Blackheath, Kensington School, Perceval House (Blackheath), Surbiton, Blackheath Proprietory School, Dan Charterhouse. 

Oleh Feri Ardiansyah

Perkembangan sepakbola dewasa ini tidak hanya sebatas pada pertandingan olahraga biasa saja, tetapi juga menjadi sebuah ladang bisnis yang sangat menggiurkan. Kompetisi domestik seperti yang ada di Inggris, Jerman, Spanyol, Italia sangat diuntungkan dari bisnis sepakbola Adanya kompetisi tersebut turut melahirkan kerja sama yang dapat dilihat dalam bentuk transfer pemain, pelatih, dan pembangunan sport academy. Dekade 2000-an awal adalah awal kebangkitan sepakbola di Asia, utamanya di Asia Timur. Jepang, Korea Selatan, dan China menjelma menjadi kekuatan baru sepakbola. Pasca Piala Dunia 2002, China menjelma menjadi kekuatan besar sepakbola Asia Timur. Gelontoran dana yang dikucurkan menjadi awal mula kebangkitan China menjadi kekuatan dunia baru. 

Sepakbola di China dialihkan menjadi ladang bisnis dengan income yang sangat menjanjikan. Bagaimana tidak, masuknya inverstor-inverstor ke dalam dunia sepakbola menjadikan China sangat superior dalam membangun kekuatan ekonomi melalui investasi sepakbola ini.

Diplomasi China dan Inggris melalui Sepakbola

China menggunakan sepakbola sebagai cara baru dalam menggaet sponsor dan kucuran dana dari investor asing. Pemerintah China pun menggunakan cara ini untuk menjalin kerja sama dengan negara maju di Eropa, salah satu yang terkenal adalah kerja sama China dan Inggris dalam investasi jangka panjang dibidang keolahragaan utamanya sepakbola. Dampak serta pengaruh dari adanya diplomasi sepakbola yang dilakukan China dan Inggris tidak hanya berdampak pada bidang perekonomian kedua negara saja, melainkan juga berdampak pada masyarakat kedua negara sebagai pelaku sekaligus penikmat dari ajang olahraga ini. Dapat dikatakan bahwas China telah menjadi pasar bagi English Premier League (Liga kasta tertinggi Inggris) yang memiliki prospek cerah dan sangat menggiurkan. China menjadi tujuan utama klub-klub inggris dalam memasarkan produknya.

C:\Users\asus PC\Downloads\xi-jinping-tendang-bola_169.jpeg
Presiden Xi Jinping menendang bola dalam kunjungan diplomasinya ke Inggris
Sumber: CNN Indonesia

Kerjasama China-Inggris di bidang sepakbola tercatat sangat dominan di tahun 2013-2016. Kesepakatan tersebut terjadi saat pemerintah Inggris sedang berkunjung ke China. Lalu kesepakatan sepakbola tersebut diresmikan dan ditandatangani oleh Menteri Kebudayaan Inggris, yakni Maria Miller dan mantan pemain timnas Inggris dan Chelsea, Graeme Le Saux di Beijing, China. Hubungan antara Inggris-China telah membawa banyak dampak yang sangat positif. Hubungan pihak klub Liga Inggris dengan klub Liga Super China dan masyarakat China telah membawa keuntungan ekonomi yang sangat besar dan berbagi ide antar kedua negara turut pula mengembangkan iklim sepakbola yang baik bagi kedua negara.

Xi Jinping dan Reformasi Sepakbola di China

Keberhasilan sepakbola di China juga dipengaruhi oleh Presiden Xi Jinping yang ternyata memiliki fanatisme terhadap olahraga, terutama sepakbola. Pada masa Xi Jinping, China mengusung cita-cita yang disebut sebagai “Chinese Dream” yang didasarkan pada upaya untuk menghilangkan penghinaan pada abad kelam yang dialami China dan berupaya untuk sukses menjadi negara yang kuat dan kaya, memastikan kebahagiaan warga negara dan masyarakat, responsif terhadap sentimen-sentimen negara. serta diharapkan menjadi cara untuk meremajakan bangsa China. Dalam mencapai cita-citanya dalam merombak dan mencoba menghidupkan hegemoni sepakbola China, Presiden Xi Jinping berupaya melakukan pembangunan sepakbola yang sifatnya domestik/nasional hingga internasional. 

