Pariwisata di Bali; Awal Mula Gambaran Eksotisme Tercipta

Kemunculan pariwisata di Pulau Bali tidak terlepas dari paradigma eksotisme yang melekat dalam citranya. Eksotisme tersebut, yang tergambar dalam wujud kebudayaan yang adiluhung, keindahan alam, dan peradaban Hindu yang masih tetap lestari di tengah lautan kekuatan Islam, membuat Bali tampil sebagai pulau yang memikat pengunjung.

Oleh Putu Prima Cahyadi

Pada abad ke-19, R. Friedrich, seorang pendeta Kristen, mengunjungi Bali dan menulis sebuah catatan mengenai pulau tersebut. Dalam catatannya yang telah dibukukan dengan judul The Civilization and Culture of Bali (1959), Bali digambarkan sebagai sebuah pusat peradaban Hindu yang kokoh, dengan bangsawan yang despotis dan masyarakat kebanyakan yang setia sebagai abdi (lebih lanjut lihat Boon 1976).

Eksotisme Bali semakin tergemakan pada awal abad ke-20. Dalam harian Chicago Tribune (1950), Guy Murchie Jr. mengatakan bahwa orang Bali merupakan “orang yang paling mempesona dari seluruh penduduk di wilayah timur.” Menurut harian tersebut, pesona orang Bali yang telah tergambar ketika mereka masih diperdagangkan sebagai budak belian, “tidak akan pernah habis diabadikan oleh para wisatawan.”

Eksotisme Bali bahkan terus membekas pasca 1945. Dalam harian The Pittsburgh Courier (1951), meski Bali mulai menuju ke arah modernitas setelah menjadi wilayah Indonesia yang merdeka, harapan terhadap gambaran Bali sebagai sebuah surga eksotis masih tetap tinggi. Terlepas dari wanita Bali yang sudah tidak boleh bertelanjang dada, adanya aturan mengenai sabung ayam, serta propaganda anti “feodalis stelsel” yang terus digemakan, Bali tetap tampil sebagai sebuah tanah mimpi.  

Upaya Belanda Memerah Eksotisme Bali

Belanda yang mulai menduduki Bali sejak 1849, mulai terpikirkan untuk menciptakan Bali sebagai surga pariwisata di Hindia Belanda. Namun, mengutip Michel Picard dalam buku Bali: Cultural Tourism and Touristic Culture (1996), Belanda harus melakukan dua hal untuk mewujudkan ide tersebut. Kedua hal tersebut adalah mengubah gambaran Bali sebagai pulau “berpenduduk barbar” dan membangun fasilitas pariwisata.

Pada tahun 1908, ketika Klungkung telah berhasil ditaklukan Belanda, perwakilan Batavia tertarik untuk menanamkan modal mereka ke Bali. Salah satu dari mereka adalah Koninklijk Paketvaart Maatschappij (KPM), yang memegang monopoli pelayaran di Hindia Belanda. Pada tahun yang sama, mengutip Picard (1996), Official Tourist Bureau mulai memperluas wilayah usaha mereka ke luar Jawa. Sejak tahun 1914, biro tersebut mulai memperkenalkan Bali melalui brosur dengan label “Permata di Kepulauan Sunda Kecil” (sebagai pembanding, lihat Official Tourist Bureau [1931]).

Berbagai fasilitas mulai dibangun pemerintah kolonial Hindia Belanda untuk mendukung tumbuhnya pariwisata di Bali. Jalanan Bali yang semula kasar mulai dibangun dengan mengandalkan tenaga ngayah (corvee). Beberapa pesanggrahan dibangun di beberapa titik di pulau tersebut. Puncaknya, sebuah hotel dikenal sebagai Hotel Bali (sekarang Hotel Inna Bali) dibangun di Denpasar, dekat bekas wilayah Puri Denpasar.

Pembangunan yang digenjot pemerintah kolonial berbuah hasil. Mengutip Willard H. Hanna dalam buku Bali Chronicles: Fascinating People and Events in Balinese History (2004), wisatawan mulai mengunjungi Bali sejak dekade 1920-an. Memasuki 1930-an, sebanyak 100 wisatawan mengunjungi Bali setiap bulan. Angka tersebut meningkat tajam pada 1940, menyentuh 250 wisatawan per bulan. Data tersebut, ungkap Hanna (2004), belum termasuk wisatawan yang menggunakan kapal Stella Polaris, Lurline, Franconia, Empress of Britain, Reliance, dan beberapa kapal lain yang berlayar ke Bali setiap musim dingin.

