Raja Airlangga: Putra Udayana Sang Pencetus Kerajaan Di Tanah Jawa Timur

Airlangga telah dilahirkan sebagai keturunan raja. Ia dilahirkan pada tahun 912 Saka atau 990 Masehi, ayahnya bernama pangeran Udayana raja dari kerajaan Bedahulu Bali dan ibunya bernama Ratit Mahendradatta, putri dari kerajaan Medang.  Asal usul mengenai Airlangga ini terdapat pada prasasti Pucangan yang saat ini disimpan di museum Kalkutta India, prasasti ini ditulis menggunakan bahasa Sansekerta murni dan Jawa Kuno. 

Oleh: Sapta Izmin Dhini Prasasti Irawati 

Airlangga memiliki dua adik, yaitu Marakata dan Anak Wungsu kedua adik Airlangga ini pernah naik tahta dan menjadi Raja Bedahulu secara bergantian. Airlangga juga dikatakan sebagai keturunan dari Empu Sindok yaitu raja pertama kerajaan Medang periode Jawa Timur. Berikut bagan silsilah Airlangga. Pada usia yang sangat belia yaitu 16 tahun Airlangga dinikahkan dengan putri dari raja Dharmawangsa yaitu Dewi Galuh, pernikahan keduanya dilaksanakan di kerajaan Medang dengan sangat meriah. Namun di tengah tengah upacara pernikahan tersebut seorang prajurit kerajaan Medang mengatakan bahwa terjadi serangan mendadak yang dilakukan oleh kerajaan Sriwijaya, peristiwa ini disebut dengan pralaya atau pemusnahan. Peristiwa ini menyebabkan terbunuhnya Mertua Airlangga yaitu Dharmawangsa, sedangkan untuk nasib Airlangga sendiri Ia berhasil melarikan diri bersama Mpu Narottama dan beberapa pengikutnya. 

Prasasti Pucangan

News.unair.ac.id

Keberhasilan dalam melarikan diri bersama Mpu Narottama dan beberapa pengikutnya menyebabkan Airlangga bersembunyi dalam pengasingannya. Meskipun hidup dalam pengasingan rupanya tak membuat Airlangga menyerah dengan keadaan, sebaliknya Airlangga memikirkan tentang bagaimana Ia bisa merebut kembali Kerajaan Medang serta mengembalikan kejayaan Wangsa Isyana yang larut dalam peristiwa pralaya tersebut. Sembari menyusun strategi dan menghimpun pasukan untuk melakukan penyerangan, Airlangga yang dikenal taat akan ajaran agama pun tak lupa untuk senantiasa melakukan Tapa Bratha dengan harapan Ia mendapatkan restu dari Dewa Visnu dalam melakukan penyerangan atas Kerajaan Sriwijaya yang saat itu menduduki Kerajaan Medang.  Titik balik penyerangan Airlangga dilakukan ketika Sriwijaya mulai melemah akibat serangan yang dilakukan oleh Kerajaan Cola dari India yang saat itu sedang melakukan perluasan wilayah hingga wilayah Asia Tenggara.

Dalam perhitungan waktu yang dirasa tepat Airlangga datang dengan kekuatan kurang dari 2.000 prajurit, dengan kekuatan itu ia harus melawan 5.000 pasukan Sriwijaya yang masih menduduki daerah Medang. Meskipun kalah dalam jumlah nyatanya usaha Airlangga ini berhasil merebut kerajaan Medang kembali, hal ini karena para petinggi kerajaan Sriwijaya ini sudah tidak memiliki semangat untuk memerangi pasukan Airlangga karena telah ditaklukkan induk kerajaan mereka yaitu kerajaan Sriwijaya. Keberhasilan Airlangga dalam merebut kerajaan Medang juga disambut meriah oleh rakyatnya, mereka senang karena kini takhta telah kembali ke tangan yang seharusnya dan tidak ada lagi petinggi Sriwijaya yang memaksa untuk membayar upeti atas hasil hasil bumi mereka, sebagai bentuk terima kasih ini seluruh rakyat Medang menyatakan akan selalu setia kepada Airlangga dan Ia juga berjanji bahwa akan membangun kembali kejayaan kerajaan Medang yang telah hancur. 

