Peranan Budi Utomo dalam Pendirian Muhammadiyah Tahun 1912

Pendirian Muhammadiyah oleh KH Ahmad Dahlan tidak dapat terlepas dari aktivitas KH Ahmad Dahlan dalam organisasi Budi Utomo. KH Ahmad Dahlan mengenal Budi Utomo dari pembicaraannya dengan Djojosumarto yang merupakan anggota Budi Utomo yang juga memperkenalkannya dengan dr. Wahidin Sudirohusodo, salah seorang pemimpin Budi Utomo di Yogyakarta.

Oleh Ika Nurul Ngaini

Pemerintah Hindia Belanda mulai memberlakukan Politik Etis atau politik balas budi terhadap wilayah jajahannya (Indonesia) pada tahun 1900. Sejak kebijakan tersebut dijalankan, orang Indonesia mulai dilibatkan dalam urusan yang menyangkut kepentingan mereka. Pada mulanya, Politik Etis dijalankan Pemerintah Hindia Belanda untuk memunculkan elite baru yang dapat menjadi tempat kerjasamanya. Akan tetapi, kebijakan ini justru menciptakan kaum terpelajar pribumi yang mendorong perubahan perlawanan terhadap kolonialisme Belanda dengan cara baru. Peningkatan dalam berbagai bidang mulai dialami penduduk pribumi pada awal abad ke 20. Organisasi-organisasi terpelajar dan terstruktur mulai bermunculan dan memberi strategi perubahan yang lebih matang menuju kebangkitan. Begitu pula dengan organisasi keagamaan. Salah satu organisasi keagamaan yang berdiri pada masa pemerintah Hindia Belanda adalah Muhammadiyah. Sejarah berdirinya Muhammadiyah tidak dapat dilepaskan dari KH Ahmad Dahlan yang merupakan pendirinya.

KH Ahmad Dahlan merupakan seorang priyayi dan Ketib Amin di Masjid Besar Kauman Yogyakarta. Selain menguasai ilmu agama, sebagai seorang pedagang dan ulama, KH Ahmad Dahlan banyak berinteraksi dan bersosialisasi sehingga memunculkan ide-ide dan aktivitas baru pada diri Ahmad Dahlan dalam pergerakan sosial keagamaan, kultural, dan kebangsaan. Dalam perjalanannya dibeberapa daerah seperti Rembang, Periangan, Jakarta, Jombang, Banyuwangi, Pasuruan, Surabaya, Gresik, Semarang, Pekalongan, Kudus, Surakarta, dan Purwokerto, Ahmad Dahlan bertemu dengan para ulama, pemimpin lokal, dan juga kaum cerdik cendikia yang dalam pertemuannya membicarakan tentang masalah agama Islam maupun masalah umum dalam masyarakat mengenai keterbelakangan dan kemunduran masyarakar Islam pribumi ditengah kolonialisme. Dari situ Ahmad Dahlan mulai bergabung dengan beberapa organisasi pergerakan sosial, keagamaan, budaya, dan kebangsaan yang pada akhirnya mendorongnya dan menjadi bekal dalam proses mendirikan sebuah organisasi bernama Muhammadiyah sebagai persyarikatan dalam sosial-keagamaan.

Pendirian Muhammadiyah oleh KH Ahmad Dahlan tidak dapat terlepas dari aktivitas KH Ahmad Dahlan dalam organisasi Budi Utomo. Budi Utomo merupakan organisasi nasional yang menjadi awal kebangkitan semangat kebangsaan Indonesia dan mengubah perjuangan melawan Belanda dari strategi militer menjadi jalur damai dan diplomasi yang lebih terorganisir. KH Ahmad Dahlan mengenal Budi Utomo dari pembicaraannya dengan Djojosumarto yang merupakan anggota Budi Utomo yang juga memperkenalkannya dengan dr. Wahidin Sudirohusodo, salah seorang pemimpin Budi Utomo di Yogyakarta. KH Ahmad Dahlan sering menghadiri rapat anggota atau rapat pengurus dari Budi Utomo di Yogyakarta, meskipun secara resmi ia belum bergabung dengan Budi Utomo. Setelah mengetahui dan mengenal Budi Utomo dengan mengikuti pertemuan-pertemuannya serta berinteraksi dengan para anggota maupun pengurusnya, pada tahun 1909 KH Ahmad Dahlan akhirnya bergabung dengan Budi Utomo dan resmi menjadi anggota organisasi tersebut karena tujuan, karakteristik, dan lingkungan Budi Utomo sesuai dengan pemikirannya. Tidak hanya menjadi anggota biasa, Ahmad Dahlan juga menjadi pengurus kring Kauman dan salah satu komisaris dalam kepengurusan Budi Utomo di Yogyakarta.

