Pelabuhan Ampenan: Dinamika Pusat Perdagangan dan Kemaritiman Di Pulau Lombok Tahun 1894-1942

Pelabuhan merupakan salah satu sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk mobilisasi masyarakat maupun barang. Pelabuhan terletak antara darat dan juga laut yang menjadi simpul pertemuan para pedagang dan juga pertemuan transportasi darat dan laut. Menurut Triatmodjo, pelabuhan merupakan suatu wilayah perairan yang terlindung dari gelombang laut dan digunakan untuk tempat bersandar kapal-kapal untuk bongkar muat barang atau menaikkan dan juga menurunkan penumpang. Fasilitas pelabuhan juga terdapat crane yang digunakan untuk bongkar muat barang dan gudang-gudang yang digunakan untuk menyimpan barang-barang. Menurut Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 2001 pasal 1 ayat 1 yang berkaitan tentang kepelabuhan mendefinisikan pelabuhan merupakan suatu tempat yang meliputi daratan dan perairan yang memiliki batas-batas tertentu yang digunakan untuk tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang digunakan untuk kapal bersandar untuk menaikan dan menurunkan penumpang serta barang yang difasilitasi dengan alat keselamatan dan penunjang (Heatubun, 2013). 

Oleh Cahya Adhitya Pratama

Pelabuhan memiliki peran yang penting dalam mobilisasi barang dan juga masyarakat dari wilayah ke wilayah lainnya. Pertumbuhan ekonomi dimulai dari geliatnya aktivitas pelabuhan yang terjadi adanya kegiatan perdagangan. Pelabuhan sejak dahulu menjadi wilayah yang sentral bagi aktivitas dalam bidang sosial maupun ekonomi. Pada bidang sosial, pelabuhan menjadi tempat interaksi antar keberagaman masyarakat yang dibawa dan terjadinya pertukaran budaya. Budaya-budaya di Indonesia juga bermuara dari aktivitas interaksi masyarakat di pelabuhan. Secara ekonomi, pelabuhan menjadi penggerak roda ekonomi dari suatu daerah ataupun negara karena berfungsi untuk distribusi hasil produksi ataupun menerima produk dari wilayah lainnya. Pelabuhan secara umum memiliki fungsi yang diantaranya:

  1. Link atau mata rantai. Artinya mata rantai sebagai sarana transportasi untuk mengirimkan barang ke tempat tujuan lainnya. 
  2. Interface atau titik temu yang memiliki arti adanya pertemuan kedua transportasi antara laut dan darat serta pertemuan antar pedagang yang berasal dari domestik maupun mancanegara. 
  3. Gateway atau gerbang masuk ke suatu wilayah. Artinya jika sudah memasuki wilayah yang baru perlu mematuhi peraturan-peraturan yang berlaku di wilayah tersebut, karena sejatinya aturan yang berlaku di tiap wilayah pastinya akan berbeda

Indonesia yang merupakan negara kepulauan yang memiliki ribuan pulau yang artinya peran pelabuhan menjadi vital untuk koneksi antar wilayah. Hadirnya pelabuhan menjadikan sarana untuk mobilitas masyarakat dan distribusi barang. Saat ini, pada faktanya masih banyak pelabuhan-pelabuhan di Indonesia yang masih belum layak dalam segi fasilitasnya untuk penunjang mobilisasi. Kualitas pelabuhan di Indonesia memiliki kelemahan yang diantaranya dari segi infrastruktur dan suprastruktur (Agung, 2020).

Pelabuhan merupakan unsur yang penting dalam tonggak sejarah Indonesia yang telah menciptakan pengalaman kolektif bangsa dalam bidang perdagangan. Pelabuhan menjadi sarana untuk mobilisasi yang tepat untuk menjadikan suatu negara tersebut dapat dikatakan sebagai negara maritim. Sejarah Indonesia mencatat bahwa pelabuhan memiliki perang penting untuk mengembangkan suatu kota. Pelabuhan menjadi sarana utama untuk menjadi penghubung pembangunan jalan raya, rel kereta api dan pergudangan yang ada. Perannya yang menjadi gerbang utama dalam konektivitas laut menjadikan pelabuhan sebagai titik sentral pendorong pertumbuhan ekonomi dan jaringan global. Menurut Latif (2015) pelabuhan menjadi silang simpul penting untuk menciptakan dan mengembangkan teritorial maritim yang tangguh dan berperan sebagai katalis dalam bidang perdagangan, industri dan pariwisata.

Pentingnya Memanfaatkan Wilayah Laut

Istilah maritim memiliki arti dengan memanfaatkan wilayah laut atau perairan untuk segala aktivitas. Hal-hal yang berkaitan dengan laut seperti navigasi, perdagangan, eksplorasi bawah laut, ekologi dan beberapa aspek yang berkaitan dengan laut. Kata maritim sebenarnya sudah melekat dalam sejarah Indonesia. Bahkan di Indonesia terdapat lirik lagu yang menyatakan bahwa nenek moyang Indonesia adalah pelaut. Artinya Indonesia sejak dahulu kala telah memanfaatkan laut sebagai sarana untuk beraktivitas. Pelabuhan-pelabuhan yang bernilai sejarah di Indonesia banyak sekali sebagai titik awal pertemuan antar pedagang di mancanegara. Bahkan hal tersebut juga terdapat pertukaran budaya dari bangsa lain.

