Jaranan: Seni Tari Peninggalan Leluhur yang Tidak Lekang Oleh Zaman

Seni tari jaranan ini telah ada sejak zaman kerajaan jawa kuno jaranan juga telah mengalami banyak perubahan seiring berkembangnya zaman.

Oleh Ferdy Kurniawan

Kota Kediri adalah salah satu kota tertua kedua di jawa timur setelah malang, Kediri menyimpan banyak sejarah sekaligus seni yang turun temurun dari nenek moyang terdahulu salah satunya kesenian tari jaran kepang atau yang lebih dikenal oleh masyarakat sebagai jaranan. Jaranan adalah salah satu kesenian ikon dari Kediri, berdasarkan namanya jaranan adalah salah satu tari dimana ada penari dengan menaiki kuda yang terbuat dari anyaman bambu yang dibuat menggunakan tangan oleh para perajin-perajin terampil. Seni tari jaranan ini telah ada sejak zaman kerajaan jawa kuno jaranan juga telah mengalami banyak perubahan seiring berkembangnya zaman. 

Jaranan memiliki sejarah panjang di masa lampau dimana diawali pada masa kerajaan kahuripan yang dibelah 2 menjadi pandjalu dan Jenggala dimana pada masa itu raja Airlangga memiliki putri berparas cantik yang diberi nama Dewi Songgolangit parasnya yang sangat cantik membuat seluruh raja raja di jawa ingin menikahi nya namun saat itu Dewi Songgolangit lebih memilih untuk menjadi pertapa. Raja Airlangga tetap memaksa bahwa putrinya harus menikah, setelah dipaksa sang ayah Dewi Songgolangit akhirnya menyanggupi permintaan sang ayah namun sang putri memiliki syarat untuk raja yang akan menjadi suami nya syarat tersebut sang Dewi meminta untuk dibuatkan kesenian yang belum pernah ada di pulau jawa, syarat ini selanjutnya dijadikan sayembara oleh raja airlangga untuk dapat memperistri putrinya tersebut.

Sayembara yang dibuat oleh sang raja selanjutnya mengundang para raja untuk berusaha memenuhi sayembara demi memperistri Dewi Songgolangit yang berparas cantik tersebut, banyak sekali yang melamar Dewi Songgo, diantaranya Klono Sewandono dari Wengker, Toh Bagus Utusan Singo Barong Dari Lodaya Blitar, Kalawraha seorang adipati dari pesisir kidul, dan 4 prajurit yang berasal dari Blitar. Para pelamar tersebut selanjutnya berangkat ke Kediri untuk dapat mengikuti sayembara yang diadakan oleh  Dewi Songgolangit namun belum sampai di Kediri para pelamar ini bertemu di jalan dan mereka bertengkar satu sama lain untuk dapat memenangkan sayembara lebih mudah. 

Peperangan ini dilakukan oleh 2 kubu yang berbeda yaitu Patih pujonggoanom dari wengker Ponorogo dan prabu singobarong dari Lodaya Blitar, pada saat itu Patih pujonggoanom telah membawa kuda untuk dijadikan persembahan serta gamelan untuk alat musik iringan tari namun disaat peperangan terjadi antara Patih Pujonggoanom dan Prabu Singobarong, Patih Pujonggoanom memenangi pertarungan ini namun singobarong tidak mau dibunuh dan berjanji untuk dapat memenuhi apa saja yang Patih Pujonggoanom inginkan. Pada akhirnya prabu Singobarong dibawa ke Kediri untuk menjadi pelengkap Seni tari yang akan diberikan Dewi Songgolangit untuk menyanggupi sayembara.

Cerita rakyat ini sudah turun temurun dan banyak warga Kediri mengetahui cerita asal usul jaranan, jaranan kini menjadi kesenian kebanggaan rakyat Kediri, berdasarkan tanya jawab yang saya lakukan dengan pelaku seni jaranan bahwa jaranan ini memiliki makna “Ajaro sing tenanan” atau jika diartikan kurang lebih bahwa seni harus memiliki tatanan dan tuntunan yang jelas tidak hanya untuk hiburan namun juga sebagai tuntunan yang di dalamnya terdapat amanat untuk para penonton. 