Baca Juga :   FC Barcelona dan Nasionalisme Catalonia
C:\Users\asus PC\Downloads\xi jinping man city.jpg
Presiden XI Jinping ketika mengunjungi Etihad Stadium kandang Manchester City
Sumber: CNN Indonesia

Ada tiga tujuan utama dari revolusi sepakbola China dalam pandangan Xi Jinping yakni China dapat lolos ke Piala Dunia, China dapat menjadi tuan rumah, dan terakhir China dapat menjuarai ajang tersebut. Pembangunan sekolah sepakbola di era Xi Jinping pun sangat besar dan massif karena targetnya mencapai 50.000 sekolah hingga mendekati tahun 2030. Pengembangan dan Reformasi sepakbola dinilai akan meningkatkan kondisi fisik masyarakat China itu sendiri, memperkaya kehidupan mereka secara kultural, mempromosikan semangat patriotisme dan kolektivisme, menanamkan jiwa semangat untuk berolahraga serta mengembangkan industri olahraga itu sendiri. 

Berbeda dengan tiga tujuan yang dikatakan oleh Presiden Xi Jinping, pengembangan dan Reformasi sepak bola di China pada dasarnya memiliki tiga tujuan yang memang dikhususkan untuk pengembangan sepakbola jangka panjang. Tujuan jangka pendek dari program reformasi dan pengembangan sepakbola ini adalah sebagai upaya untuk peningkatan lingkungan serta membangun atmosfer pengembangan sepakbola melalui optimalisasi sistem sepak bola dengan perancangan pembangunan jangka menengah dan jangka panjang. Tujuan jangka menengah dari adanya program reformasi sepakbola ini adalah sebagai upaya untuk meningkatkan signifikansi sepak bola antara para pemuda di China serta untuk dapat mengorganisir liga yang nantinya diharapkan menjadi yang nomor satu di Asia. Serta diharapkan China bisa memiliki Tim Nasional Sepakbola yang menjadi salah satu terbaik di dunia. 

Tujuan jangka panjang dari program reformasi ini adalah untuk merealisasikan pengembangan sepakbola di China secara komprehensif dan diharapkan keberhasilannya dapat ditunjukkan dengan menjadikan sepakbola sebagai olahraga yang dapat diikuti dan diminati oleh masyarakat di China sehingga masyarakat memiliki kultur yang sehat dari adanya kegiatan berolahraga tersebut. Setelah dikeluarkannya kebijakan Reformasi dan pengembangan sepakbola oleh Presiden XI Jinping ini, ternyata memunculkan respon dari para investor dan miliarder. Hal tersebut dibuktikan dengan munculnya berbagai investasi dan pengembangan sepakbola Tiongkok yang dilakukan baik oleh miliarder yang berasal dari negara China maupun miliarder yang berasal dari luar Tiongkok. Ini menunjukkan bahwasannya investasi di bidang sepakbola sangat menarik minat para miliarder dibandingkan dengan olahraga lain di China.

Chinese Super League Sebagai Penunjang Reformasi dan Investasi Sepakbola

Chinese Super League atau Liga Super China adalah kasta tertinggi persepakbolaan negeri tirai bambu. CSL terbentuk tahun 2004, menggantikan liga sepakbola sebelumnya yang bernama Chinese Jia-A league (Chinese League One) yang sekarang menjadi kasta kedua sepakbola China. Ketika pertama kali bergulir di tahun 2004, CSL hanya diikuti oleh 12 tim saja. Setahun berselang kontestannya bertambah menjadi 14 tim, dan akhirnya pada tahun 2008 peserta CSL bertambah menjadi 16 tim yang bertahan hingga detik ini. Sistem kompetisi yang dijalankan adalah sistem kompetisi penuh dengan sistem home and away dengan total setiap tim akan bertanding sebanyak 30 kali. Periode bergulirnya liga berada di antara bulan Maret hingga Oktober. 