Lambang Budi Oetomo
Sumber : https://nanangdjamaludin.wordpress.com/tag/budi-utomo/

Selain aktivitas yang berhubungan dengan masalah organisasi, Ahmad Dahlan juga menyampaikan ilmu tentang agama Islam, bidang ilmu yang memang sangat ia kuasai, setelah selesai forum atau acara resmi. Hal ini disambut baik oleh para anggota maupun pengurus dari Budi Utomo. Bahkan menarik perhatian dari anggota Budi Utomo, R. Budiharjo dan R. Sosrosugondo, yang menjabat sebagai guru di Kweekschool Jetis. Melalui peran dua guru ini, Ahmad Dahlan mendapat kesempatan mengajar agama Islam di Kweekschool setiap hari sabtu sore setelah pelajaran resmi. Bahkan karena dirasa waktu tersebut sangat singkat, para siswa di Kweekschool sering meminta untuk belajar pada Ahmad Dahlan di kediamannya, Kauman, pada hari minggu. Pengalaman Ahmad Dahlan berorganisasi di Budi Utomo serta mengajar di Kweekschool Jetis dan OSVIA di Magelang, membuatnya mulai merintis sebuah sekolah yang memadukan ilmu agama Islam dan ilmu umum. Meskipun belum mendapat sambutan yang baik dari penduduk sekitar, Ahmad Dahlan tetap mendirikannnya dengan 8 siswa pada awalnya dan kegiatan pembelajaran yang dilakukan di rumahnya sendiri.

Baca Juga :   Babat-Djombang Stoomtram Maatschappij: Jalur Trem Penghubung Babat dan Jombang Masa Kolonial Hindia Belanda
Ahmad Dahlan dan Lambang Muhammadiyah
Sumber : https://www.ilmusiana.com/2015/12/biografi-kh-ahmad-dahlan-muhammadiyah.html

KH Ahmad Dahlan membicarakan pendirian sekolah ini dengan para pengurus dan anggota Budi Utomo, serta para siswa dan guru dari Kweekschool. Dari sini Ahmad Dahlan memperoleh dukungan besar, bahkan Budi Utomo menugaskan Kholil seorang guru di Gading untuk mengajar ilmu pengetahuan umum di sekolah yang didirikan Ahmad Dahlan (Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah). Pengalaman Ahmad Dahlan berorganisasi di Budi Utomo dan yang lainnya, memiliki manfaat penting dalam hal pengelolaan sebuah lembaga sekolah dan pemunculan kesadaran membentuk organisasi modern. Salah seorang siswa Kweekschool yang sering datang untuk belajar di rumah Ahmad Dahlan, membicarakan dan menyarankan tentang pengelolaan sekolah oleh sebuah organisasi, sehingga kelanjutan sekolah tersebut dapat berlangsung meskipun Ahmad Dahlan sudah tidak terlibat lagi atau setelah ia meninggal.

Ide ini oleh KH Ahmad Dahlan didiskusikan dengan para anggota dan pengurus Budi Utomo yang selama ini telah memberikan dukungan terhadap keberlangsungan sekolah di Kauman, serta Budiharjo selaku kepala sekolah di Kweekschool, dan R Dwijosewojo yang merupakan seorang aktivis berpengaruh di Budi Utomo (sekretaris pertama kongres Budi Utomo pertama). Setelah melakukan perbincangan dan pertimbangan, akhirnya disepakati tiga hal. Pertama, perlu didirikan organisasi baru di Yogyakarta. Kedua, siswa dari Kweekschool akan tetap mendukung KH Ahmad Dahlan, meskipun tidak akan menjadi pengurus karena dianjurkan diambil dari orang-orang yang sudah dewasa dan juga adanya larangan dari inspektur kepala. Ketiga, Budi Utomo akan membantu pendirian perkumpulan baru tersebut.

