Kudeta Guatemala 1954: Antara Intrik Perang Dingin dan Monopoli Perusahaan Buah

Pada tahun 1953 Presiden Amerika Serikat, Dwight D. Eisenhower, memberikan lampu hijau kepada CIA untuk mengadakan operasi di Guatemala dengan target Presiden Jacobo Arbenz Guzman yang dianggap berhaluan komunis.

Oleh Farhan Arda Nugraha

United Fruit Company (UFC) adalah perusahaan buah yang didirikan pada tahun 1899 dari hasil penggabungan dua perusahaan milik pengusaha Amerika Serikat yaitu Minor Keith dan Andrew W. Preston. Perusahaan tersebut memperdagangkan buah-buahan terutama pisang yang dipanen dari kebun yang tersebar di penjuru Amerika Tengah dan memegang monopoli atas perdagangan pisang di Amerika. Rahasia dibalik keuntungan melimpah serta kesuksesan bisnis ekspor pisang UFC berasal dari taktik monopoli dan kongkalikong dengan pemimpin negara-negara Amerika Tengah. Dari taktik tersebut UFC mendapatkan lahan perkebunan baru dengan harga murah, membangun berbagai infrastruktur (jalan, rel kereta, dan pelabuhan), serta mendapatkan tenaga buruh dari penduduk lokal.

Guatemala menjadi salah satu negara yang berada dibawah pengaruh perusahaan UFC. Pada tahun 1931 Guatemala dipimpin oleh seorang diktator militer bernama Jorge Ubico Castañeda. Kebijakan-kebijakan Ubico banyak dipengaruhi oleh kepentingan UFC sehingga hanya menguntungkan para pengusaha dan elit pemilik tanah sedangkan kesejahteraan rakyat kelas menengah kebawah terabaikan. Para pekerja yang hidup direzim Ubico menderita karena kebijakannya yang memangkas gaji dan dana pensiun para pekerja. Selain itu Ubico tidak membayarkan upah kepada buruh yang bekerja untuk membangun berbagai proyek infrastruktur negara. Kondisi tersebut mendorong para pekerja di Guatemala untuk mengadakan demonstrasi dan mogok kerja tetapi Ubico membalas aksi tersebut dengan cara keras. Banyak gerakan buruh yang ditumpas oleh Ubico karena dianggap sebagai bagian dari rencana kelompok komunis untuk melengserkan pemerintah.

Pemerintahan otoriter Ubico mendorong munculnya gerakan demonstrasi besar-besaran yang mendesak Ubico untuk mundur dari jabatannya pada pertengahan tahun 1944. Ubico mengerahkan militer untuk meredam demonstrasi sehingga menimbulkan korban jiwa. Tindakan tersebut justru memancing amarah yang lebih besar dari masyarakat. Pada bulan Juli 1944 Ubico mengundurkan diri dari jabatannya dan menunjuk tiga orang perwira militer untuk meneruskan pemerintahannya. Namun kekuasaan junta tersebut hanya bertahan hingga bulan November 1944 setelah dikudeta oleh sekelompok perwira militer. Tak lama setelah lengsernya Ubico diadakan pemilihan umum di Guatemala yang dimenangkan oleh Juan Jose Arevalo. Dibawah pemerintahan Arevalo kesejahteraan rakyat kelas bawah meningkat berkat berbagai program-program sosial. Arevalo juga meningkatkan upah minimum pekerja, menetapkan hukum pekerja yang lebih liberal, dan memberikan tanah untuk dikelola oleh para petani. 

Pada pemilihan presiden tahun 1950 Jacobo Arbenz Gusman keluar sebagai pemenang. Pada tanggal 17 Juni 1952 pemerintahan Arbenz meresmikan kebijakan reformasi agraria yang dikenal sebagai Decree 900. Decree 900 mengatur pembagian lahan untuk dikelola oleh masyarakat yang tidak memiliki tanah. Hingga tahun 1954 sekitar 1,4 juta hektar tanah di Guatemala telah didistribusikan kepada 500 ribu warga. Kebijakan tersebut membawa kesejahteraan bagi masyarakat kelas bawah namun menimbulkan rasa tidak suka dari UFC yang telah lama menguasai sebagian besar lahan di Guatemala. Akibat kebijakan Decree 900 UFC kehilangan 234 ribu hektar dari total 500 ribu hektar lahan yang dimilikinya di Guatemala dan mengalami kerugian senilai 19,35 juta Dollar AS. UFC menuntut ganti rugi kepada pemerintah Guatemala tetapi tuntutan tersebut ditolak. Oleh karena itu, UFC memanfaatkan koneksinya dengan para pejabat di Washington untuk melobi pemerintah Amerika Serikat agar melakukan intervensi ke Guatemala. Dari para pejabat pemerintahan Amerika Serikat yang dilobi oleh UFC dua diantaranya adalah Dulles bersaudara yaitu John Foster Dulles yang menjabat sebagai menteri luar negeri Amerika Serikat dan Allen Dulles yang menjabat sebagai direktur CIA. John dan Allen memiliki keterkaitan dengan UFC yang mana keduanya pernah bekerja di firma hukum Sullivan & Cromwell yang mengurus segala perjanjian bisnis UFC.

