Pencak Silat dalam Perjalanan Sejarah Indonesia 

Pencak silat berasal dari kata “pencak” yang berarti gerak dasar bela diri yang terikat pada peraturan dan “silat” yang berarti gerak bela diri sempurna yang bersumber pada kerohanian. Istilah “pencak” dipakai di Jawa sebagai sebutan bela diri sementara istilah “silat” digunakan di Sumatera, semenanjung Malaya, dan Kalimantan. Dalam praktiknya, pencak lebih mengutamakan keindahan gerak serta unsur seni lainnya sedangkan silat adalah inti ajaran bela diri atau teknik bertarung.


Oleh Arif Rahmaanul Hakim 

Ilmu bela diri ini berkembang dari keterampilan suku-suku asli Indonesia dalam berburu dan berperang dengan menggunakan senjata tradisional seperti parang, perisai, dan tombak, seperti dalam tradisi suku Nias. Silat diperkirakan menyebar di Kepulauan Nusantara sejak abad ke-7 Masehi, akan tetapi asal mulanya belum dapat ditentukan secara pasti. Dalam beberapa periode di Nusantara hingga akhirnya menjadi Indonesia, perkembangan pencak silat sangat dinamis. Bukan hanya dilihat dari perkembangan secara gerak dan teknik tetapi secara sosial politik, dinamika kedudukan para ahli pencak silat dalam masyarakat begitu menarik untuk dibahas.

Pencak Silat Masa Kolonial Belanda

Dalam masa ini, pengaruh hadirnya penjelajah asing yang menjadi penguasa di Nusantara sangatlah besar terhadap beberapa aspek kehidupan masyarakat bumiputera selain ekonomi, budaya, kesenian atau apapun yang dianggap menjadi faktor yang dapat membahayakan pemerintahan Belanda mulai dilarang. Termasuk dalam hal ini adalah pencak silat yang merupakan seni bela diri khas yang memang perkembangannya sudah ada dari masa pra kolonial di Nusantara.

Pada masa sebelum pemerintahan Hindia Belanda, pencak silat menjadi faktor yang berpengaruh dalam kehidupan pada masa ini. Sistem pembelaan diri dengan dasar  kemampuan individu yang tinggi merupakan dasar dari sistem pembelaan diri dalam menghadapi perjuangan hidup maupun dalam pembelaan berkelompok. Sehingga para pendekar atau ahli bela diri pada masa ini memiliki kedudukan yang tinggi di masyarakat. Pada masa kekuasaan Belanda di Nusantara, pemerintah Hindia Belanda tidak memberi kesempatan pencak silat untuk berkembang, hal ini dipandang akan membahayakan kelangsungan kekuasaannya. Alhasil, pencak silat yang semula banyak digandrungi masyarakat pribumi dan berakar kuat mulai berkurang pengaruhnya dalam masyarakat. Dalam aturannya, pemerintah Hindia Belanda hanya mengizinkan kegiatan kesenian yang menjurus pada suatu pertunjukan atau upacara adat saja. Kebijakan pemerintahan Belanda tentang dilarangnya berlatih pencak silat membuat kelompok-kelompok pencak silat berlatih secara sembunyi-sembunyi. Di sisi lain kondisi tersebut membuat perkembangan pencak silat seni khususnya di Jawa Barat berkembang pesat, ditandai dengan munculnya aliran-aliran yang berbeda di beberapa daerah di Jawa Barat.

Kelompok-kelompok  pencak silat khususnya di Jawa Barat pada masa itu, mulai melakukan pencampuran gerak serta teknik dengan aliran di luar daerahnya. Para pendekar pencak Cianjur misalnya, banyak belajar dari guru pencak silat di Batavia yang diantaranya adalah Ajengan Ibrahim belajar kepada Abang Madi (Batavia), Abang Kare (Banten Tangerang), dan Abang Ma’rup (Batavia). Dengan memadukan gerakan-gerakan lama dan menciptakan gerakan-gerakan baru yang disesuaikan dengan irama musik daerah, terciptalah suatu keharmonisan dalam gerak langkah. Proses akulturasi yang dilakukan antara gerak, musik, dan langkah sehingga menciptakan sebuah gerakan baru, membuat pencak silat  seni semakin berkembang dan lebih banyak dijadikan pertunjukan yang dikemas dalam bentuk seni tarian pencak silat dengan musik dan busana tradisional. Pencak silat dengan model seperti ini di Jawa Barat disebut juga dengan “Ibing Pencak”, kadang dianggap sebagai tari tetapi pada kenyataanya ibing pencak memiliki pengertian yang mendalam dibanding dengan tari. Hal ini dikarenakan dalam ibing pencak selain ada unsur keindahan gerak didalamnya, tujuan akhirnya adalah menjatuhkan  lawan sehingga dalam hal ini ada dua unsur yang menonjol yaitu unsur seni dan unsur bela diri.

