Burayot; Menggali Kelezatan Tradisional Era Digital

Makanan ringan atau snack merupakan jenis makanan yang disajikan di luar waktu makan utama. Snack dapat berupa makanan atau jajanan tradisional, kue–kue, aneka gorengan, dan lain sebagainya. Makanan ringan yang sering kita temui adalah makanan  kue tradisional. Kue Tradisional merupakan jenis makanan khas yang berasal seluruh daerah yang ada di Indonesia, dan diolah dengan cara sederhana serta bahan-bahan yang mudah di dapat (Nurhayati et al., 2012).

Oleh Aceng Munir Akmalul Fikri

Di era teknologi dan media sosial memengaruhi cara pandang kita melihat dan berinteraksi dengan makanan, Burayot telah menemukan tempatnya. Melalui platform media sosial dan situs web resep, makanan ini telah menyebar dan dicintai oleh banyak orang. Namun selain menjadi sensasi di dunia maya, Burayot tetap menjadi warisan budaya berharga bagi Jawa Barat. Dibalik setiap resep yang dibagikan di media sosial seperti di Instagram atau You Tube, terdapat sejarah dan tradisi yang kaya yang perlu dijaga dan dihormati. 

Asal-Usul Burayot

Pada sebuah perjalanan Kuliner ke wilayah terpencil, kita mungkin menemui sebuah makanan yang asing, unik, dan penuh dengan sejarah. Inilah yang kita temui jika kita menapaki dunia makanan tradisional Jawa Barat dan menemukan Burayot. 

Burayot merupakan makanan tradisional yang diwariskan secara turun-temurun. Diadaptasi dari cerita rakyat kue tradisional asli Sarkanjut yang sekarang termasuk kedalam kecamatan Leuwigoong. 

Menurut cerita rakyat, pada awalnya Burayot dibuat oleh Nyimas Pugerwangi istri dari Prabu Kiansantang untuk memperingati peristiwa sunatan yang ada di daerah Salam Nunggal yang sekarang berada di daerah Leles dan Leuwigoong. Buruyot dibuat yang menyerupai bentuk kanjut (alat kelamin laki-laki) yang kemudian diberi nama Burayot. Namun sumber lain mengatakan bahwa kue ini menyimpan sebuah kisah. Konon, kue ini ditemukan tidak sengaja (Fitriani & Nuraini, 2019).

Zaman dahulu, warga pedesaan membuat makanan ringan dari bahan ubi jalar (sampeu) dicampur dengan gula aren yang dicairkan. Makanan ini dinamai cemprus, Abah Onon salah seorang pengrajin lahang di kampung Dangdeur dan istrinya Bi Acih sering menikmati secangkir teh hangat ditemani bubuy sampeu dan gula aren yang dicairkan. Bi Acih melakukan percobaan dari banyaknya tepung beras yang  tersedia serta gula mera.  Bi Acih membuat adonan dari tepung beras dan gula merah tersebut menjadi bulatan menggelembung ditemani anaknya   Ujang Jaja dan tetangganya Ujang Odo. Bentuknya menjadi bulat lonjong dan kulitnya keriput, akhirnya pembuatannya pun bervariasi, dibuat menggantung agar tampilannya lebih cantik (Aurellia, 2022).

Bahan-Bahan dan Proses Pembuatan Burayot

Daerah Leles Garut merupakan pusat dari sentra perajin makanan khas terutama Burayot, sehingga masyarakat di sana kebanyakan pandai dalam pembuatan makanan khas ini. Mereka memiliki kebanggaan tersendiri bisa mengolah panganan yang proses pembuatannya sederhana. Kita juga bisa membuat kue khas ini dengan Bahan-bahan dan proses pembuatan makanan khas ini.

Proses pembuatan makanan tradisional ini dimulai dengan bahan-bahan utama yang cermat, sebagai berikut:

  • 300 gram beras putih;
  • 100 gram gula merah;
  • 250 ml air/secukupnya;
  • 2 Sendok makan gula pasir;
  • Minyak goreng.

Setelah bahan-bahan siap, langkah selanjutnya adalah penggabungan dan pengolahan dengan cermat. Proses pembuatan Burayot secara garis besar adalah sebagai berikut: gula merah dan gula putih di campur, dimasak sampai mencair, lalu disaring. Selanjutnya dimasukkan tepung beras dan diaduk sampai seluruhnya tercampur rata. Setelah itu, adonan didiamkan selama semalam sampai mengendap. Langkah berikutnya adalah membulatkan adonan, kemudian dipipihkan. Kemudian adonan pipih tersebut dimasukkan kedalam penggorengan berisi minyak panas dan langsung diangkat setelah berwarna kuning keemasan (Anwari et al., 2017).