Kweekschool/ Sekolah Guru Muhammadiyah
Sumber : http://muskitnas.net/berita-271-history-today-pendirian-organisasi-muhammadiyah.html

Mendekati akhir tahun 1912, pertemuan-pertemuan dan persiapan pendirian organisasi baru semakin matang. Organisasi yang akan dibentuk ini awalnya bertujuan untuk mengelola pendidikan dan sekolah Ahmad Dahlan dahulu, tetapi dalam pertemuan-pertemuan selanjutnya tujuan organisasi yang akan dibentuk ini berkembang semakin luas kepada pengajaran agama Islam secara umum serta aktivitas-aktivitas sosial lain. Organisasi yang akan dibentuk di Yogyakarta ini diberi nama ‘Muhammadiyah”. Pada tanggal 18 November 1912 M atau 8 Zulhijjah 1330 H, setelah melakukan kesepakatan bersama akhirnya persyarikatan Muhammadiyah didirikan. Anggaran Dasar dari organisasi ini dituliskan dalam bahasa Belanda dan bahasan Melayu dengan bantuan R. Sosrosugondo, anggota Budi Utomo sekaligus guru bahasa Melayu di Kweekschool Jetis. Dalam kesepakatan itu juga menyatakan bahwa Budi Utomo akan membantu Muhammadiyah dalam hal pengajuan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda terkait pengakuan resmi sebagai sebuah badan hukum. Pendirian Muhammadiyah diumumkan secara resmi kepada masyarakat pada 20 Desember 1912 dalam sebuah pertemuan yang terdiri dari tokoh masyarakat, pejabat pemerintah kolonial, dan juga perjabat serta kerabat Kraton Kasultanan Yogyakarta maupun Kadipaten Pakualaman. Pada saat yang sama ini, Muhammadiyah dengan dibantu Budi Utomo secara resmi mengajukan permohonan pengakuan Muhammadiyah sebagai badan hukum kepada pemerintah Hindia Belanda. 

Keanggotaan KH Ahmad Dahlan dalam Budi Utomo memperlancar pengesahan berdirinya Muhammadiyah oleh Gubernur Jendral Hindia Belanda tiga tahun setelah pengajuannya. Pengakuan berdirinya Muhammadiyah ini ditandai dengan terbitnya besluit pada tanggal 22 Agustus 1914 yang mulai berlaku mulai 22/23 Januari 1915. Proses pengesahan Muhammadiyah sebagai badan hukum ini menjadi hal yang menarik. Karena untuk mencapai terbitnya besluit organisasi baru ini, perlu rekomendasi dari Budi Utomo. Sementara itu, Budi Utomo sebagai organisasi nasional pun bersedia memberikan bantuan kepada Muhammadiyah. 

Daftar Pustaka :

Burhani, Ahmad Najib. 2010. Muhammadiyah Jawa. Jakarta Selatan: Al-Wasar Publishing House

Hambali, Hamdan. 2006. Ideologi Dan Strategi Muhammadiyah. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah

Baca Juga :   Dampak dari Depresi Ekonomi 1930 Terhadap Perubahan Kebiasaan Makan Kaum Eropa dan Pribumi Hindia Belanda 

Majelis Diktilitbang dan LPI PP Muhammadiyah. 2010. 1 Abad Muhammadiyah; Gagasan Pembaharuan Sosial Keagamaan. Jakarta: Kompas

Mulkhan, Abdul Munir. 1990. Pemikiran K.H Ahmad Dahlan Dan Muhammadiyah Dalam Perspektif Perubahan Sosial. Jakarta: Bumi Aksara

Mulkhan, Abdul Munir. 2010. Kiai Ahmad Dahlan: Jejak Pembaharuan Sosial dan Kemanusiaan. Jakarta: Penerbit Buku Kompas

Share:

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on pinterest
Pinterest
Share on linkedin
LinkedIn

Related Posts