Kiat-Kiat dalam Metode Penulisan Sejarah

    Menulis sejarah merupakan suatu kegiatan berpikir untuk memahami peristiwa yang terjadi di masa lampau. Ketika seorang sejarawan akan menulis peristiwa yang terjadi di masa lampau, maka diperlukan kemampuan daya pikir kritis untuk menganalisis dan menafsirkan sumber-sumber bukti yang ada. Kemudian dipublikasikan baik dalam bentuk lisan maupun tulisan secara berurutan tentang kronologi peristiwa tersebut terjadi.

Oleh : Hafid Budi Cahyono

Terdapat empat metode dasar atau tahapan dalam penulisan sejarah, yaitu:

A. Metode Heuristik (Pengumpulan Sumber-sumber Bukti)

    Dalam ilmu sejarah hal pertama yang harus dilakukan oleh sejarawan untuk menggali informasi tentang peristiwa di masa lampau adalah mencari sumber-sumber bukti atau data sejarah yang dikenal dengan ilmu heuristik. Dalam ilmu heuristik terdapat 2 macam sumber data sejarah yaitu sumber primer dan sekunder. Sumber primer merupakan sumber bukti yang ada pada saat peristiwa itu terjadi seperti: arsip, naskah kuno, prasasti, silsilah, rekaman suara dan lain sebagainya. Sedangkan sumber sekunder merupakan sumber bukti sejarah yang didapatkan secara tidak langsung pada saat peristiwa tersebut terjadi seperti: laporan hasil penelitian, karya ilmiah (skripsi, tesis, dan disertasi), biografi, dan sebagainya. Sumber ini dapat diperoleh pada perpustakaan, lembaga penelitian dan lain sebagainya.

B. Metode Verifikasi (Kritik Sumber Bukti)

  Setelah kita mengumpulkan semua bukti-bukti yang ada, maka tahapan selanjutnya adalah verifikasi. Kita harus bisa mengkritik dan memastikan keaslian dari sumber bukti yang sudah dimiliki dan mengetahui nilai sejarah yang telah dibawa. Oleh dari itu, dalam melakukan verifikasi sumber bukti setidaknya dibutuhkan dua teknik sebagai berikut:

1. Keaslian Sumber 

Hal pertama yang dilakukan setelah mengumpulkan sumber bukti adalah mengecek keaslian sumber bukti tersebut berdasarkan tampilannya. Tujuannya untuk mengetahui sumber bukti tersebut asli atau salinan. Contohnya dalam memverifikasi sumber bukti berupa dokumen, maka kita harus dapat melihat setiap detail bagian dari dokumen tersebut. Seperti bahannya, tintanya, gaya tulisannya, bahasanya dan bahkan setiap huruf yang tertulis harus diperhatikan secara seksama. 

Setelah mengamati secara detail dari bukti yang dimiliki, maka pertanyakan kembali bukti tersebut dengan lima pertanyaan pokok seperti: kapan bukti itu dibuat? Dimana bukti itu dibuat? Siapa yang membuatnya? dan Dari bahan apa ia dibuat? 

2. Kesahihan Sumber

Selanjutnya kita harus mempertanyakan kembali apakah sumber bukti tersebut dapat dipercaya tahu tidak dan nilai sejarah  yang dibawa oleh sumber bukti tersebut. Akan jadi lebih baik jika sumber bukti tersebut memiliki saksi langsung yang mengetahui secara pasti seluk-beluk bukti tersebut. Paling tidak, ada keterangan saksi tidak langsung yang hanya mengetahui keterangan dari saksi sebelumnya (saksi berantai),

Menurut Garraghan, dalam kasus tertentu terkadang tradisi lisan lebih dapat dipercaya daripada bukti yang berupa teks/dokumen, jika didukung oleh saksi ahli yang dapat menceritakan bukti tersebut dengan baik dan benar. Karena bisa jadi dalam proses pembuatan teks/dokumen tersebut terjadi kesalahan dalam penulisannya.

Perlu diketahui kebenaran dari sumber bukti yang didapat secara lisan maupun tulisan pada hakikatnya sama selama sumber bukti tersebut dapat dibuktikan kebenarannya. Setelah sumber bukti sudah diverifikasi, maka bisa dikatakan sebagai fakta sejarah.

C. Metode Interpretasi (Analisis Fakta Sejarah)

   Interpretasi atau biasa disebut dengan penafsiran. Dalam melakukan penafsiran diperlukan analisis sejarah agar kita dapat mengetahui sejumlah fakta yang ada berdasarkan sumber bukti sejarah yang dimiliki. Kemudian bukti tersebut diinterpretasi secara menyeluruh. Dalam proses interpretasi seorang sejarawan harus mampu menganalisis faktor-faktor apa saja yang menyebabkan peristiwa tersebut terjadi.

Baca Juga :   Memudarnya Kejayaan Pabrik Gula di Mojokerto

    Tidak jarang para sejarawan dipaksa untuk menduga-duga peristiwa tersebut terjadi berdasarkan sumber bukti yang sudah dikumpulkan. Akibatnya bisa saja hasil dugaan tersebut tidak sesuai dengan fakta sejarah yang sebenarnya. Namun, setidaknya mereka berusaha dengan keras untuk mengungkap misteri fakta sejarah yang sebenarnya. 

D.  Metode Historiografi (Penulisan Sejarah)

   Historiografi biasa digunakan oleh sejarawan sebagai media untuk mengkomunikasikan dan mempublikasikan hasil penelitian mereka berupa lisan maupun tulisan tentang sejarah yang telah mereka ungkap. Sebelum melakukan Historiografi tentu saja mereka harus melalui tahapan-tahapan metode penulisan sejarah sebelumnya, berupa Heuristik, verifikasi dan interpretasi. 

     Oleh karena itu, dalam penulisan sejarah, para sejarawan dituntut untuk dapat memberikan gambaran proses penelitian mereka dari awal (fase perencanaan) hingga akhir (penarikan kesimpulan). Sebelum melakukan penulisan sejarah hendaknya para sejarawan memiliki kualifikasi sebagai berikut:

1. Penulis tersebut harus memiliki kemampuan untuk mengungkapkan hasil penelitian mereka dengan bahasa yang baik dan benar.

2. Penulis harus mampu menceritakan  kronologi peristiwa tersebut dapat terjadi menjadi secara runtut dan menjadi satu kesatuan utuh dalam cerita.  

3. Penulis dapat menjelaskan berbagai sumber bukti yang telah ia temukan dan menjadikan sebagai pedoman dalam menuliskan sejarah.

4. Penulis dalam menulis sejarah diharapkan mampu untuk memberikan argumen atau alasan dalam setiap peristiwa yang terjadi berdasarkan semua bukti yang telah ia kumpulkan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa perbedaan antara penulisan sejarah dengan penulisan ilmiah lain adalah terletak pada aspek penekanan kronologi ceritanya yang disusun secara sistematis.  Pemaparan alur cerita harus runtut berdasarkan bukti-bukti yang telah dikumpulkan sebelumnya.

Sumber: Kompas.com “Ilustrasi ruang lingkup sejarah” (freepik.com/n.savranska)

Daftar Pustaka:

Kuntowijoyo. (2005). Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Bentang.

Abdurrahman, Dudung. (2011). Metodologi Penelitian Sejarah Islam. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Heryati. (2017). Pengantar Ilmu Sejarah. Palembang: Prodi Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Palembang.

Share:

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on pinterest
Pinterest
Share on linkedin
LinkedIn

Related Posts