Menjaga Bali Tetap Tampil Bali

Baca Juga :   Donan: Sejarah Awal Perkembangan Kota Cilacap

Kunjungan wisatawan ke Bali membuat Belanda harus tetap menjaga  Bali gambaran sebagai surga eksotis. Seperti yang diungkapkan Miguel Covarrubias, seniman Meksiko dan penulis buku Island of Bali (2008), keberadaan wisatawan telah membuat kebudayaan Bali mulai tergerus. Ketakutan Covarrubias tercermin ketika ia berbicara mengenai dada wanita Bali dengan berkata bahwa pakaian impor murah telah menutupi “kecantikan” wanita Bali (lihat Cahyadi 2023).

Untuk mencegah tergerusnya eksotisme Bali, pemerintah Hindia Belanda mulai memberlakukan Baliseering (Balinisasi). Mengutip Henk Schulte Nordholt dalam artikel From Wangsa to Bangsa: Subaltern Voices and Personal Ambivalences in 1930s Colonial Bali (2000), Baliseering merupakan upaya “mentradisikan kembali” masyarakat Bali. Bagi pemerintah kolonial, masyarakat Bali perlu diajarkan lebih dalam tentang kebudayaan mereka. Bahkan, dalam kacamata Baliseering, lelaki Bali yang mengenakan celana dapat dianggap sebagai tindakan subversif (Schulte Nordholt dalam Robinson 2006).

Melalui Baliseering, tradisi masyarakat Bali seperti hukum adat, kasta, ritus keagamaan, bahasa, dan lainnya, diperkenalkan kembali kepada mereka. Tentu saja, apa yang diperkenalkan Belanda kepada masyarakat Bali merupakan hasil konstruksi terkini atas kebudayaan Bali. Sebagai contoh, kasta dalam masyarakat Bali yang semula cair diperkenalkan kembali kepada mereka sebagai sebuah konstruksi yang kaku dan ketat, tidak dapat diubah begitu saja seenaknya (Schulte Nordholt, 1991).

Apakah Baliseering sukses? Dalam beberapa hal, ia berhasil membentuk persepsi atas kebudayaan Bali dalam kepala masyarakat Bali. Namun, dalam beberapa hal lain, ia dinilai gagal melakukan itu. Kenang Wijakusuma, mantan pejuang Bali pada masa Revolusi mengatakan bahwa Baliseering sebagai “upaya orang Barat yang ingin membalikan kami,” gagal merasuki pemikiran masyarakat kebanyakan (Pollmann, 1990).

Meski gagal mengubah pemahaman masyarakat Bali akan dirinya, Baliseering cukup berguna untuk mempertahankan gambaran Bali sebagai surga eksotis bagi orang luar Bali. Meski masyarakat Bali dewasa ini telah menggunakan baju dan celana serta dominan berbahasa Indonesia, masi berbekas dalam kepala kita bahwa Bali masih tampil sebagai sebuah tanah mimpi yang didambakan.

Ketergantungan Bali akan pariwisata tidak tercipta begitu saja. Sejak awal abad ke-20, pemerintah kolonial Hindia Belanda telah meninggalkan jejak-jejak pembangunan pariwisata di pulau tersebut. Melalui tangan mereka, citra Bali sebagai tanah yang eksotis tercipta. Apa yang dilakukan Belanda atas Bali oleh pemimpin Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan, dilanjutkan, dan bahkan dikembangkan kembali. 

Referensi

Suara Indonesia. (1950a). “Potret perempuan telandjang dibeslag”. Suara Indonesia. 31 Oktober.

Suara Indonesia. (1950b). “Larangan memotret wanita Bali”. Suara Indonesia. 19 Desember.

The Pittsburgh Courier. (1951a). “Views and Reviews”. The Pittsburgh Courier. 8 Desember.

Suara Indonesia. (1951b). “Ini Bali”. Suara Indonesia. 11 Juni.

Suara Indonesia. (1951c). “‘Belum Bisa’ tangkap sabungan ajam”. Suara Indonesia. 27 September.