Candi Belahan
dtrong.sixtenindo.com

 

Kota Wetan sebagai basis kerajaan Medang yang telah hancur membuat Airlangga membangun ibu kota baru yaitu Wwatan Mas yang letaknya berada disekitar Gunung Penanggungan, nama Wwatan Mas ini juga tercatat dalam prasasti Cane tahun 1021M. Tidak lama setelah itu Airlangga memindahkan ibu kotanya ke daerah Kahuripan, hal ini karena Airlangga beranggapan bahwa wilayah yang telah hancur karena serangan musuh tidak elok jika digunakan lagi. Di wilayah Kahuripan ini Ia membangun kerajaan dan Airlangga dinobatkan sebagai raja pertama Kahuripan dengan gelar Sri Maharaja Rakai Halu Sri Dharmawangsa Airlangga Anantawikramotunggadewa.  Ia juga mengangkat pengikut setianya sebagai petinggi kerajaan seperti, Narottama diangkat menjadi Perdana Menteri dengan gelar Rakryan Kanuruhan, sedangkan Penyewu pasukan Medang diangkat menjadi Mahapatih. Untuk menandai keberhasilannya Airlangga memerintahkan prajuritnya untuk membuat candi yang ditujukan kepada dewa Wisnu, dan di depan candi tersebut dibangun sebuah patung dewa Wisnu yang mengendarai burung garuda, hal itu sebagai perlambangan bahwa dewa Wisnu merupakan panglima perang Airlangga. candi tersebut terletak di lereng Gunung Penanggungan dan dinamakan Candi Belahan. 

Baca Juga :   Bhatara Brahma Dalam Naskah Serat Pararaton: Siapakah Sosok Ayah Ken Angrok?

Pada masa pemerintahannya Airlangga membawa banyak sekali pembaruan dalam kerajaannya seperti pembangunan Bendungan Waringin Sapta (1037 M) hingga pada masa pemerintahannya Ia memerintahkan Mpu Kanwa untuk menuliskan kitab Arjunawiwaha yang merupakan adaptasi dari epos Mahabharata (1035). Epos ini seolah-olah menceritakan perjuangan Airlangga dalam mengalahkan Raja Wurari, dalam epos yang asli atau disebut juga wiracarita Nivatakavaca yaitu perjuangan Arjuna dalam mengalahkan sifat angkara murka Raja Niwatakawaca. Airlangga turun takhta pada tahun 1042, turunnya takhta Airlangga ini tidak disebabkan oleh permasalahan pemberontakan atau hal-hal eksternal lainnya namun dilatarbelakangi oleh permasalahan internal yang terjadi di dalam kerajaan Kahuripan itu sendiri yaitu perebutan kekuasaan oleh kedua putra Airlangga yaitu Mapanji Garasakan dan Sri Sarama Wijaya. 
C:\Users\TOSHIBA\Downloads\Arca Airlangga.jpg

Gambar 2. Arca Dewa Visnu

cagarbudaya.kemdikbud.go.id

Airlangga yang dibuat resah oleh kedua putranya pada akhirnya meminta bantuan Mpu Bharada guna membagi kerajaannya menjadi dua bagian, Pada bagian Timur dengan wilayah ibukota Kahuripan diberikan kepada putranya yang bernama Mapanji Garasakan, dan pada bagian Barat dengan ibukota Dhaha diberikan kepada Sri Samarawijaya. Setelah kedua kerajaan terbagi menjadi dua bagian wilayah, Airlangga memutuskan untuk meninggalkan istana dan pergi ke tempat yang sunyi dimana tempat yang jauh dari keramaian duniawi dan menjadi pertapa hingga Ia moksa. Setelah Airlangga turun dari takhta Ia diberikan gelar Resi Aji Paduka Mpungku yang dituliskan pada prasasti Sumengka yang berangka tahun 1059. 

Sumber

Buku :

Suwardono. 2013. Sejarah Indonesia Masa Hindu-Buddha. Yogyakarta: Ombak.

Gustama, Faisal Ardi. 2017. Buku Babon Kerajaan-Kerajaan Nusantara. Yogyakarta: Briliant Books.

Panji, Teguh. 2015. Kisah Sejarah Lengkap Majapahit. Yogyakarta: Laksana.

Susanti, Ninie. 2010. Airlangga: Biografi Raja Pembaharu Jawa XI. Komunitas Bambu.

Artikel :

AhmadIbo (Oktober, 2014). Candi Belahan, Pertirtaan Peninggalan Kerajaan Airlangga. Dikutip pada 13 Maret 2020, pukul 17.34 dari https://www.indonesiakaya.com/jelajah-indonesia/detail/candi-belahan-petirtaan-peninggalan-kerajaan-airlangga

Share:

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on pinterest
Pinterest
Share on linkedin
LinkedIn

Related Posts