Pendiri Madzhab Syafi’i dan Perumus Pertama Ushul Fiqh Bernama Imam Syafi’i

Dalam budaya masyarakat Indonesia, ulama merupakan seseorang yang memiliki posisi penting. Ulama dianggap sebagai warasatul anbiya atau pewaris para nabi. Maksud dari pewaris para nabi adalah bahwa ulama memiliki peran penting dalam mengajarkan agama Islam dan menyampaikan kebaikan yang sesuai dengan syariat Islam. Ulama sangat dihormati karena dianggap sebagai seseorang yang memiliki derajat keilmuan yang tinggi. Oleh karena itu, pemikiran mereka sering dijadikan sebagai sumber dalam menyelesaikan permasalahan di kehidupan sehari-hari.

Oleh Nur Laily Mamlua

 Dalam menjalankan syariat agama, tentu saja umat muslim harus berpedoman pada Al-Qur’an dan hadits. Hal yang menjadi dasar hukum dalam kehidupan sehari-hari manusia adalah ilmu fiqih. Hal tersebut disebabkan karena ilmu fiqih cakupannya sangat luas. Adapun yang menjadi dasar berkembangnya ilmu fiqih adalah ibadah. Adapun yang menjadi cakupan ilmu fiqih adalah tentang hukum asal sesuatu, tata cara ibadah, hukum dan tata cara jual beli, dan masih luas lagi. 

Ilmu fiqih ini mengenal adanya madzhab, yang mana mazhab tersebut sudah sangat dikenal di kalangan masyarakat muslim. Adapun nama-nama mazhab yang sudah masyhur adalah madzhab Maliki, Hambali, Syafi’i dan Maliki. Nama-nama madzhab tersebut diambil dari para pendirinya masing-masing. Di Indonesia sendiri banyak yang menganut madzhab Syafi’i. Alasan dari hal tersebut karena dulunya seseorang yang pertama kali menyebarkan agama Islam di Indonesia adalah seseorang yang menganut madzhab Syafi’i. Berbagai macam lika-liku perjalanan beliau dalam mendirikan madzhab fiqih, hingga pada akhirnya berhasil dan memiliki pengikut dengan jumlah yang tidak sedikit.

Biografi Imam Syafi’i dan Pemikirannya dalam Bidang Fiqih

Imam Syafi’i memiliki nama lengkap Muhammad bin Idris bin al-Abbas bin Syafi’ bin al-Saib bin Ubaid bin Abdu Yazid bin Hasyim bin al-Mutholib bin Abdi Manaf. Beliau lahir di Ghazzah, sebuah wilayah yang di Palestina. Namun ada juga riwayat lain yang mengatakan bahwa beliau lahir di Asqalan, daerah  dekat Ghazzah. Lahir pada tahun 150 H/767 M dalam keadaan yatim. Lalu wafat pada bulan Rajab tahun 204 H/820 M dan dikebumikan di permakaman Banu Abdil-Hakim yang berada di kaki gunung Qatham Mesir.

Selepas itu, beliau dibawa kembali ke Makkah yang merupakan tanah para leluhurnya. Beliau bukan berasal dari keluarga yang berada, justru beliau lahir dari keluarga miskin. Hal tersebut tidak lantas menjadikan Imam Syafi’i menjadi orang yang rendah diri dan bermalas-malasan. Justru sejak kecil beliau dikenal dengan sosok yang rajin dalam belajar serta memiliki kecerdasan yang luar biasa. Pada usia 9 tahun beliau sudah menghafal Al-Qur’an, bahkan ketika menginjak usia 10 tahun beliau sudah menghafal kitab al-Muwatha’ karya Imam Malik.

Ketika di Makkah beliau banyak belajar tentang sastra Arab. Hal tersebutlah yang membuat Imam Syafi’i semakin tertarik untuk mempelajari dan memahami tentang kandungan Al-Qur’an. Selepas dari Makkah, beliau melanjutkan pendidikannya di Madinah dan mulai mempelajari ilmu fiqih. Beliau berguru pada Imam Malik dan mempelajari kitab al-Muwatha’ yang telah dihafalnya. Dari situlah Imam Malik memandang Imam Syafi’i sebagai sosok yang memiliki kecerdasan dan daya ingat yang sangat baik. Imam Malik meminta agar Imam Syafi’i untuk lebih giat lagi dalam belajar. Beliau berguru ke Imam Malik hingga wafat pada tahun 179 H.

