Boris Yeltsin dalam Krisis Rubel Rusia

Rusia merupakan negara terluas di dunia yang belakangan terkenal akan senjata nuklirnya. Dibalik kemajuan ekonomi-politiknya, negara dengan julukan Beruang Merah itu memiliki riwayat perubahan ekonomi yang fluktuatif setelah lepas dari Uni Soviet. 

Oleh: Valen Agany

Uni Soviet yang runtuh pada 26 Desember 1991 meninggalkan berbagai gejolak ekonomi-politik yang krusial. Berdasarkan perkembangan ekonomi makro pada Desember 1991-2001, nilai mata uang Rubel mengalami devaluasi lebih dari 99 persen terhadap US dollar. Pemegang tanggung jawab setelah Uni Soviet runtuh diambil alih oleh Boris Nikolayevich Yeltsin. Dalam masa kepemimpinannya, banyak reformasi yang dilakukan untuk mengubah Rezim Komunis Uni Soviet menjadi Rezim Demokratis Rusia. 

Setelah beberapa tahun berada dalam pemerintahan yang kaku di bawah Uni Soviet, Yeltsin meyakini bahwa dengan adanya proses demokratisasi di Rusia akan membawa kemajuan dalam pembangunan ekonomi. Pasalnya, sistem pemerintahan yang ada saat itu masih menggunakan sistem konservatif Uni Soviet yang menganut sistem ekonomi terpusat dan dipegang sepenuhnya oleh pemerintah. Dengan mengubahnya ke bentuk liberalisasi, Boris Yeltsin mengharapkan peran masyarakat untuk mendukung perekonomian Rusia.

Tidak hanya itu, Yeltsin juga meneruskan sistem ekonomi pasar di Rusia yang memiliki dasar penswastaan, yaitu menjual aset negara dengan harga murah. Hal ini menimbulkan kesenjangan ekonomi karena aset negara mulai dikuasai oleh beberapa kepentingan. Dilansir dari Rusia Baru Menuju Demokrasi, Mereka membuat sebuah inner circle dan membentuk kaum oligarki, sekaligus memanfaatkan kekuasaan rezim Boris Yeltsin

Boris Yeltsin lebih menitikberatkan reformasi dalam pembenahan ekonomi tanpa penataan politik. Akibatnya, kemungkinan oligarki melakukan korupsi dan mentransfer uangnya untuk bisnis di luar Rusia sangat besar karena transaksi uang terjadi secara cepat. Hal ini diperparah dengan masuknya kaum oligarki dalam jajaran politik, sektor pajak kemudian tidak lagi berjalan secara bersih, karena banyak pengusaha yang melakukan penggelapan pajak.

Sebagai negara eks-komunis, Sulit bagi Rusia untuk langsung melepas sistem ekonomi sentralistik yang sudah mengakar dalam institusinya. Hal ini terlihat dalam  konflik antara parlemen dengan Yeltsin dikarenakan perbedaan paham, Kubu Yeltsin bersikeras menginginkan sistem presidensial sedangkan kubu komunis yang menguasai parlemen menginginkan sistem parlementer. Dikutip dari From Yeltsin to Putin, Milestone on an unfinished journey,  perlawanannya terhadap parlemen pada tahun 1991-1993 diakhiri dengan pembubaran parlemen. Mahkamah Konstitusi pernah menegur Boris Yeltsin atas kejadian itu namun tidak digubris dengan baik. Akhirnya, peristiwa ini berdampak pada melemahnya kekuasaan lembaga legislatif dan kekuasaan peradilan tinggi.

http://gdb.rferl.org/975A9C6B-B777-4B52-836D-989323A13617_w650.jpg
Boris Yeltsin (kanan) saat Krisis Rubel 1998
sumber : RadioFreeEuropeRadioLiberty

Dalam kondisi pelik, Rusia berupaya melakukan kerjasama  dengan negara pecahan eks-Uni Soviet lain. Dengan latar belakang kedekatan berupa kesamaan tersebut menjadikan Rusia lebih mudah untuk membuat kerjasama perdagangan. Keterbukaan perdagangan tersebut dijelaskan dalam buku Russia’s Rough To Capitalism, yaitu untuk membuka peluang pasar internasional mempengaruhi harga pasar dalam negeri.

Reputasi Yeltsin dalam kepemimpinannya mulai terancam dengan berkurangnya dukungan terhadapnya di parlemen. Boris Yeltsin memerlukan dukungan untuk dapat dicalonkan lagi pada 1996. Kaum oligarki tentu mempunyai bantuan dana untuk menolongnya, namun dengan imbalan hak untuk mengontrol sumber daya yang besar. 

