Menelisik Istilah Indis dan Peninggalannya di Kotabaru

Kata Indis agaknya masih terasa asing di telinga masyarakat Indonesia. Kata indis atau yang lebih dikenal dengan  kebudayaan Indis berasal dari  bahasa Belanda, Netherlands Indie atau Hindia Belanda. Kata tersebut digunakan untuk menyebut daerah jajahan Belanda di seberang lautan meliputi jajahan di kepulauan yang disebut netherlandsch oost indie. 

Oleh: Dyah Noviana Rahmawati

Sebutan ini digunakan untuk membedakannya dengan kebudayaan lain, yang disebut nedherlandsch west indie yang meliputi wilayah suriname dan curascao karena kedua wilayah tersebut berbeda. Penggunaan istilah indis mulai muncul pada saat pemerintahan hindia belanda di indonesia dan penggunaan kata tersebut didukung oleh pendukungnya, khususnya di pulau jawa. Kebudayaan indis tersebut sampai sekarang masih bisa dirasakan keberadaannya di beberapa kota, contohnya kota Yogyakarta.

Kota Yogyakarta yang disebut kota budaya dan kota pariwisata, sangat menarik digunakan sebagai kajian sejarah budaya. Yogyakarta sebagai kota budaya banyak menghasilkan kebudayaan yang tersebar di tanah air dan kebudayaannya masih dilestarikan di Kota Yogyakarta. Salah satu wilayah di kota Yogyakarta sangat menarik perhatian karena masih mempertahankan arsitektur Indis dan disahkan sebagai kawasan cagar budaya, yaitu kawasan Kotabaru. Kebudayaan Indis masih bisa dilihat di sepanjang kawasan Kotabaru. Pada umumnya warga Yogyakarta mengenal kawasan Kotabaru sebagai sebuah kawasan perumahan dengan ciri bangunan zaman kolonial Belanda. Ketika masa penjajahan Belanda, atau sekitar tahun 1920, Kotabaru memang dijadikan sebagai kawasan perumahan elit bagi bangsa Eropa, khususnya orang Belanda. Arsitek Belanda yang merancang konsep perencanaan wilayah keruangan Kotabaru bernama Thomas Kalsten. Beberapa faktor yang mendasari pemilihan Kotabaru sebagai kompleks perumahan bagi golongan Eropa, khususnya orang Belanda antara lain keberadaan Kotabaru yang berada di daerah subur, tidak terlalu dekat dengan Gunung Merapi tetapi tetap berada di daerah yang tinggi dari permukaan air laut, dan ketersediaan air bersih yang melimpah.

Bangunan gaya Indis kebanyakan berfungsi sebagai tempat tinggal para pejabat sipil dan militer, serta penguasa wilayah. Hal ini juga serupa dengan kompleks perumahan di Kotabaru tersebut dimana merupakan kawasan baru yang dibangun terpisah dari Kota Yogyakarta lama pada akhir pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwana VII yaitu tahun 1877-1921. (Djoko Soekiman, 2004). Namun, sesudah masa kemerdekaan terutama setelah tahun 1997 terjadi perubahan fisik sangat mencolok di kawasan Kotabaru. Hal ini terjadi dengan mulai berubahnya fungsi bangunan rumah tinggal menjadi fungsi lainnya, seperti difungsikan sebagai bangunan komersial (toko dan restoran), fungsi bangunan perkantoran, fungsi bangunan kesehatan dan fungsi bangunan pendidikan. Bangunan Indis atau bangunan eropa umumnya awet dan kokoh. Bentuk dan gaya bangunan juga menyesuaikan dengan keadaan sekitar yang beriklim tropis. Ciri bangunan Indis di Kotabaru yaitu bangunannya tinggi, besar, berhalaman luas, jendela dan pintu besar dengan krepyak, langit-langit tinggi, ada hiasan kaca-timah, dan teras terbuka. Bangunan tersebut menunjukkan gaya hidup orang eropa untuk menunjukan jati diri mereka sebagai penguasa. 

Saat kita menyusuri setiap sudut kotabaru, masih banyak terdapat bekas hunian- hunian berarsitektur indis yang masih ada sampai sekarang. Hunian itu dulunya merupakan hunian bagi golongan eropa yang bekerja di pabrik gula. Selain hunian eropa, kotabaru juga memiliki beberapa bangunan komersial yang pastinya menggunakan arsitektur indis. Ada beberapa bangunan komersial yang masih berdiri kokoh dan dijadikan sebagai bangunan cagar budaya yang harus dilestarikan