Selepas Imam Malik wafat, beliau melanjutkan belajarnya ke Yaman dan memilih untuk menetap disana dan mengajarkan ilmunya. Ketika berada di Yaman, Harun ar-Rasyid yang merupakan khalifah yang memimpin dinasti Abbasiyah kala itu mendengar tentang kehebatan Imam Syafi’i. Kemudian beliau diundang ke Baghdad, dan memenuhi undangan tersebut. Dari sanalah beliau mulai dikenal oleh masyarakat secara luas dan mulai banyak yang belajar kepadanya. Setelah itu, beliau kembali ke Makkah, dan di sanalah beliau mengajarkan ilmunya ke rombongan jamaah haji yang berasal dari berbagai penjuru dunia. Melalui rombongan haji tersebut, madzhab Syafi’i akhirnya mulai menyebar secara luas.

Baca Juga :   Yap Thiam Hien

Pada tahun 198 M beliau menuju ke Mesir dan mengajar di masjid Amru bin Ash selama kurang lebih 6 tahun. Selain mengajar, beliau juga mulai mengembangkan madzhabnya melalui beberapa cara. Diantaranya adalah dengan tulisan, lisan, dan mengarang beberapa kitab. Kitab yang dikarang pertama kali adalah kitab yang berjudul ar-Risalah yang mana kitab tersebut berisi tentang ushul fiqh dan menjadi kitab pertama yang menjadi pelopor dalam penulisan ilmu di bidang tersebut. Untuk itulah beliau dikenal sebagai orang pertama yang merumuskan ushul fiqh

Pada awalnya, beliau condong ke madzhab Maliki. Namun setelah mempelajari banyak ilmu dari berbagai kota yang telah disinggahinya, beliau banyak mendapatkan pengalaman baru. Beliau memiliki alirannya sendiri ketika di Irak yaitu madzhab “qadimnya” dan ketika berada di Mesir beliau mengajarkan madzhab “jadidnya”. Dalam memilih dan menyempurnakan madzhabnya, beliau sangat berhati-hati. Beliau merupakan sosok yang memiliki keilmuan yang tinggi serta cita-cita yang tinggi pula.

Madzhab Syafi’i mulai menyebar ke Irak, Khurasan, Yaman, Persia, Hijaz, Syam, dan ke seluruh lapisan negara Islam dari barat hingga timur. Penyebaran madzhab Syafi’i dilakukan oleh murid-murid serta para pengikutnya yang berasal dari berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia. Maka dari itu, hampir seluruh masyarakat Indonesia menganut madzhab Syafi’i.

Dalam menjalankan syariat agama, seseorang harus berpedoman pada Al-Qur’an dan Hadits. Untuk mengetahui hukum-hukum yang ada dalam Al-Qur’an seseorang juga tidak boleh langsung mengambil hukum secara mentah-mentah apalagi jika berkaitan dengan permasalahan dalam hukum Islam. Oleh karena itu, sebagai orang yang masih awam disarankan untuk bermadzhab kepada ulama yang sudah jelas ilmu agamanya. Jika di dalam ilmu fiqih, maka dikenal dengan istilah madzhab. Adapun mazhab yang terkenal dalam ilmu fiqih ada empat yaitu Imam Malik, Imam Hanafi, Imam Syafi’i dan Imam Hambali.

Salah satu madzhab yang masyhur di Indonesia adalah Imam Syafi’i. Bahkan sebagian besar masyarakat muslim Indonesia menganut madzhabnya. Imam syafi’i dikenal sebagai sosok yang cerdas dan memiliki ingatan yang kuat. Beliau dikenal sebagai seseorang yang pertama kali merumuskan ushul fiqh melalui karyanya yang fenomenal yakni kitab ar-Risalah. Hingga saat ini, madzhabnya sudah menyebar ke berbagai penjuru dunia.

Referensi 

Anam, K. (2020). Dasar-Dasar Istinbat Hukum Imam Syafi’i. Jurnal STAI Nurul Falah, 21.

Darmadi, V. (2019). Biografi Imam Syafi’i. Jurnal IAIN Cirebon, 15.

Rohidin. (2004). Historisitas Pemikiran Hukum Imam Asy-Syafii. Jurnal Hukum, 97.

Rozi, F. (2021). Pemikiran Madzhab Fiqih Imam Syafi’i. HAKAM: Jurnal Kajian Hukum Islam, 92.

Sanusi, A. (2020). Pemikiran Ushul Fiqih Imam Syafi’i. Jurnal UIN Banten, 223.

Share:

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on pinterest
Pinterest
Share on linkedin
LinkedIn

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Related Posts