Pemberantasan Anjing Ras di Bali, 1983

Pada hari Kamis, 24 Agustus 2023, satu keluarga di desa Ketewel, Sukawati, Gianyar, Bali, digigit seekor anjing rabies. Melansir pemberitaan DetikBali, anjing tersebut mengamuk dan menggigit tiga orang. Beruntung, mereka bertiga telah mendapatkan suntikan vaksin anti rabies (VAR) dan telah mendapat perawatan medis. Kondisi berbeda justru dialami seorang anak perempuan di Buleleng Bali. Ia harus meregang nyawa pada 11 Juni 2023, setelah terinfeksi rabies. Melansir CNN Indonesia, ia meninggal dalam keadaan hiperplasia dengan diagnosis enchephalitis rabies. Gigitan berasal dari anjing peliharaannya yang berumur lima bulan, sekitar satu bulan sebelumnya.

Oleh Putu Prima Cahyadi

Kedua kasus ini menjadi rintangan bagi Bali untuk mewujudkan mimpi bebas rabies pada 2028. Semenjak berstatus menjadi wilayah dengan wabah rabies untuk pertama kalinya pada 2008, melansir pemberitaan Kompas, pemerintan daerah Bali berusaha semaksimal mungkin untuk lepas dari status tersebut. Berbagai tindakan telah dilakukan, mulai dari vaksinasi anjing hingga pembasmian anjing liar. 

Khusus mengenai pembasmian anjing liar, ditanggapi beragam oleh komunitas pecinta hewan. Mengutip pemberitaan Tempo pada 2013, LSM Bali Animal Welfare mengkritik metode pemusnahan anjing liar yang dilakukan pemerintah Bali. Menurut mereka, metode vaksinasi lebih efektif dan manusiawi untuk menghilangkan rabies secara tuntas di Bali.

Apakah pemerintah Bali memiliki masalah serupa pada masa silam? Jika iya, bagaimana kiat mereka menjaga Bali dari penyakit rabies?

Sekilas mengenai Anjing di Bali

Bagi masyarakat Bali, anjing telah menjadi bagian integral dalam kehidupan kultural masyarakat Bali. Mengutip Hendri Purnawan dalam skripsi Relasi Manusia dengan Binatang dalam Theologi Hindu menyatakan bahwa hewan anjing, terutama anjing bang bungkem (anjing berwarna coklat dengan mulut dan ekor berwarna hitam), menjadi salah satu hewan untuk upacara yadnya (korban suci) kepada para bhuta (kekuatan alam yang lebih rendah dari manusia). Korban suci tersebut ditujukan untuk menyeimbangkan bhuana agung (makrokosmos) dengan bhuana alit (mikrokosmos).

Selain sebagai korban suci, anjing juga dipelihara sebagai penjaga rumah maupun sarana hiburan untuk melepas penat. Menurut Julio Saputra dalam artikel Anjing Bali dalam Hidup Masyarakat Bali, anjing telah dianggap sebagai “sahabat terbaik” masyarakat Bali. Hampir setiap rumah di Bali, setidak-tidaknya, memelihara seekor anjing sebagai teman hidup.

Kedekatan hubungan antara anjing dengan masyarakat Bali juga terungkap dalam naskah itihasa. Dalam kisah Mahabharata, dikisahkan kelima Pandawa, Drupadi, dan seekor anjing mendaki Gunung Himalaya untuk mencapai kediaman Dewa Indra. Dalam perjalanan tersebut, hanya Yudhistira dan seekor anjing yang mengikutinya sejak awal perjalanan yang berhasil menemui Dewa Indra.

Karena Yudhistira tidak diperkenankan untuk membawa anjing yang telah mengikutinya sepanjang perjalanan ke surga, ia memilih untuk tidak pergi ke surga tanpa ditemani anjing tersebut. Yudhistira mengatakan kepada Dewa Indra bahwa anjing tersebut telah melaksanakan tyaga bhakti sepanjang perjalanan mendaki Gunung Himalaya. Mendengar jawaban tersebut, anjing tersebut berubah wujud menjadi Dewa Dharma, dan Yudhistira diangkat ke surga oleh Dewa Indra. Begitulah kisah kesetiaan seekor anjing, sebagaimana dikutip melalui Nyoman S. Pendit (2010) dan Made Titib (1986).