Kesenian jaranan ini memiliki beberapa elemen utama yang harus ada diantaranya penari kuda kepang, pecut samandiman, Singobarong, penari bujangganong, dan gamelan untuk pengiring tari jaranan ini telah dikenal oleh masyarakat luas tidak hanya dari Kediri namun juga berasal dari wilayah diluar Kediri seperti Tulungagung, Blitar, Ponorogo, Trenggalek hingga di luar jawa sekalipun. Kesenian jaranan ini telah banyak digemari oleh beberapa kalangan mulai dari anak-anak hingga orang tua bahkan berkembang nya jaranan kini terdapat penari wanita pula yang menggandrungi jaranan ini.

Baca Juga :   Fenomena Migrasi Orang-Orang Bugis Makassar

Jaranan yang dikenal pada masa lampau adalah jaranan jawa dimana jaranan ini adalah jaranan yang sangat tradisional serta musik pengiring nya pun cukup dengan gamelan biasa tanpa ada penambahan penari nya biasa dilakukan oleh orang tua yang bergelut di seni tari jaranan ini. Jaranan jawa adalah salah satu seni yang membukakan jalan untuk dapat dikreasikan lebih luas lagi untuk dapat mengikuti perkembangan zaman, jaranan jawa ini berkembang dengan pesat seiring berkembangnya waktu dimulai pada alat musik nya yang ditambah dengan piano, drum,dll setelah itu penambahan diterapkan pada sisi penari dimana terdapat monyet, harimau, ada juga Bantengan di daerah tertentu. 

Jaranan di beberapa kota memiliki jenis yang berbeda-beda perbedaan ini didasarkan pada model alat  penari dan juga ritme musik yang dimainkan dimana pada wilayah Tulungagung disebut sebagai jaranan senterewe, wilayah Banyuwangi disebut jaranan Buto, wilayah Kediri sering disebut jaranan Pegon.

Selain dari segi sejarah jaranan juga dikenal dengan aura mistis nya dimana setiap pementasan jaranan selalu terdapat sesajen yang akan diberikan kepada pemain jaranan namun dalam beberapa daerah di Kediri konon katanya ada pula yang memanggil para leluhur untuk dapat masuk ke raga penari untuk nantinya diberikan sesajen sebagai tanda penghormatan yang dikenal dengan istilah “ndadi” atau kesurupan, namun ada pula yang kesurupan jadi jadian agar suasana tetap ramai untuk dinikmati. 

 Jaranan merupakan seni tari yang berkembang pesat di era saat ini bahkan setiap alat yang digunakan oleh penari dibuat dengan tangan-tangan pengrajin yang sangat terampil bahkan di Kediri pengrajin alat jaranan ini banyak di temui di kabupaten maupun di kota dan secara tidak langsung jaranan juga dapat meningkatkan perekonomian pengrajin jaranan. 

Berdasarkan tanya jawab yang saya lakukan seniman pengrajin alat-alat jaranan ini bahkan sering mendapat pesanan dari luar Jawa dengan jumlah banyak atau mungkin sekedar dijadikan hiasan, hal ini dapat disimpulkan bahwa jaranan kini semakin dikenal oleh masyarakat luas terlepas dari hiruk pikuk kemajuan zaman.

Jaranan juga diminati oleh berbagai kalangan karena nilai seni yang ditonjolkan serta bangkitnya perekonomian dari pelaku seniman semakin membangkitkan asa untuk tetap menjaga kesenian jaranan. Jaranan kini eksis di Kota Kediri banyaknya filosofi yang terkandung pada kesenian jaranan semakin diminati oleh masyarakat Jawa pada umumnya sama dengan kehidupan masyarakat Jawa yang penuh akan filosofi, tari jaranan biasa dipentaskan pada acara-acara tertentu dimana biasa mengacu pada penanggalan Jawa. 