Guangzhou Evergrande tercatat sebagai klub tersukses asal China. Mereka telah memenangkan CSL sebanyak delapan kali, Chinese Super Cup 4 kali, Chinese Cup 2 kali, ditambah mereka telah merasakan menjadi kampiun AFC Champions League atau Liga Champions Asia sebanyak dua kali pada 2013 dan 2015. Bahkan dalam suatu berita asal China yang dirilis pada akhir 2016, Guangzhou Evergrande menjadi klub dengan Income terbesar di dunia. Kantor berita resmi asal China, yakni Xinhua mengklaim bahwa keuntungan yang didapat Guangzhou dari transaksi saham berada di angka 3 triliun Dollar lebih. Angka tersebut jauh melampaui dua klub raksasa dunia, yakni Manchester United dan Real Madrid. Dengan keuntungan tersebut, gairah sepakbola China menggebu dan para fans pun antusias datang ke stadion. 

Baca Juga :   Nasionalisme Cina di Indonesia: Doktrin Sun Yat Sen dalam Gerakan Anti Jepang Etnis Tionghoa di Makassar
C:\Users\asus PC\Downloads\guangzhou-evergrande-131109c.jpg
Guangzhou Evergrande Juara AFC Champions League 2013
Sumber: Liputan6.com

Investor-investor China pun mulai bergerak untuk melakukan investasi dalam bidang sepakbola lokal maupun sepakbola internasional. Perputaran uang di CSL pun tercatat sangat tinggi dan mencerminkan bahwa anggapan investasi dalam dunia sepakbola itu tidak mendatangkan kerugian dan malah mendatangkan pendapatan yang besar. Investor-investor China mulai menguasai ekonomi dunia lewat sepakbola. Beberapa diantaranya adalah Suning Group yang menguasai saham dari klub sepakbola asal Italia, yakni Internazionale Milano. Selain itu tercatat di medio 2015 beberapa investor China banyak membeli saham klub di eropa, seperti AC Milan di Italia, Slavia Praha di Ceko, dan Reading di Inggris. 

Sayangnya dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir ini sepakbola China seakan kehilangan pesonanya. Kualitas sepakbola China mulai kembali tertinggal jauh dari negara-negara di Asia seperti Iran, Jepang, Korea Selatan, Arab Saudi, Qatar dan lainnya. Klub–klub CSL pun tidak bisa berbuat banyak di Liga Champions Asia yang semakin didominasi tim dari Jepang, Korsel dan negara–negara Timur Tengah. Bahkan Guangzhou Evergrande yang dahulu menjadi sorotan karena investasi dan pembelanjaan yang jor-joran, sekarang menjadi klub semenjana yang terdegradasi ke Chinese League One. Guangzhou Evergrande pun kini hanya berkutat di papan bawah Liga satu China. Sepakbola China seakan kehilangan pamor di beberapa tahun belakangan dan mulai tergantikan dengan klub–klub asal Arab Saudi yang mulai jor-joran dalam merekrut dan menguasai sepakbola Asia. 

Referensi

Bakri, Karim, Ismail Suwardi Wekke, Diplomasi Sepakbola: Menjalin Hubungan Antar Bangsa dengan Bola, Yogyakarta: Bintang Pustaka Madani, 2021.

China Football Association.  Football Reform and Development Program, tersedia pada http://www.fa.org.cn/2015zqggfzhfa/dt/2015-08-18/481947.html/

Football Association. The History Of The FA. thefa.com, tersedia pada https://www.thefa.com/about-football-association/what-we-do/history/.

Helmi Akbar Danaparamitha. Relasi Program Reformasi dan Pembangunan Sepak Bola dengan Kebijakan Ekonomi Tiongkok Era Presiden Xi Jinping. Surabaya: FISIP Unair. 2021.

Jon Theis Eden, Major Research People: Soccer and International Relations, Can Soccer Improve International Relation?, Ottawa: University of Ottawa. 2013.

Lieberthal,  Kenneth,  “The Chinese  Dream and  Adjustments  in  China’s Governance”, dalam The Chinese Dream to be Shared with the World, Beijing: Foreign Languages Press, 2015.

Peter Hough, “Make Goals Not War: The Contribution of International Football to Piece. Routledge Taylor & Francis Group”, The International Journal of the History of Sport: Vol. 25, No. 10, 2008.

Raul Syahrozi, dkk. “Behind China Sport Industry Development: Football”, Journal of Law, Policy and Globalization, Vol. 81, 2019. hlm. 36-41.

Share:

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on pinterest
Pinterest
Share on linkedin
LinkedIn

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Related Posts