Baca Juga :   Tradisi Lokal “SELAMETAN MALEMAN” Pada Bulan Ramadhan Masyarakat Ambulu

Maritim berasal dari kata bahasa Inggris yaitu maritime yang memiliki arti navigasi atau bahari. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), maritim berkaitan dengan laut, pelayaran serta perdagangan yang terjadi di laut. Menurut Geoffrey Till pada bukunya yang berjudul Seapower menunjukkan bahwa maritim juga dapat dimaksudkan sebagai angkatan laut atau hubungan dengan wilayah laut maupun udara. Kadang pula maritim diartikan sebagai aktivitas yang berkaitan dengan kegiatan komersial maupun non militer di laut (Apriyono, 2020). Dapat diartikan, Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah laut yang luas. Jika ingin dikatakan sebagai negara maritim, Indonesia seharusnya dapat memanfaatkan laut untuk kemajuan bangsa dan negara.

Indonesia saat ini bisa dikatakan masih dalam proses untuk menuju menjadi negara maritim. Masih banyak terdapat fasilitas-fasilitas yang masih belum maksimal dalam menunjang kegiatan kemaritiman yang terjadi di laut. Membangun suatu negara maritim yang kuat tidak hanya berfokus kepada sektor eksploitasi kekayaan sumber daya kelautan saja, melainkan pembangunan menjadi negara maritim perlu adanya sosialisasi terkait nilai sejarah dan budaya maritim yang penting untuk menjadi pemahaman masyarakat untuk memanfaatkan laut. Menurut Alfred Thayer Mahan, suatu negara dapat dikatakan menjadi negara maritim apabila memiliki enam syarat yang harus dipenuhi diantaranya posisi geografis, karakteristik daratan dan pantai, luas wilayah, jumlah penduduk, karakter penduduk dan karakter pemerintahan (Sulistiyono, 2018).

Pandangan lainya menurut Ken Booth menyatakan bahwa negara maritim yang kuat adalah kekuatan angkatan laut yang dapat mengakomodir kebutuhan operasional maupun fungsional untuk kepentingan negara dalam memanfaatkan laut. Booth membagikan kekuatan angkatan laut yang diantaranya coastal navies, contiguous-sea navies, oceangoing navies dan global navies. Definisi dari istilah tersebut menurut Booth suatu bangsa dan negara dalam turut andil kepentingan global memerlukan global navy yaitu angkatan laut yang dapat hadir dalam tingkat global dan memiliki proyeksi kekuatan di garis laut yang jauh. Kemudian oceangoing navies yaitu angkatan laut yang dapat mempertahankan wilayah lautnya untuk kepentingan nasional yang berada di luar zona ekonomi eksklusif 200 mil. Booth juga menyatakan bahwa sebesar 60% angkatan laut di dunia merupakan contiguous sea navies dan sebesar 35% merupakan coastal navies (Wardhana, 2016). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa angkatan laut memiliki peran untuk pencegahan konvensional dan juga menjaga stabilitas keamanan suatu negara berdasarkan dengan diplomasi angkatan laut. 

Masyarakat Indonesia sejak dahulu sudah menggantungkan hidupnya melalui laut karena memiliki keanekaragaman hayati yang baik dan besar. Suatu peradaban yang besar bermula dari wilayah yang dekat dengan sumber air salah satunya laut. Hal tersebut bertujuan untuk memudahkan mobilisasi serta memantau musuh pada masa kerajaan Hindu-Budha maupun Islam di Indonesia. Masyarakat Indonesia dengan laut sudah sebagai konektivitas yang memiliki hubungan erat dan penting. Sisi lainnya pelabuhan dan laut sebagai jalur transportasi adalah terciptanya budaya maritim yang berkembang di masyarakat pesisir seperti tradisi perikanan, pembuatan perahu dan tradisi lainnya (Wardhana, 2016).

Pelabuhan Ampenan: Sisi Historis dan Kenangan Kejayaan

Salah satu pelabuhan yang memiliki sisi historis adalah pelabuhan Ampenan yang terletak di Pulau Lombok. Pulau Lombok yang berada di Nusa Tenggara Barat menjadi pulau yang eksotis dan menjadi perhatian para pelancong dari domestik maupun mancanegara. Keindahan alam dan keanekaragaman budaya yang kaya menjadikan Pulau Lombok menjadi destinasi wisata maupun perekonomian. Saat ini Pulau Lombok yang merupakan pulau tetangga dari Pulau Bali telah menerima pengaruh dari Pulau Bali seperti budaya dan pariwisata yang berkembang maju. Pulau Lombok telah mengalami kemajuan dalam bidang pariwisata dengan banyak destinasi wisata yang ditujukan untuk wisata internasional. Perkembangan wisata di Pulau Lombok bukan hanya disebabkan oleh keindahan alamnya saja melainkan adanya investasi dalam bidang infrastruktur dan promosi yang dilakukan secara agresif. Kemajuan bidang pariwisata tersebut juga mengundang perbaikan sarana transportasi laut yang menjadi primadona masyarakat saat berkunjung ke Pulau Lombok sekaligus untuk menikmati keindahan alamnya (Hamsal, 2022).