Baca Juga :   Takluknya Sang Rival: Ekspansi Mataram ke Surabaya Pada Abad XVII

Dalam periode masa kolonial ini secara garis besar dalam perkembangan pencak silat ada pergeseran fungsi yang awalnya pencak silat dipakai sebagai suatu teknik dalam berperang atau bela diri suatu kelompok atau individu berubah fungsi menjadi suatu kesenian yang dapat dipertontonkan kepada masyarakat luar. Dengan kata lain unsur seni dalam pencak silat lebih ditonjolkan dibanding dengan unsur pembelaan diri. Unsur seni diperkuat dengan adanya instrumen-instrumen yang mengiringi setiap pertunjukan pencak silat musik pengiring yang kegunaanya untuk mengiringi pencak silat. 

Pencak Silat Pada Masa Pendudukan Jepang

Pada awal mula pemerintahan Jepang di wilayah Indonesia, segala kegiatan sosial dan budaya termasuk pencak silat dilarang oleh pemerintahan militer Jepang karena dianggap akan membahayakan kekuasaanya. Bukan tanpa alasan Jepang melarang pencak silat karena di beberapa daerah ada beberapa kasus yang melibatkan pendekar yang banyak membunuh tentara Jepang. Namun kebijakan ini tidak dijalankan di seluruh wilayah Indonesia karena ada beberapa daerah yang masih diperbolehkan untuk melakukan kegiatan bela diri. Hal ini didasari oleh adanya beberapa pihak Jepang yang merupakan ahli bela diri judo, kendo dan jiu jutsu, salah satunya bernama Makino yang ingin belajar pencak silat. Hal tersebut membuat pencak silat masih boleh untuk diajarkan khususnya di daerah Yogyakarta. Namun daerah lainnya yang terimbas pelarangan para ahli pencak silatnya masih melakukan latihan secara sembunyi–sembunyi di malam hari demi menghindari pantauan bala tentara Jepang.

Dinamika perkembangan situasi politik pada masa pendudukan militer Jepang di Indonesia akhirnya menciptakan adanya bentuk opsi baru dalam perkembangannya. Pemerintahan militer Jepang yang pada saat itu memang bertujuan untuk menggunakan sumber daya manusia dan sumber daya alam Indonesia sebagai alat untuk menunjang perang Asia Timur mulai berkonsolidasi dengan tokoh-tokoh perjuangan kemerdekaan Indonesia dan menjanjikan kemerdekaan bagi seluruh rakyat Indonesia. Kesepakatan tersebut mulai terasa nyata dengan dekatnya Soekarno dengan petinggi militer Jepang dan mulai aktif membantu program-program yang dilakukan Jepang di Indonesia termasuk pembentukan PETA (Pembela Tanah Air) yang merupakan badan paramiliter yang dibentuk Jepang. 

Dalam waktu yang pencak silat di militerisasi oleh pemerintah Jepang, seluruh anggota PETA diajarkan pencak silat dengan gaya militer. Tentunya hal ini bertujuan untuk mempersiapkan tentara PETA yang akan dilibatkan di perang Asia Timur Raya. Untuk mempermudah proses pelajaran, pemerintah Jepang memandang perlu membentuk sebuah paket dalam latihan yang homogen untuk seluruh batalion, dengan mengadakan standarisasi dan mempersatukan seluruh aliran pencak silat di Indonesia. Pencak silat pada masa ini tumbuh dan berkembang secara signifikan namun disisi lain pencak silat juga dimanfaatkan oleh pemerintah militer Jepang dalam rangka memperkuat tentara militernya untuk persiapan perang.

