Air Tak Lagi Dekat; Masalah Air Minum Di Surabaya Dari Masa Ke Masa

Beberapa waktu lalu, muncul banyak cuitan netizen menyoal masalah air bersih yang kian hari kian sulit. Ada netizen yang bilang kalau air keran di bak mandi berwarna coklat pekat seperti Kopi Kenangan. Hal ini menunjukkan begitu buruknya sanitasi dan kualitas air minum di Indonesia. Tak ayal bahwasanya data statistik yang dilontarkan oleh Environmental Performance Index (EPI) pada tahun 2022 mengatakan dalam urusan “Kualitas Sanitasi dan Air Minum Di ASEAN”, Indonesia berada di peringkat ke-9 di antara 11 alias nomer 3 dari bawah.  

Oleh Archy Althariq

Lantas bagaimana dengan Surabaya sebagai kota besar di ujung timur pulau Jawa? Setelah mencuatnya berita soal kondisi air keran yang mengenaskan, banyak kawan kuliah di salah satu kampus ternama mengeluhkan hal yang sama. Ada yang bilang kalau airnya berwarna merah, ada pula menyebut air kerannya banyak cacing. Pada akhirnya, air keran yang disalu rkan oleh PDAM Surabaya pun hanya digunakan untuk mandi, mencuci, dan juga membersihkan beras, sebab air keran tersebut sangat tidak layak untuk diminum.

Tentu, hal ini merupakan satu dari berjibunnya permasalahan lingkungan kota, mengingat Surabaya merupakan kota yang berdiri bahkan sejak sebelum kolonialisme Belanda. Hal tersebut dibuktikan mulai dari tuntutan warga Eropa di Surabaya soal akses air bersih di daerah Krembangan, pencemaran sungai Kalimas hingga pembangunan Perusahaan air di Surabaya itu sendiri.

Tuntutan dan Kapitalisasi Air: Relasi Masyarakat Surabaya Dengan Air

Sejak dahulu, orang-orang bumiputera memanfaatkan air sungai tidak hanya sebatas sarana transportasi, namun juga untuk kebutuhan MCK (Mandi, Cuci, Kakus), bahkan  dikonsumsi. Penggunaan air semacam ini juga berlaku di Surabaya semasa Kolonial. Di lain hal, agar air sungai dapat diminum dan tidak menimbulkan rasa jijik, agen pemasok air pun menggunakan tawas dan sejenis cairan asam penjernih air bernama overmangaanzure.

Sayang beribu sayang, pada akhir abad ke-19, sungai Kalimas tercemar oleh limbah industri dan limbah rumah tangga. Hal tersebut terjadi karena proses modernisasi Hindia Belanda melalui kebijakan ekonomi liberal pada tahun 1870, yang membuat Surabaya mengalami transformasi besar-besaran. Dengan bertumbuhnya pabrik-pabrik hingga memicu ledakan migrasi, banyak warga Surabaya protes, khususnya warga Eropa, menuntut pemerintah Hindia Belanda menyalurkan air bersih ke rumah mereka.

Menurut Andi Achdian dalam buku terbarunya berjudul “Ras, Kelas, Bangsa: Politik Pergerakan Antikolonial di Surabaya Abad ke-20”, warga Eropa yang menetap di daerah sekitar Krembangan protes akibat mewabahnya penyakit kolera di daerah mereka. Sebuah fakta diungkapkan dokter Inggris bernama John Snow, menjelaskan korelasi besar wabah kolera yang terjadi seperti di London disebabkan oleh terkontaminasinya pasokan air minum dengan kotoran manusia.

Sudah menjadi rahasia umum, menurut Jean German Taylor dalam artikelnya “Bathing and Hygiene: Histories from The KITLV Images Archive”, jika di zaman kolonial, sungai menjadi tempat publik sekaligus tempat privat (MCK), hal tersebut terjadi karena tidak adanya akses air bersih yang mengaliri rumah-rumah kaum bumiputra. Hal tersebut juga dibuktikan oleh G.H Von Faber dalam buku “Nieuw Soerabaja” yang mengangkat isu dinding bertangga (plengsengan) sungai yang kerap digunakan sebagai sarana buang air besar (BAB) oleh warga, sehingga pemerintah kota saat itu berinisiatif untuk memperbaiki plengsengan tersebut menjadi tanpa tangga.