Zaman dahulu jaranan hanya dapat dipentaskan oleh kalangan dengan perekonomian mapan namun kini banyak orang terkesan banyak meminati jaranan untuk hajatan dimulai dari pernikahan,khitanan sampai dengan sedekah bumi atau tasyakuran untuk mensyukuri hasil bumi. Tari jaranan di Kediri biasa ramai ketika pada penanggalan Jawa memasuki bulan suro dimana setiap daerah selalu ada pementasan jaranan dengan hajatan-hajatan tertentu, jaranan yang dulunya hanya dikenal sebagai tari biasa dengan kesederhanaannya kini semakin dikenal dengan kearifan lokal nya.

Pada tahun 2023 ini bupati Kediri resmi mematenkan HKI pada jaranan jowo dimana HKI ini dibuat pada jaranan jawa karena jaranan jawa memiliki ciri khas nya sendiri, Jadi pada konsepnya Jaranan Jowo ini lebih kepada keaslian Kabupaten Kediri, di dalamnya ada cerita rakyat, musik instrumental, gerak tarian, upacara adat, hingga sandiwara rakyatnya Dan itu muncul di Jaranan Jowo. Ciri khas pada jaranan jowo ini menjadikan semangat hak paten serta sebagai pelestarian budaya yang telah diakui oleh hak cipta.

Baca Juga :   Kultur Pernikahan Jawa dalam Hitungan Weton dan Pandangan Generasi Z

Jaranan kini menjadi tarian yang wajib ada pada setiap hajatan di Kediri, bahkan para pemain jaranan rela jauh dari kabupaten ke kota atau sebaliknya hanya untuk menjadi pemain jaranan serta menjaga kebudayaan leluhur yang telah ada sejak zaman dahulu. Meskipun pesangon yang diberikan tidak seberapa namun para pemuda yang bermain sangat senang karena dapat menjaga kebudayaan asli daerah.

Jaranan kini lestari sebagai budaya daerah Kediri yang keberadaannya masih tetap terjaga oleh kawula muda sebagai pelestarinya bahkan kini jaranan dapat dinikmati oleh semua kalangan atau semua masyarakat dari sabang sampai Merauke. Keberadaannya selalu ada dan tidak lekang oleh zaman bahkan banyak grup jaranan yang dikembangkan menjadi lebih baik lagi lebih kreatif lagi, bahkan di era globalisasi seperti sekarang jaranan tidak pernah habis keberadaannya dan banyak dijumpai di Kediri dan sekitarnya.

Referensi

Aini, M. R. (2022). Kesenian Jaranan Kpk (Kridho Panji Kusomo) Kota Blitar Sebagai Simbol Makna Kultural (Sebuah Studi Linguistik Antropologi). FRASA: Jurnal Keilmuan, Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya, 3(1), 1-11.

Prameswari, L (2017). Jaranan: Sejarah dan Keunikannya. Good news from Indonesia. Diakses 4 September 13.00 dari https://www.goodnewsfromindonesia.id/2017/12/14/jaranan-sejarah-dan-keunikannya

Riskiani, S (2023). Menengok Sejarah Tari Jaranan, Tarian Tradisional yang Masih Lestari di Era Globalisasi. Kompasiana. Diakses 5 September dari https://www.google.com/amp/s/www.kompasiana.com/amp/sakinah59443/63b7890bc1cb8a66c05c1b82/menengok-sejarah-tari-jaranan-tarian-tradisional-yang-masih-lestari-diera-globalisasi

Share:

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on pinterest
Pinterest
Share on linkedin
LinkedIn

(1) Komentar

  1. Having read this I thought it was very informative. I appreciate you taking the time and effort to put this article together. I once again find myself spending way to much time both reading and commenting. But so what, it was still worth it!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Related Posts