Baca Juga :   Game di Masa Lalu; Permainan Tradisional di Seluruh Dunia

Ditengah memanasnya Perang Dingin pada dekade 1950-an, Amerika Serikat saat itu sangat khawatir dengan ancaman dominasi global komunisme terutama jika sampai menguasai Amerika Latin yang dikenal sebagai “halaman belakang” Amerika Serikat. Reformasi agraria yang dicetuskan Arbenz dan latar belakang sang presiden yang terafiliasi dengan kelompok politik sayap kiri di Guatemala membuat Amerika Serikat curiga jika Arbenz ingin membuat Guatemala menjadi negara komunis. Padahal kenyataannya Arbenz sendiri tidak ingin menjadikan komunisme sebagai ideologi negara dan masih memegang sistem ekonomi kapitalis dalam menggerakan perekonomian negara. Kekhawatiran AS terhadap Guatemala membuat Presiden Harry Truman menginstruksikan CIA untuk menangani ancaman di Guatemala. Kemudian pada tahun 1952 CIA mencetuskan Operasi FBFortune sebagai operasi intervensi pertama di Guatemala. Rencana dari operasi tersebut adalah menyelundupkan senjata untuk diberikan kepada Carlos Castillo Armas, seorang perwira militer Guatemala yang gagal melakukan kudeta terhadap Presiden Aravalo tahun 1949 dan mengasingkan diri ke Honduras. Selain senjata, CIA juga memberikan bantuan uang yang dapat digunakan oleh Castillo dan pengikutnya untuk menggulingkan Arbenz. Setelah perencanaan selama berbulan-bulan akhirnya Operasi PBFortune dieksekusi pada tanggal 9 September 1952. CIA menggunakan kapal milik UFC untuk mengirim persenjataan kepada Castillo tetapi ditengah pelaksanaannya Operasi PBFortune dibatalkan akibat berbagai faktor.

Kegagalan Operasi PBFortune tidak membuat Amerika Serikat menghentikan intervensinya di Guatemala. Pada bulan November 1952, Dwight D. Eisenhower yang pernah memimpin tentara sekutu di Eropa pada Perang Dunia 2 terpilih menjadi presiden Amerika Serikat. Eisenhower berkomitmen untuk lebih aktif dalam menghadapi ancaman komunisme dan akan berupaya untuk menyingkirkan pemerintahan yang tidak mau kooperatif dengan Amerika Serikat. Pada tahun 1953, Eisenhower menginstruksikan CIA untuk kembali menggelar operasi intervensi untuk melengserkan pemerintahan Arbenz yang dianggap sebagai ancaman komunisme. Operasi kedua CIA di Guatemala diberi sandi Operasi PBSuccess yang pelaksanaannya akan lebih besar dari Operasi PBFortune. CIA memilih satu dari tiga kandidat tokoh oposisi Guatemala yang akan dipercaya untuk menggulingkan Arbenz dan menjadi pemimpin Guatemala berikutnya. Kandidat pertama adalah Juan Cordova Cerna, seorang pemilik kebun kopi sekaligus konsultan UFC yang aktif menjadi tokoh oposisi pemerintah Guatemala. Kandidat kedua adalah Muguel Digoras Fuenter, seorang perwira militer yang pernah mengikuti pemilihan presiden tahun 1950 namun gagal dan membuat dia berniat untuk menggulingkan Arbenz. Kandidat ketiga adalah Carlos Castillo Armas yang sebelumnya menjadi tokoh kepercayaan CIA dalam Operasi PBFortune. Dari ketiga kandidat tersebut Castillo kembali dipercaya CIA dalam pelaksanaan Operasi PBFortune.