Baca Juga :   Maret Berdarah di Sumatera Timur Tahun 1946

Kurang lebih seperti ini proses pembuatan makanan tradisional yang tak hanya mengisi perut, tetapi juga membawa warisan budaya dan cita rasa khas masa lalu ke masa kini. Hidangan ini bukan hanya sebuah makanan, tetapi juga suatu perwujudan dari nilai-nilai dan sejarah yang tak ternilai harganya.

Burayot di Era Digital

Burayot yang merupakan makanan tradisional yang unik dan punya kisah yang menarik termasuk makanan populer dan dinikmati oleh para pecinta makanan tradisional di negara Indonesia khususnya Jawa Barat. Dengan seiring perkembangan zaman, dari tradisional hingga digital, burayot  masih menjaga keutuhan rasa dan bentuk uniknya. Makanan khas ini memiliki bermacam-macam rasa yaitu rasa cokelat, wijen, keju, jahe, dan kacang tanah. Peran teknologi digital terhadap makanan tradisional seperti burayot sangat penting dan bermanfaat, seperti promosi dan berbagi resep. Selain itu, akses informasi dengan digital memudahkan informasi tentang makanan tradisional, termasuk sejarah, resep, dan varian. Hal ini sangat membantu melestarikan warisan kuliner.

Dampak era digital pada Burayot adalah cerminan dari bagaimana teknologi dapat memengaruhi warisan budaya. Meskipun ada risiko adaptasi yang tidak terkendali, masyarakat lokal dan pemangku kepentingan telah berperan penting dalam mempertahankan esensi dari makanan ini. Melalui upaya kerjasama untuk menelurkan ide dan menyelesaikan masalah rumit menuju visi bersama, burayot tetap menjadi bagian penting dari kuliner kami.

Kesimpulan

Cerita rakyat tentang awal pembuatan Burayot yaitu dibuatnya oleh Nyimas Pugerwangi istri dari prabu kiansantang untuk memperingati peristiwa sunatan yang ada di daerah Salam Nunggal yang sekarang berada di Daerah Leles dan Leuwigoong. Makanan ini dibuat menyerupai kanjut ( alat kelamin laki-laki) yang kemudian diberi nama Burayot.

Burayot mengungkapkan bagaimana era digital telah mempengaruhi peran dalam menyebarkan, mempromosikan dan mengubah cara kita melihatnya. Burayot adalah bukti nyata bahwa makanan tradisional memiliki daya tarik yang tak tergoyahkan di era digital. Kelezatan dan keunikan burayot mampu menarik perhatian masyarakat dan tetap relevan dengan inovasi dalam penyajian. Seiring dengan perkembangan teknologi, burayot membawa tradisi kuliner kita ke dalam dunia digital dengan penuh pesona. Sebagai pecinta budaya kuliner dan warisan, kita diingatkan akan pentingnya memelihara makanan tradisional kita.

Referensi

Anwari, E., Meilani, E., & Prasetyowati, O. (2017). Perancangan Grafis Kemasan Makanan Burayot Sebagai Oleh-oleh Khas Garut. DeKaVe, 10(2), 12-24.

Aurellia, A. (2022, May 26). Sejarah dan Resep Burayot, si Manis Khas Garut. detikcom. Retrieved January 11, 2024, from https://www.detik.com/jabar/kuliner/d-6096455/sejarah-dan-resep-burayot-si-manis-khas-garut

Fitriani, R., & Nuraini, A. S. (2019). “Burayot” Sebagai Kue Tradisional Garut. Jurnal Media Pendidikan, Gizi, dan Kuliner UPI, 8(1), 57-61.

Nurhayati, A., Lasmanawati, E., & Yulia, C. (2012). Pengaruh Mata Kuliah Berbasis Gizi Pada Pemilihan Makanan Jajanan Mahasiswa Program Studi Pendidikan Tata Boga. Jurnal Penelitian Pendidikan UPI, 13(1), 1-6.

Share:

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on pinterest
Pinterest
Share on linkedin
LinkedIn

(3) Komentar

  1. Abu arslan menulis:

    Bisa dibilang sejarah perjalanan burayot ini menarik ya. Ilmu baru buat sayam terima kasih bin hatur nuhun ka Aceng yg sudah menyajikan kuliner khas Garut ini. Sepertinya jika dikaji lagi filosofis burayot itu akan lebih menarik ya.

  2. Ai ajah hikmawati menulis:

    Makanan tradisional memang tak ada duanya ,,, jadi pengen pulang kampung

  3. Nuri Nur Hikmah Darajatun menulis:

    MaasyaaAllaah.. Mantap, Ceng. Terimakasih sudah merawat budaya dan meluaskan cerita. Turut bangga menjadi bagian dari penggemar burayot ✨

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Related Posts