Berbagai kisah kesetiaan anjing sebagai sahabat terbaik orang Bali membuat mereka sangat mencintai hewan ini. Kecintaan terhadap anjing ini, menjadi penghalang utama ketika populasi anjing ras harus dihabisi secara tuntas pada tahun 1983.

Pemberantasan Anjing Ras

Tidak diketahui sejak kapan anjing ras masuk ke Bali. Mengutip pemberitaan Bali Post Minggu pada 30 Januari 1983, anjing ras, terutama ras pekines (pekingese), kemungkinan besar masuk ke Bali melalui jalur gelap. 

Baca Juga :   Kehidupan Masyarakat Samin di Bojonegoro

Hanya orang berduit, seperti para dokter dan pejabat, yang memelihara anjing ras. Masyarakat kebanyakan, sebagian besar masih memelihara anjing lokal (kuluk kacang) hingga tahun 1983.

Pemberantasan anjing ras diawali dengan terbitnya Pengumuman Gubernur Bali Nomor 443.34/180/Binsos Mental tertanggal 7 Januari 1983 mengenai pencegahan penyebaran rabies di Bali. Dalam pengumuman tersebut, sebagaimana dikutip melalui I Ketut Berata (2012), dinyatakan kepada seluruh pemilik anjing, kucing, dan kera yang masuk ke Bali dari luar pulau untuk mendaftarkan atau menyerahkan peliharaan mereka kepada pihak Karantina Kehewanan Wilayah Denpasar. 

Pemilik hewan peliharaan diberikan batas waktu hingga 7 Februari 1983 untuk melakukan pendaftaran. Bagi pemilik yang masih belum mendaftarkan anjing, kucing, maupun kera yang datang dari luar Bali, pemerintah daerah akan menertibkan dan memusnahkannya.

Sejak terbitnya pengumuman tersebut, pemerintah daerah (pemda), melalui Tim Koordinasi Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Rabies di Bali mulai mengadakan inventarisasi terhadap anjing peliharaan warga sebagai respon pengumuman gubernur Bali. Sejak tanggal 8 Januari 1983, Dinas Kehewanan Provinsi Bali mulai membuka layanan inventarisasi. Hingga tanggal 24 Januari 1983, 312 anjing ras berhasil terdaftar di Dinas Kehewanan.

Selain melakukan inventarisasi, pemda Bali juga melakukan penangkapan serta penertiban terhadap anjing liar yang berkeliaran di Denpasar. Pada tanggal 5 Januari 1983, sebanyak 148 ekor anjing liar yang berkeliaran dan diduga tidak memiliki majikan ditangkap untuk diteliti.

Bagi masyarakat pemilik anjing di Denpasar, Kuta, dan Sanur, penangkapan anjing tersebut dinilai tidak adil, karena anjing yang telah mereka pelihara sejak lama ikut terjaring penertiban. Keluhan tersebut, sepanjang bulan Januari 1983, menjadi perdebatan panjang dalam harian Bali Post.

Protes dan Keluhan

Keluhan pertama mengenai pemberantasan anjing ras di Bali terbit dalam harian Bali Post pada 17 Januari 1983. Melalui rubrik Surat Pembaca, seorang yang menggunakan nama “Dari Penyayang Anjing”, kemungkinan besar pemilik anjing lokal, mengungkapkan kekecewaannya atas keputusan Pemda untuk ikut membasmi anjing lokal yang biasa berkeliaran di jalanan Denpasar. Ia mengatakan bahwa Pemda seharusnya menyasar “orang-orang gede dan kaya” yang merawat anjing ras yang dianggap membawa wabah rabies ke Bali.

Keluhan serupa juga diungkapkan oleh Putu Pager. Melalui surat pembaca pada tanggal 20 Januari 1983, ia meminta Pemda Bali untuk meninjau kembali tindakan penertiban terhadap anjing ras. Menurutnya, “langkah penolakan secara tegas dan ketat” lebih efektif dibandingkan memberantas populasi anjing yang ada. Saran serupa juga disampaikan oleh Agung empat hari kemudian, yang menekankan “kontrol secara kontinyu” untuk mencegah masuknya rabies ke Bali.