Baca Juga :   Air Tak Lagi Dekat; Masalah Air Minum Di Surabaya Dari Masa Ke Masa
Sumber: BerbagiNews.com

Pelabuhan Ampenan merupakan tempat dimulainya gairah perdagangan di Pulau Lombok pada abad 19 dan awal abad 20. Pelabuhan Ampenan menjadi pusat perdagangan dan menjadi titik penting pertemuan para pedagang lokal dan pedagang asing yang datang dari penjuru negara. Pemerintah kolonial Belanda menjadikan Pelabuhan Ampenan sebagai kawasan perdagangan untuk mobilisasi kekayaan sumber daya alam yang dimiliki oleh Pulau Lombok. Pulau Lombok juga menjadi salah satu wilayah yang terkenal dengan adanya jalur rempah yang dikenal sampai luar negeri. Pelabuhan Ampenan menjadi tempat kegiatan ekspor dan impor dengan barang yang berkualitas tinggi dan terus berkembang pesat walaupun saat itu Indonesia masih belum bebas dari kolonialisme Belanda dan Jepang (Ihwanul, 2022). 

Pengembangan Pelabuhan Ampenan juga tidak terlepas dari ambisi pemerintah kolonial Belanda untuk menjadikan kota Ampenan sebagai pusat perdagangan untuk memenuhi kebutuhan kolonial. Pulau Lombok memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah sehingga ambisi tersebut untuk menjadi Ampenan sebagai kota pelabuhan yang bergeliat dalam proses perdagangan. Jika ditinjau dari arti kata “Ampenan” berasal dari bahasa sasak yaitu “Amben” yang artinya singgah (Hartati, 2017). Sejak dahulu hingga saat ini menjadi Kota Tua Ampenan terdiri dari berbagai suku dan etnis dengan terbentuknya wilayah perkampungan seperti Kampung Arab, Kampung Tionghoa, Kampung Bugis, Kampung Melayu, Kampung Jawa, Kampung Bali dan Kampung Banjar. Namun, Pelabuhan Ampenan dipindahkan ke Pelabuhan Lembar di Lombok Barat berdasarkan dengan Surat Keputusan Menteri Perhubungan KM.77/LL305/PHB-77 tanggal 13 Oktober 1977. Sejak surat keputusan tersebut, aktivitas perdagangan dipindah dan Pelabuhan Ampenan seiring waktu mulai sepi dan ditinggalkan oleh penghuninya. 

Referensi

Adam, L., & Dwiastuti, I. (2015). Membangun Poros Maritim Melalui Pelabuhan. Masyarakat Indonesia, 41(2), 1–9. http://ejournal.lipi.go.id/index.php/jmiipsk/article/view/343/214

Agung, S. (2020). Pelayanan dan Penggunaan Fasilitas PT. Pelabuhan Indonesia III Cabamg Beno di Benoa Cruise Terminal Terhadap Kapal Pesiar MV. Sapphire Princess. Universitas Maritim Amni.

Apriyono, D. (2020). Monitoring Pelaksanaan. Penerapan Search and Rescue (SAR) Supaya Tindakan Penyelamat Jiwa di Laut pada Badan SAR Nasional (BASARNAS) Tanjung Emas Semarang. Universitas Maritim AMNI.

Hamsal, M. (2022). Strategi Pengembangan Pariwisata Lombok. Kompas. https://www.kompas.id/baca/opini/2022/01/12/strategi-pengembangan-pariwisata-lombok

Hartati, S. T. D. (2017). Ampenan, Jejak Kehidupan Bahari Indonesia Timur. Kebudayaan Kemdikbud. http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/dpk/ampenan-jejak-kehidupan-bahari-indonesia-timur/

Heatubun, M. (2013). Studi Pengembangan Kawasan Pelabuhan (Studi Kasus: Pelabuhan Sorong, Papua Barat). Universitas Atma Jaya.

Ihwanul, H. (2022). Bangunan Bersejarah Di Ampenan, Kota Mataram, Sebagai Sumber Belajar Sejarah Di SMA Berdasarkan Kurikulum 2013. Jurnal Widya Winayata, 10(April), 24–32.

Sulistiyono, S. T. (2018). Paradigma Maritim dalam Membangun Indonesia: Belajar dari Sejarah. Lembaran Sejarah, 12(2), 81. https://doi.org/10.22146/lembaran-sejarah.33461

Wardhana, W. (2016). Poros Maritim: Dalam Kerangka Sejarah Maritim Dan Ekonomi Pertahanan. Masyarakat Dan Budaya, 18(3), 369–386. https://jmb.lipi.go.id/jmb/article/view/569

Share:

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on pinterest
Pinterest
Share on linkedin
LinkedIn

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Related Posts