Partai Demokrasi Islam Indonesia dan Dinamikanya di Masa Orde Baru

Pada saat Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Indonesia memasuki masa Demokrasi Terpimpin. Demokrasi Terpimpin bertahan selama enam tahun dua bulan. Diawali dengan adanya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sampai terjadi pemberontakan G30S/PKI 1965. Pada masa ini kondisi politik Indonesia sedang kacau. Pada masa kepemimpinan demokrasi Soekarno, beliau menyatukan  antara nilai nasionalis, agama, dan komunis yang dikenal dengan nama Nasakom. Pada zaman demokrasi ini terjadi kristalisasi dalam politik Islam. Partai politik Islam seperti Partai Nahdlatul Ulama (NU), partai Persatuan Tarbiyyah Islamiyah (Perti), dan Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII) mengikuti arus Nasakom yang merupakan pilihan yang tepat pada zaman itu. Partai Masyumi memberikan sikap oposisi terhadap Nasakom. Akibatnya Masyumi keluar dari perpolitikan Indonesia dan dibubarkan pada tahun 1960. Setelah itu, pada tahun 1966, NU dan partai-partai Islam lainnya mendukung Soekarno untuk turun dari panggung politik dan naiknya Soeharto sebagai penguasa Orde Baru. 

Oleh : Nabiel Fakriyah

Pada masa demokrasi terpimpin, Mohammad Hatta mengkritik tindakan Soekarno sebagai “nama lain dari bentuk kediktatoran”. Salah satu kritikan Moh. Hatta mengenai usia Demokrasi Terpimpin yang tidak lebih lama dari usia Soekarno sendiri. “Diktator yang bergantung kepada kewibawaan orang-seorang tidak lama umurnya. Sebab itu pula sistem yang dilahirkan Soekarno itu tidak akan lebih panjang umurnya dari Soekarno sendiri. Umur manusia terbatas, Apabila Soekarno sudah tidak ada lagi, maka sistemnya akan roboh dengan sendirinya seperti satu rumah dari kartu”. Ternyata eksperimen untuk menyatukan agama, nasionalis dan komunisme tersebut gagal total. 
Hatta dan Kisah Pendirian Partai Demokrasi Islam Indonesia | Republika  Online

Hatta berpidato di depan anggota KNIP Januari 1947 (sumber: www.republika.co.id)

Hatta berupaya untuk mengembalikan peran politik umat Islam Indonesia karena pada era Soekarno terdapat kegagalan politik umat Islam. Hatta akhirnya memprakarsai berdirinya Partai Demokrasi Islam Indonesia (PDII). Bung Hatta mendirikan PDII bersama tokoh-tokoh Islam yang berasal dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Pelajar Islam Indonesia (PII). Tokoh-tokoh yang terlibat bersama Hatta adalah Soelastomo, Muhammad Daud Ali dan Ismail Hasan Metareum. Hatta memilih tokoh-tokoh muda yang sebelumnya tidak terlibat dalam perpolitikan Soekarno. Pemuda dan pelajar Islam ini merupakan kumpulan pemuda dan pelajar yang kecewa dengan situasi negara dan pemerintah. Pada masa Soekarno tokoh-tokoh tersebut sering mengadu kepada Hatta serta mencemaskan perkembangan dari partai Islam yang larut dalam arus Nasakom Soekarno. Hatta juga tidak menyukai cara-cara tokoh Masyumi yang melakukan pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). 