Sama seperti pada Operasi PBFortune, CIA memberikan bantuan senjata dan uang kepada Castillo dan pasukannya. Bahkan CIA memberikan pelatihan tempur kepada pasukan Castillo di kamp yang berada di Nikaragua. Selain melalui CIA, Amerika Serikat menekan Guatemala lewat jalur diplomasi. Pada pelaksanaan Konferensi Inter-Amerika ke-10 yang diadakan di Venezuela pada bulan Maret 1954, John Foster Dulles mengajak negara anggota Organization of American States untuk mengecam penyebaran komunisme di kawasan Amerika dan mengisolasi Guatemala dalam pertemuan tersebut. Guatemala semakin ditekan oleh Amerika Serikat ketika CIA membongkar pengiriman senjata rahasia dari Cekoslovakia ke Guatemala. Guatemala meminta suplai senjata ke negara Blok Timur karena Guatemala mendapatkan sanksi embargo persenjataan dari Amerika Serikat. Namun penemuan tersebut semakin membuat Amerika Serikat yakin bahwa Guatemala merupakan sekutu dari Blok Timur.

Pelaksanaan Operasi PBSuccess mencapai puncaknya pada 17 Juni 1954 ketika Castillo bersama 150 prajuritnya menyerang Guatemala dari Honduras. CIA mendukung serangan Castillo dengan bantuan serangan udara dan penggunaan taktik perang psikologis seperti siaran propaganda anti-pemerintah melalui radio dan penyebaran disinformasi dengan tujuan melemahkan semangat juang militer Guatemala. Meskipun Castillo dan pasukan kecilnya gagal mendapatkan kemajuan berarti selama serangannya namun CIA masih memiliki senjata rahasia yaitu siara radio propaganda yang dapat mengalahkan militer Guatemala bukan secara kekuatan melainkan secara mental. Siaran radio propaganda CIA yang menyatakan bahwa pemerintahan Arbenz akan segera jatuh terbukti berhasil membuat militer Guatemala menolak untuk memberikan perlawanan terhadap pasukan Castillo karena pemerintahan Arbenz dianggap sudah tidak bisa dipertahankan. Petinggi militer Guatemala bernama Kolonel Carlos Enrique Diaz memaksa Arbenz untuk lengser. Pada tanggal 27 Juni 1954, ditengah kebingungan dan ketakutan yang melanda masyarakat serta militer akhirnya Arbenz memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden dan mengasingkan diri ke Meksiko.

Baca Juga :   Operation Valkyrie: Upaya Pembunuhan Serta Kudeta Terhadap Adolf Hitler

Setelah lengsernya Arbenz, Guatemala dikuasai oleh dua pemerintahan junta militer yang tidak bertahan lama yang pada akhirnya kekuasaan atas Guatemala jatuh ketangan Castillo setelah dia memenangkan 99% suara pada pemilihan umum pada Oktober 1954. Naiknya Castillo menjadi presiden membuat Guatemala kembali berada dibawah kekuasaan pemerintahan otoriter yang mana Castillo menghentikan semua kebijakan Arbenz termasuk reformasi agraria Decree 900. Para tokoh oposisi ditangkap dan segala bentuk gerakan dan serikat buruh dilarang. Castillo dibunuh pada tahun 1957 tetapi beberapa penerusnya merupakan pemimpin yang juga bersifat otoriter sehingga tidak membuat kondisi Guatemala menjadi lebih baik. Konsekuensi jangka panjang dari pemerintahan diktator di Guatemala adalah munculnya kelompok bersenjata sayap kiri yang menentang pemerintahan diktator Guatemala. Akibatnya Guatemala jatuh kedalam perang sipil yang berlangsung selama puluhan tahun hingga tahun 1996 yang menewaskan ratusan ribu warga sipil.

Referensi

Francis, M. (2010). Encyclopedia of Latin America Amerindians through The Age of Globalization. New York: Facts on File, Inc.

Gleijeses, P. (1991). Shattered Hope: The Guatemalan Revolution and the United States, 1944–1954. Princeton: Princeton University Press.

Schlesinger, S., & Kinzer, S. (1999). Bitter Fruit: The Untold Story of the American Coup in Guatemala. Cambridge: Harvard University Press.

Streeter, S. M. (2000). Managing the Counterrevolution: The United States and Guatemala, 1954–1961. Athens: Ohio University Press.

Share:

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on pinterest
Pinterest
Share on linkedin
LinkedIn

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Related Posts