Pemerintah Kota Denpasar. (2016). “Inna Bali Hotel yang Dibangun Jaman Penjajahan Belanda”. Situs Resmi Pemerintah Kota Denpasar. https://www.denpasarkota.go.id/wisata/inna-bali-hotel-yang-dibangun-jaman-penjajahan-belanda, diakses 14 April 2024.

Bonauli. (2020). “Wagub Bali: Semua Sektor Lumpuh, Tidak Punya Cash untuk Usaha”. detikTravel. https://travel.detik.com/travel-news/d-4990113/wagub-bali-semua-sektor-lumpuh-tidak-punya-cash-untuk-usaha, diakses 14 April 2024.

Boon, James A. (1976). “The Birth of the Idea of Bali”. Indonesia. Volume 22.

Cahyadi, Putu Prima. (2023). “Dari Eksotisme ke Moralitas: Sejarah Ketelanjangan Dada Wanita Bali”. Monster Journal. https://monsterjournal.com/dari-eksotisme-ke-moralitas-sejarah-ketelanjangan-dada-wanita-bali/, diakses 14 April 2024.

CNN Indonesia. (2020). “Pariwisata Bali Rugi Rp138 T karena Corona”. CNN Indonesia. https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200424184540-92-497101/pariwisata-bali-rugi-rp138-t-karena-corona, diakses 14 April 2024.

Covarrubias, Miguel. (2008[1937]). Island of Bali. Singapura: Periplus.

Baca Juga :   Pecalang Segara: Tameng Pelestarian Laut di Pantai Bali Utara Dalam Balutan Tri Hita Karana

Endah. (1952). “Mentjegah meradjalela penjakit kelamin”. Suara Indonesia. 15 Februari.

Friedrich, R. (1959). The Civilization and Culture of Bali. Calcutta: Susil Gupta.

Hanna, Willard A. (2004[1976]). Bali Chronicles: Fascinating People and Events in Balinese History. Singapura: Periplus.

Koriun, Hary B. (2020). “Pariwisata Bali Lumpuh karena Virus Corona”. RiauPos.com. https://riaupos.jawapos.com/ekonomi/2253507330/pariwisata-bali-lumpuh-karena-virus-corona, diakses 14 April 2024.

Librianty, Andina. (2021). “Terlalu Bergantung pada Pariwisata, Pemerintah Bakal Rombak Ekonomi Bali”. Liputan6.com. https://www.liputan6.com/bisnis/read/4564080/terlalu-bergantung-pada-pariwisata-pemerintah-bakal-rombak-ekonomi-bali, diakses 14 April 2024.

Murchie Jr., Guy. (1938). “Bali – Island of the beautiful”. Chicago Tribune. 17 Juli.

Official Tourist Bureau. (1931). Bali. Batavia: Travellers Official Information Bureau for Netherland India.

Picard, Michel. (1996). Bali: Cultural Tourism and Touristic Culture. Singapura: Archipelago Press.

Pollmann, Tessel. (1990). “Margaret Mead’s Balinese: The Fitting Symbols of the American Dream”. Indonesia. Volume 49.

Robinson, Geoffrey. (2006). Sisi Gelap Pulau Dewata: Sejarah Kekerasan Politik. Yogyakarta: LkiS.

Schulte Nordholt, Henk. (1991). State, Village, and Ritual in Bali; A historical perspective. Amsterdam: VU University Press. [Comparative Asian Studies No. 7]

Schulte Nordholt, Henk. (2000). “From Wangsa to Bangsa: Subaltern Voices and Personal Ambivalences in 1930s Colonial Bali”. Adrian Vickers dan I Nyoman Darma Putra dengan Michele Ford (eds.). To Change Bali: Essays in Honour of I Gusti Ngurah Bagus. Denpasar: Bali Post.

Simanjuntak, Aurora. (2022).  “Terlalu Bergantung Dari Pariwisata, Ini Saran Sri Mulyani Untuk Ekonomi Bali”. Belasting.id. https://www.belasting.id/ekonomi/74743/Terlalu-Bergantung-Dari-Pariwisata-Ini-Saran-Sri-Mulyani-Untuk-Ekonomi-Bali/ , diakses 14 April 2024.

Share:

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on pinterest
Pinterest
Share on linkedin
LinkedIn

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Related Posts