Pada tanggal 11 Januari 1967, Hatta mengirimkan surat kepada Presiden Soeharto untuk menyampaikan niatnya mendirikan PDII. Akhirnya pada tanggal 17 Mei 1967 Presiden Soeharto memberikan jawaban tentang PDII. Hatta mendapatkan jawaban yang tidak baik dari Soeharto. Soeharto secara tegas tidak mengizinkan pendirian partai yang dimaksud oleh Hatta tanpa alasan yang jelas. Apabila melihat latar belakang dari Mohammad Hatta, beliau adalah seorang nasionalis garis keras. Hatta juga tidak pernah terlibat dalam pemberontakan yang menentang pemerintah. Hatta juga merupakan tokoh yang melobi tokoh-tokoh Islam untuk melakukan perubahan dalam Piagam Jakarta. Alasan yang dapat dipakai dalam kasus ini adalah ketidaksiapan Soeharto dalam bersaing  dalam suksesi nasional. Hal tersebut dapat terlihat ketika Soeharto  mengulur waktu untuk melaksanakan pemilu, hingga baru terlaksana pada tahun 1971. Sebelumnya, MPRS menetapkan Pemilu diadakan selambat-lambatnya pada 5 Juli 1968.

Agar dapat menampung aspirasi dari umat Islam, terutama kalangan modernis, pemerintah Orde Baru mengizinkan berdirinya Parmusi (Partai Muslimin Indonesia). Namun, pemerintah melarang anggota eks Masyumi untuk duduk sebagai pengurus Parmusi. Dalam kongres I Parmusi tahun 1968, Mohammad Roem terpilih sebagai ketua. Namun, dikarenakan Roem adalah eks Masyumi maka Orde Baru tidak merestuinya. Pemerintah Orde Baru melalui Menteri sekretaris negara, Jenderal Alamsyah Ratuprawiranegara akhirnya memberikan jalan keluar dengan sepakat memilih Djarnawi Hadikusumo dan Lukman Harun sebagai Ketua dan Sekjen dari partai Parmusi. Kedua kalangan ini berasal dari Muhammadiyah, dimana Muhammadiyah sebagai pendukung terbesar dari partai Parmusi. 

Baca Juga :   Masuknya Pasukan Salib dan Berkobarnya Perang Salib di Nusantara

Dalam waktu yang tidak lama, kepemimpinan dari Djarnawi Hadikusumo dan Lukman Harun di Parmusi tidak bertahan lama. Orde Baru menganggap bahwa mereka dapat membahayakan Pemerintah. Parmusi dinilai kental dengan ideologi Islam. Dasar tersebut akhirnya Orde Baru turun tangan untuk mengganti kepemimpinan dalam Parmusi. Akhirnya melalui Opsus yang dipimpin dengan Ali Murtopo, Parmusi memiliki pemimpin baru yaitu Jaelani Naro dan Imran Kadir. Dikarenakan naiknya Jaelani Naro dan Imran Kadir, Parmusi memiliki konflik internal yang berawal dari campur tangan pemerintah Orde Baru. Akhirnya Parmusi dipimpin oleh MHS. Mintareja yang sesuai dengan pemikiran pemerintah. 

Daftar Pustaka :

Iqbal, Muhammad. (2014). Mohammad Hatta dan Partai Demokrasi Islam Indonesia : Dinamika Pemikiran Agama dan Politik. Fakultas Syariah UIN Sumatera Utara, 18(2). 

Darmawijaya. (2015). Islam dan Kekuasaan Orde Baru : Membaca Kembali Politik De-Islamisasi Soeharto. Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Khairun Ternate, 10(1).

Subarkah, Muhammad. (2017). Hatta dan Kisah Pendirian Partai Demokrasi Islam Indonesia. Diakses pada 23 Mei 2022, dari https://republika.co.id/berita/jurnalisme-warga/wacana/17/06/14/orif5n385-hatta-dan-kisah-pendirian-partai-demokrasi-islam-indonesia-part2

Wanhar, Wenri. (2014). Partai Islam ala Bung Hatta. Diakses pada 23 Mei 2022, dari https://historia.id/politik/articles/partai-islam-ala-bung-hatta-DneB6Wibisana, Chris. (2022). Bung Hatta Wafat Saat Asa Pada Orde Baru Layu Sebelum Berkembang. Diakses pada 23 Mei 2022, dari https://tirto.id/bung-hatta-wafat-saat-asa-pada-orde-baru-layu-sebelum-berkembang-gpQR

Share:

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on pinterest
Pinterest
Share on linkedin
LinkedIn

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Related Posts