Berbagai usaha yang dilakukan Boris Yeltsin lagi-lagi mencapai titik buntu. Keuntungan milik kelompok oligarki ternyata tidak memberi dampak pada perkembangan ekonomi, melainkan disimpan di bank-bank luar negeri. Akibatnya, nilai mata uang Rubel semakin menurun, banyak pengangguran terjadi di mana-mana, angka inflasi pun semakin naik, hutang negara tidak teratasi dengan baik , hingga berimbas pada proyek pembangunan infrastruktur masyarakat.

Baca Juga :   Biografi Singkat Empat Imam Madzab 

Keadaan semakin terjepit saat terjadinya Krisis Finansial Asia pada 1997. Mata uang Rubel semakin devaluatif terhadap Dollar AS membuta IMF dan Bank Dunia menyetujui memberi bantuan agar mendukung kestabilan ekonomi pasar pada 13 Juli 1998. Namun pinjaman tersebut tidak dapat mendukung nilai tukar Rubel dalam waktu yang lama, malah menjerumuskan Rusia dalam utang yang semakin banyak. 

Krisis ini membuat cadangan kas negara semakin menipis dan pemerintah tidak mampu untuk melakukan pembangunan infrastruktur, transportasi, sumber daya energi, dan fasilitas publik. Inflasi yang dialami Rusia semakin meningkat hingga 84%. Selain itu, hanya 40% pekerja yang digaji secara penuh. Akhirnya transaksi pembayaran dengan uang Rubel tak lagi berlaku di beberapa wilayah. Banyak berita yang telah membeberkan penggunaan barang sebagai uang, salah satunya adalah vodka. Beberapa guru di bagian barat Siberia digaji dengan botol vodka sebagai uang, tujuannya agar botol tersebut dapat dijual kembali dalam pasar lokal seperti yang dilansir dalam BBC News. Selain botol vodka, ditemukan juga transaksi yang menggunakan tisu toilet.

Putin: Tahan Kenaikan Harga Vodka
Sumber : CNN Indonesia

Puncak krisis menemui jalan buntu hingga pada 17 Agustus 1998, Rusia menyatakan tidak sanggup lagi membayar utang-utang serta menangani situasi ekonomi yang pelik. Penurunan aktivitas serta kondisi kas negara yang defisit membuat kepemimpinan Boris Yeltsin harus berakhir. Peristiwa ini pun disebut sebagai Krisis Rubel Rusia.

https://static.themoscowtimes.com/image/article_1360/3f/6323fc0a6e6d4d1586d75367fc86254a.jpg
Sekelompok karyawan menjual Rubel mereka kebentuk Dollar 
Sumber foto : Themoscowtimes.com
Кризис 1998-го для начинающих предпринимателей стал настоящим ...
Sekelompok karyawan menjual Rubel mereka kebentuk Dollar 
https://avatars.mds.yandex.net/get-zen_doc/39788/pub_59843a04482677eb04a3f926_59843a109044b5bdfad924ea/scale_1200
Para Serikat Kerja yang berdemonstrasi
sumber : zen.yandex rusia

Daftar Pustaka

Alkatiri,Zeffry.2007. Transisi Demokrasi di Negara Federasi Rusia. Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI
Brandi,Michael.2017. Money, Banking, Financial Markets, and Institutions. Boston : Cengage Learning.
Casey,Ken.2016. The Coming Collapse of America. New York: Xlibris.

Fahrurodji,A.2005.Rusia Baru Menuju Demokrasi.Jakarta:Yayasan Obor Indonesia

Stiglitz.Joseph E .2007.Making Globalization Work. London : Penguin Books.

Artikel Ilmiah :

Ardianto. 2014. Nasionalisme Ekonomi Rusia Pada Masa Presiden Putin Tahun 2000-2008. Volume II. Halaman 51 – 99

Ariel Cohen. From Yeltsin to Putin, Milestone on an unfinished journey. Policy Review, hlm.38.

Phita Crystalia Pramestiwiet, dkk. 2014. Pengaruh Demokratisasi Terhadap Pembangunan Ekonomi Di Rusia Pada Masa Pemerintahan Boris Yeltsin. Universitas Jember

Theresia Devina. Oktober – Maret 2018. Pengaruh IMF Terhadap Kebangkitan Ekonomi Rusia Pada Kepemimpinan Vladimir V.Putin (2000-2008). Vol 03, No. 01

Berita :

BBC News. 22 September 1998. Education Teacher Paid In Vodka.
Diakses pada 29 Mei 2020 <http://news.bbc.co.uk/2/hi/uknews/education/177421.stm>

United Press Intenational. 1998. Russian Teacher Paid In Vodka.
Diakses pada 29 Mei 2020 <https://www.upi.com/Archives/1998/09/22/Russian-teachers-paid-in-vodka/9432906436800/>

Share:

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on pinterest
Pinterest
Share on linkedin
LinkedIn

Related Posts