Pencak Silat Masa Revolusi Kemerdekaan Indonesia

Setelah penyerahan Jepang terhadap pasukan sekutu dengan ditandai dengan jatuhnya bom Hiroshima dan Nagasak disusul dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, perjuangan rakyat Indonesia belum usai. Belanda menyerang lawat aksi Agresi Militer sebanyak dua kali pada tahun 1947 dan 1948 sehingga terjadi konfrontasi fisik antara Indonesia dan Belanda. Pencak silat berperan besar dalam menguatkan rasa percaya diri rakyat bangsa Indonesia yang sedang berjuang melawan NICA (Netherland-Indies Civil Administration).

“Para pedjuang jang mahir dalam ilmu pentjak silat pada waktu itu sungguh nampak besar faedahnja. Ada diantara mereka jang merampas senapan musuh di waktu gelap, dengan metjecekek leher lawan. Ada jang bersembunji dan tiba-tiba menjerang dengan pukulan dan tangkapan untuk merebut sendjata api musuh, sebab pada waktu itu anggauta gerilja kita sangat kekuarangan sendjata api, djadi teranglah Pentjak/Silat sangat besar manfaatnja apabila dipergunakan dalam perang gerilja, guna membela bangsa. Meskipun musuh mempergunakan mitrailur dengan kapal terbang, bom-bom, meriam dan morther, tetapi kalau di waktu malam jang gelap gulita, tentu tak dapat memakainja dengan tepat, bahkan mungkin perbuatannya itu semua rakjat Indonesia mahir pentjak/Silat, kiranja musuh akan amat segan menjerbu dan menduduki Indonesia dengan melawan gerilja Rakyat.(Mohamad Djoemali 1959:34-35).

Baca Juga :   Peran  Mahasiswa Terhadap Sosial Politik  di  Indonesia

  Pendekar-pendekar pada masa revolusi kemerdekaan ini banyak yang bergabung dengan Barisan Pelopor yang dipimpin oleh Soekarno demi mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Misalnya salah satu pendekar Jawa Barat yaitu Enny Rukmini Sekarningrat dan Pendekar Panglipur yang berasal dari Garut yang bertempur melawan Belanda bersama pasukan Pangeran Papak di Wanaraja, Garut, dan pasukan Mayor Rukman di Yogyakarta. Di daerah Yogyakarta banyak sekali pendekar-pendekar yang datang dari penjuru tanah air yang ikut andil dalam mempertahankan Indonesia khususnya Yogyakarta yang pada waktu itu menjadi ibukota Negara Indonesia. 

Pengaruh pencak silat juga sampai ke Bali dalam pergerakan revolusi yang dipimpin oleh I Gusti Ngurah Rai juga dalam perlawanannya terhadap Belanda. I Gusti Ngurah Rai yang mendapat pelatihan pencak silat di dalam pelatihan PETA, menyebarkan ilmunya kepada pasukannya di Bali untuk bekal dalam berperang melawan Belanda. Selain itu I Gusti Ngurah Rai juga pernah melatih penduduk Banjar secara sembunyi-sembunyi, meski dilarang oleh Belanda. Sampai kini pencak silat yang berkembang di Bali berakar dari Jawa Barat. Sebenarnya peran pendekar pencak silat juga sudah terlihat ketika malam sebelum proklamasi Kemerdekaan RI. Soekarno dijaga dan dikawal oleh lima pengawal yang mahir dalam ilmu bela diri pencak silat. 

Pencak silat Indonesia mengalami dinamika perkembangan yang cukup panjang dari mulai masa kolonial atau masa Hindia Belanda hingga masa revolusi kemerdekaan Indonesia sehingga patut untuk diketahui sejarah dan perkembangannya dari masa ke masa. Dewasa ini, pencak silat sudah menjadi olahraga yang mendunia dan dipertandingkan di event olahraga bertaraf internasional. 

Referensi

Maryono, Oong.1999. Pencak Silat Merentang Waktu.Yogyakarta: Yayasan Galang

Respuzi, Gending dkk. 2016. Penca Pangkal, Alur, Dialektika. Bandung: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawabarat

Rusyana, Yus. —. Tuturan Tentang Pencak Silat Dalam Tradisi Lisan Sunda. Bandung: Yayasan Obor Indonesia dan Asosiasi Trasdisi Lisan

Endang Kumaidah. Penguatan Eksistensi Bangsa Melalui Seni Bela Diri Tradisional Pencak Silat. 

Share:

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on pinterest
Pinterest
Share on linkedin
LinkedIn

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Related Posts