Adanya dari kasus pencemaran sungai Kalimas pada perkembangannya membuat dua pengusaha Belanda berinisiatif untuk mengambil air dari sumber mata air Purut, Pasuruan. Proses pengiriman air swasta tersebut kemudian dikenakan biaya seharga 2.50 gulden per pikul tong kayu. Tentu, bisnis vital ini sangat menguntungkan, apalagi pengangkutan air tersebut menjadi semakin mudah karena hadirnya akses kereta api.

Baca Juga :   Kompetisi Sepakbola GALATAMA (1979-1994) Sebagai Cikal Bakal Kompetisi Profesional di Indonesia

Praktik pengolahan air di masa kolonial ini tentunya berbeda dengan era pasca-kemerdekaan. Menurut Ermawanto dalam skripsinya berjudul “Waterleiding: Penyediaan Air Minum di Surabaya” menjelaskan penggunaan kaporit dan bahan kimia lain sudah menjadi bagian dari proses sterilisasi bakteri mengingat air sungai dijadikan sebagai bahan utama. 

Pergeseran Makna ‘Air Minum’ Dalam PDAM

Hemat saya, permasalahan limbah industri yang dibuang di sungai dan ketergantungan penggunaan kaporit untuk penjernihan air serta membunuh kuman bakteri pada air, merupakan sebuah kemungkinan pergeseran makna dalam akronim PDAM. Secara harfiah, PDAM adalah perusahaan daerah yang mengurusi masalah akses air minum bagi warga. Jika dibayangkan, maka jelas seharusnya PDAM berfungsi memenuhi kebutuhan konsumsi air bagi warga yang tak hanya dalam urusan MCK saja, namun juga air untuk memasak dan minum sebagaimana pemandangan yang sering kita lihat di kota-kota modern di luar negeri —meminum air langsung dari keran.

Air sungai yang menjadi bahan utama pengolahan air minum semakin memburuk dari tahun ke tahun, secara praktis meningkatkan penggunaan bahan-bahan kimia seperti kaporit untuk menjernihkan dan membunuh bakteri. Penggunaan kaporit ini bisa terdeteksi langsung dari aroma air keran kita sendiri. Dilansir dari klikdokter, air dengan kaporit bila dikonsumsi secara terus-menerus dapat menyebabkan gangguan pencernaan karena bisa membuat dinding lambung erosi dan menyebabkan penyakit maag. Dalam jangka panjang, penyakit ginjal dan kanker bisa terjadi.

Permasalahan buruknya kualitas air PDAM inilah membuat bisnis penyedia air minum terus meraup keuntungan. Memang tidak dipungkiri, kemunculan produk-produk Air Mineral Dalam Kemasan (AMDK) juga ikut andil dalam pembenaran opini masyarakat akan ketersediaan air bersih di perkotaan makin menipis. Kehadiran AMDK yang mengambil air dari sumber mata air asli lambat laun terus dibutuhkan masyarakat.

Dalam sudut pandang masyarakat, jelas menyadari dua hal penting. Pertama, air sungai sebagai bahan sudah tak sehat lagi; Kedua, mencium bau kaporit atau perasaan yang menyengat dalam air kerannya. Sehingga mereka pun memutuskan untuk tidak menggunakan air keran untuk diminum dan memasak, melainkan hanya untuk mandi, dan mencuci, lalu menggunakan AMDK atau air isi ulang untuk masak dan diminum. Hal ini dengan jelas, menandakan bahwa air bersih telah semakin menipis pasokannya, dan AMDK pun menjadi solusi.

Adakah Solusi Alternatif Bagi Surabaya?

Bisa dikatakan sulit untuk mencari solusi alternatif menghadapi masalah air keran yang berwarna coklat seperti kopi atau berbau menyengat seperti bau kolam renang umum. Namun, jika melihat urgensi kebutuhan masyarakat di perkotaan besar seperti Surabaya, maka pencarian solusi masalah air bersih ini haruslah menjadi perhatian bersama.

Menurut Klikjatim, pihak PDAM mendukung upaya ibu-ibu memperjuangkan pemulihan Kali Surabaya yang semakin terancam. Dari kegiatan itu dapat terjalin sinergi antara masyarakat dengan pemerintah dalam mengatasi problem air bersih. Singkatnya, kegiatan ini menjadi pengingat pemerintah untuk bisa menggaet lebih atensi masyarakat dalam mewujudkan sungai yang bersih, baik itu dengan kampanye membangun kesadaran tidak membuang sampah di sungai, ataupun dengan cara yang lain.