Museum sandi merupakan salah satu bangunan yang masih mempertahankan konsep Indisnya. Bangunan museum sandi belum pernah mengalami renovasi karena terawat dan terjaga. Museum sandi sendiri awalnya merupakan villa orang eropa yang kemudian beralih fungsi menjadi kediaman dokter belanda Sri Sultan Hamengkubuwana VII. Setelah Indonesia merdeka, pada saat ibukota Republik Indonesia berpindah ke Yogyakarta museum sandi difungsikan sebagai kantor kementerian luar negeri

Baca Juga :   Strategi Diponegoro dalam Melawan Belanda Pada Perang Jawa Tahun 1825-1830
Rekam Jejak Kriptografi di Museum Sandi | Balairungpress
Museum Sandi
Sumber : balairungpress.com

Bangunan lain yang merupakan peninggalan kebudayaan Indis adalah Bangunan Rumah sakit Bethesda. Dulunya, rumah sakit bethesda bernama  zendingsziekenhuis petronella, rumah sakit yang didirikan oleh zending (organisasi eropa yang menyebarkan injil). Nama rumah sakit ini berganti beberapa kali. Pada saat pendudukan Jepang, rumah sakit ini bernama Jogjakarta Tjuo Bjoin. Berselang setelah Indonesia merdeka namanya berubah menjadi rumah sakit pusat yang kemudian pada tahun 1950 bernama bethesda sampai saat ini.

https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbyogyakarta/wp-content/uploads/sites/37/2017/08/RS-Bethesda.jpg
Rumah Sakit Bethesda (dulu bernama Patronella)
Sumber : https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbyogyakarta

Bangunan Gedung PT Asuransi jiwasraya, merupakan Badan Usaha Milik Negara yang bergerak pada bidang asuransi, dan menjadikannya perusahaan asuransi pertama yang ada di Indonesia yang didirikan dengan akta notaris Willian Hendry Herkloks. Kantor ini dulunya bernama  nederlandsche indische levenverzekering en lijvrente maatschappij. Gedung ini pada masa kolonial pernah digunakan sebagai rumah salah satu pegawai asuransi yang kemudian pada masa jepang beralih fungsi menjadi kediaman perwira tinggi angkatan bersenjata jepang, butaico mayor otsuka. Bangunan PT Asuransi Jiwasraya yang sekarang masih berdiri merupakan bangunan asli yang belum mengalami tahap renovasi, hanya ada penambahan kanopi  dan lantai aslinya diganti dengan keramik. 

Beberapa sekolah yang berada di Kotabaru juga merupakan peninggalan indis bangsa belanda. Sekolah- sekolah tersebut antara lain SMPN 5 Yogyakarta, SMAN 3 Yogyakarta, SMA BOPKRI 1. SMPN 5 Yogyakarta dulunya merupakan sekolah pendidikan guru bumiputera, lalu pada masa kemerdekaan sekolah ini digunakan sebagai asrama militer. Bangunan SMAN 3 Yogyakarta dulunya merupakan Algemeene Middelbare School (AMS). AMS sendiri merupakan sekolah menengah yang lebih tinggi dari MULO. SMA BOPKRI 1 dulunya merupakan Christeljk MULO, lalu pada masa pendudukan jepang digunakan sebagai tangsi militer. Pada masa kemerdekaan sekolah ini digunakan sebagai pusat pendidikan militer yang pada akhirnya difungsikan sebagai sekolah nasional kristen SMA BOPKRI 1. Arsitektur indis dapat dilihat dari bentuk pintu dan jendela dan bentuk bangunannya.

Melihat beberapa bangunan yang masih difungsikan bahkan bangunan- bangunan tersebut menjadi bangunan cagar budaya, masyarakat berpikir bahwa di Kotabaru masih terjaga kesan indisnya. Namun ada beberapa bangunan bekas hunian belanda yang sudah dihancurkan dan diganti dengan bangunan baru.  Hal itu dapat menimbulkan keresahan dan menjadikan kotabaru kehilangan kebudayaan indisnya. Untuk itu balai cagar budaya Yogyakarta berupaya menjadikan Kotabaru sebagai kawasan cagar budaya yang harus dilestarikan.

Sumber referensi

Abduracman Surjomiharjo.  2000. Kota Yogyakarta 1880-1930: Sejarah Perkembangan Sosial.  Yogyakarta: Yayasan Untuk Indonesia

Abduracman Surjomiharjo 2008. Kota Yogyakarta Tempo Doeloe: Sejarah Sosial 1880-1930.  Depok: Komunitas Bambu.

Djoko Soekiman, Kebudayaan Indis : Dari Zaman Kompeni sampai Revolusi, Depok, Komunitas Bambu, 2014

wawancara dengan salah satu edukator museum sandi pada tanggal 12 Maret 2020 pukul 15.00 dengan keperluan tugas kuliah

Share:

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on pinterest
Pinterest
Share on linkedin
LinkedIn

Related Posts