Menanggapi keluhan masyarakat melalui media massa, gubernur Bali saat itu, Ida Bagus Mantra, menyatakan dalam surat pembaca bahwa kebijakan Pemda mengenai anjing ras mengikuti beberapa peraturan yang diterbitkan pemerintah pusat. Dengan menyadari betul perasaan para pemilik anjing ras, Gubernur Mantra menyatakan bahwa kebijakan tersebut dilakukan untuk mencegah masuknya rabies ke Bali.

Penutup

Meski menghadapi keluhan serta pertentangan oleh masyarakat, pemerintah daerah Bali tetap melaksanakan pemberantasan anjing ras pada 7 Februari 1983. Tindakan tersebut berhasil menjaga Bali tetap berstatus bebas rabies hingga 2008. 

Populasi anjing ras, terutama yang telah didaftarkan ke Dinas Kehewanan selamat dari pemberantasan. Mungkin, mereka menjadi leluhur para anjing ras yang mendiami Bali saat ini.

Referensi

“Akan Dilakukan ‘Inventarisasi Anjing’ di Bali”. Bali Post. 10 Januari 1983. 

“Balita di Buleleng Bali Meninggal karena Rabies Usai Digigit Anjing. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230613135653-20-961201/balita-di-buleleng-bali-meninggal-karena-rabies-usai-digigit-anjing. Diakses pada 5 September 2023.

Baca Juga :   Upacara Sipaha Sada Dalam Agama Malim

“Baru 312 Anjing Ras Didaftar”. Bali Post. 25 Januari 1983.

“Entah, Sejak Kapan Diselundupkan ke Bali”. Bali Post Minggu. 30 Januari 1983.

“LSM Protes Pemusnahan Anjing Liar di Bali”. https://nasional.tempo.co/read/492452/lsm-protes-pemusnahan-anjing-liar-di-bali. Diakses pada 5 September 2023.

“Mimpi Bali Bebas Rabies pada 2028 Saat 19.005 Warga Diserang Anjing”. https://www.detik.com/bali/berita/d-6796146/mimpi-bali-bebas-rabies-pada-2028-saat-19005-warga-diserang-anjing. Diakses pada 5 September 2023.

“Pemda Badung Bertekad Tertibkan Anjing Ras”. Bali Post. 28 Januari 1983.

“Penangkapan Anjing Dinilai Kurang Adil”. Bali Post. 15 Januari 1983.

“Pertama dalam Sejarah, Bali Wabah Rabies. https://nasional.kompas.com/read/2008/12/06/07162483/~Regional~Bali%20Nusa%20Tenggara. Diakses pada 5 September 2023.

“Satu Keluarga di Bali Digigit Anjing Rabies, Begini Kondisi Para Korban”. https://www.detik.com/bali/berita/d-6898458/satu-keluarga-di-bali-digigit-anjing-rabies-begini-kondisi-para-korban. Diakses pada 5 September 2023.

“Sudah Ditangkap 148 Ekor Anjing Liar”. Bali Post. 8 Januari 1983.

Agung. 1983. “Masalah Anjing Ras di Bali”. Bali Post. 24 Januari.

Berata, I Ketut. 2012. “Kembalikan Baliku Sebagai Daerah Bebas Rabies” dalam Wahana. Tahun XXVIII. No. 79. Nopember.

Dari Penyayang Binatang. 1983. “Pembantaian Anjing yang Tidak Adil” dalam Bali Post. 17 Januari.

Mantra, [Ida Bagus]. 1983. ‘Penjelasan Gubernur Tentang Masalah ‘Rabies’”. Bali Post. 27 Januari. 

Pager, Putu. 1983. “Bebas Rabies dan Kemanusiaan”. Bali Post. 20 Januari.

Pendit, Nyoman S. 2010[2003]. Mahabharata. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Purnawan, Hendri. 2019. “Relasi Manusia dengan Binatang dalam Theologi Hindu”. Skripsi. Prodi Studi Agama-Agama Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Saputra, Julio. 2020. “Anjing Bali dalam Hidup Masyarakat Bali”. https://tatkala.co/2020/05/13/anjing-bali-dalam-hidup-masyarakat-bali/. Diakses pada 12 September 2023.

Titib, M. 1986. “Mungkinkah Manusia Melihat Tuhan?” dalam Warta Hindu Dharma. Edisi 229. Juli.

Share:

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on pinterest
Pinterest
Share on linkedin
LinkedIn

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Related Posts