Solusi alternatif lain juga ditawarkan oleh organisasi-organisasi lingkungan, seperti yang ditemukan pada komunitas Airkita dan Airkami yang mengkampanyekan solusi alternatif berupa air hujan sebagai air yang layak konsumsi. Menurut Airkami, Air hujan di Indonesia rata-rata mempunya pH (potential Hydrogen) di kisaran 7,2–7,4. Artinya, secara kualitas masih layak dikonsumsi. Ditambah fakta pula dari hasil lab Airkita yang menjelaskan jika air hujan memiliki kandungan yang lebih sedikit ketimbang air tanah, yaitu di kisaran angka 100 ppm, atau jauh dari batas maksimal yang ditetapkan WHO yaitu < 300 ppm (parts per million). Walaupun begitu, tentunya ada tata caranya tersendiri dalam memanen air hujan agar tidak terkontaminasi zat-zat yang lain.

Baca Juga :   Dari Jalanan Hingga Ke TPA: Kisah Sampah di Surabaya 1960-2000

Sebagai penutup, dapat disimpulkan jika masalah air di Surabaya telah lekat dari zaman ke zaman. Sedari dari tuntutan awal warga Eropa soal air bersih, persebaran penyakit kulit akibat air tercemar yang dikonsumsi, hingga masalah kapitalisasi air yang terjadi di perkotaan. permasalahan air di Surabaya sudah sepatutnya menjadi perhatian bersama baik pemerintah maupun masyarakat. Oleh karena itu, selain dibentuknya sinergi antara masyarakat dengan pemerintah, warga Surabaya juga harus mempunyai kesadaran untuk menangani masalah air bersih ini demi kelangsungan bersama. 

Daftar Pustaka

Buku

Andi Achdian, 2020, Ras, Kelas, dan Bangsa: Politik Pergerakan Antikolonial di Surabaya Abad ke-20, Marjin Kiri

Skripsi & Jurnal

Ermawanto, Novin. (2016). WATERLEIDING: PENYEDIAAN AIR MINUM DI SURABAYA. Skripsi thesis. Surabaya: Universitas Airlangga.

Huda, Nur. (2016). PERAN GOUVERNEMENT WATERLEIDING TERHADAP PENYEDIAAN AIR BERSIH DI SURABAYA TAHUN 1900-1923. Skripsi thesis. Surabaya: Universitas Airlangga.

Zamora, Ronaldi dkk. 2015. PERANCANGAN ALAT UKUR TDS (TOTAL DISSOLVED SOLID) AIR DENGAN SENSOR KONDUKTIVITAS SECARA REAL TIME. Jurnal Sainstek Vol. VII No. 1: 11-15. 

Website:

Airkami.id. 2021. Air Hujan Sebagai Sumber Alternatif Air Bersih & Air Minum. Diakses dari situs Airkami.id pada 10 Desember 2023 https://airkami.id/air-hujan-sebagai-sumber-alternatif-air-bersih-air-minum/ 

Garcia, Valda. 2022. Bahaya Klorin dalam Air Minum bagi Kesehatan Ginjal. Diakses dari situs klikdokter.com pada 10 Desember 2023 https://www.klikdokter.com/info-sehat/ginjal-saluran-kemih/bahaya-klorin-dalam-air-minum-bagi-kesehatan-ginjal 

Kresna, Mawa. 2016. Asal Muasal Air Minum Kemasan di Indonesia. Diakses dari situs Tirto.id pada 10 Desember 2023 https://tirto.id/asal-muasal-air-minum-kemasan-di-indonesia-bXsv 

Wahyudianto, Aries. 2020. Kualitas Air Kali Surabaya Memburuk, Banyak Campuran Kimia Saat Pengolahan PDAM, diakses dari situs klikjatim.com pada 10 Desember 2023 https://klikjatim.com/kualitas-air-kali-surabaya-memburuk-banyak-campuran-kimia-saat-pengolahan-pdam/ 

Share:

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on pinterest
Pinterest
Share on linkedin
LinkedIn

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Related Posts