Jejak Sejarah Islam di Nusantara

Sebuah produk peristiwa tidak berdiri sendiri di atas sejarah. Peristiwa itu lahir dari problematika zaman. Berbicara perihal keautentikan pemikiran Islam Wali Songo sebagai lambang Islam Nusantara pasti akan menimbulkan masalah  mengenai keautentikan antara data dan fakta. Seringkali dijumpai bahwa pengkaji atau penulis terjerumus pada perangkap “bagaimana sebaiknya” dan bukan “bagaimana semestinya”. Masalah ini juga berdampak pada arah legenda dan mitologi (mistik irrasional), bukan hakikat realitas ilmiah yang rasional.

Oleh : Durriyatun Nimah

 Semestinya perlu dikemukakan terlebih dulu perihal Islamisasi di tanah Jawa sebelum mempelajari perkembangan pemikiran tasawuf pada era Wali di tanah Jawa.  Islamisasi di Jawa tidak dapat dipisahkan dari sejarah Islamisasi Nusantara. Formulasi ajaran mistik Jawa dipertaruhkan ketika kegiatan dakwah Islam di Jawa oleh keuletan para Wali dimulai. Oleh karena itu, inti ajaran sufisme islam cenderung lebih menekankan aspek batin yang telah memperbanyak dimensi spiritual, khazanah pemikiran, serta cerminan hidup masyarakat Jawa.

Islamisasi di Tanah Jawa

Melalui informasi Islamisasi Jawa pada abad 15, para sejarawan bersepakat bahwa kontribusi tasawuf atau mistik dalam Islam begitu penting dalam proses awal Islamisasi di Jawa. Seperti yang dikemukakan oleh Ridin Sofwan dalam tulisanya Islamisasi Jawa: Penyebar Islam di Jawa, menyatakan menurut penuturan Babad, proses awal Islamisasi dalam Jawa bisa dibuktikan dari data arkeologi yang berbentuk letak makam para Wali yang di dalamnya terdapat keterangan di batu nisan perihal kesalehan dan lambang kesederhanaan dalam inti ajaran tasawuf. Selain itu, tempat para wali tinggal merupakan basis penyebaran Islam di Jawa. 

Pada zaman tersebut juga terjadi singgungan antara inti ajaran spiritual antara tasawuf yang berasaskan Islam dengan teosofi Jawa yang berasaskan Hindu. Hubungan antara dua pemikiran spiritual tersebut membuahkan diskursus wacana keagamaan yang partikular yang dibumbui oleh penerimaan, penolakan maupun akulturasi. Munculah wacana yang mengemuka yaitu pertentangan antara ajaran tasawuf Islam yang murni dan disisi lain juga berhubungan dengan tasawuf Islam yang sinkretik dengan ajaran spiritual Jawa. Informasi-informasi tentang pergantian kepemimpinan dari kerajaan Majapahit (bersifat mistis Hindu) ke kerajaan Demak (bersifat mistis Islam) yang yang bias berjalan secara sejahtera nan damai. 

Islamisasi di Nusantara

Para sejarawan yang mengkaji awal masuknya Islam di Nusantara memiliki perbedaan pendapat sehingga sulit mencari dasar titik temunya hingga hari ini. Sebab titik awal meneliti serta mendalami masuknya Islam berada pada ranah yang berseberangan. Sebagian sejarawan mengambil strategi pada terwujudnya kekuatan politik, dan sebagian para sejarawan  mengambil strategi berpacu terhadap bukti-bukti yang telah ditemukan dalam kajian dalam purbakala (eskapasi arkeologis) terhadap inskripsi makam-makam islam di Jawa.

Sebagian sejarawan pertama menetapkan masuknya Islam di Nusantara pada abad ke-13. Pendapat tersebut dikemukakan oleh N.J. Krom dalam bukunya De Hindoe-Javaansche Tijd berpijak pada bukti kajian sejarah Aceh tentang berdirinya Kerajaan Samudra Pasai yang menetapkan bahwa kerajaan Islam itu telah ada sejak tahun 1297 M atau abad ke-13. Pendapat bahwa awal masuknya Islam adalah pada abad ke-13 itu diperkuat oleh H.J. Van den Berg dalam bukunya Asia dan Dunia. Van den Berg menetapkan awal masuknya Islam di Nusantara itu berlandaskan pada riwayat perjalanan Marcopolo pada tahun 1292 M yang telah menemukan kerajaan Islam di Sumatera. 

Sedangkan sebagian sejarawan kedua menetapkan masuknya Islam di Nusantara pada abad ke-7 M atau sekitar zaman Mataram Hindu Wangsa Sanjaya di Jawa Tengah hingga masa Kerajaan Airlangga di Jawa Timur. Pendapat ini seperti ini dikemukakan oleh para beberapa sejarawan asing diantaranya Van Leur dalam bukunya Indonesian Trade and Society dan T.W. Arnold dalam bukunya The Preaching of Islam, dan sejarawan Muslim Nusantara seperti Haji Agus Salim dalam bukunya Riwayat Kedatangan Islam di Indonesia, H.M. Zainuddin dalam bukunya Tarrih Aceh dan Nusantara I, Hamka dalam bukunya Sejarah Umat Islam IV.

Pada tahun 1963 dan 1969 diadakan seminar di Medan dan Minangkqbau menghasilkan dua rumusan kajian perihal masuknya Islam ke Indonesia. Hasil seminar itu meskipun telah dirumuskan oleh sejumlah besar peneliti sejarawan dalam forum akademik yang besar tetapi hanya bersifat hipotesis sejarah. Pada hakikatnya kekuatan hipotesis tersebut hanya akan tetap dianggap kuat jika selama tidak ada data lain yang lebih akurat yang bisa diuji kebenarannya dalam forum resmi kajian sejarah.

Baca Juga :   Kampung Perkotaan, Toponimi dan Etnisitas di Surabaya Pada Akhir Era Kolonial Hindia Belanda

Dalam rumusan sejarah tersebut,  Islam dalam pertama kalinya telah masuk ke Indonesia pada abad pertama hijriyah (abad ke-7 atau ke-8 Masehi). Daerah pertama yang dikunjungi oleh Islam adalah pesisir Sumatera. Setelah terbentuknya masyarakat Islam, maka munculah raja Islam di Aceh yang kemudian disusul oleh rakyatnya hingga ke seluruh pelosok Nusantara. Penyiaran agama di Indonesia dilakukan dengan cara damai. Sebab para mubaligh Islam yang terdahulu selain berfungsi sebagai penyiar agama, mereka juga sebagai saudagar. Jadi datangnya Islam ke Indonesia itu membawa kecerdasan dan peradaban yang tinggi dalam membentuk kepribadian bangsa Indonesia. 

Berdasarkan dua rumusan pendapat para sejarawan perihal awal masuknya Islam abad ke-13 atau ke-7 M, dapat dipadukan dalam sebuah pemahaman yang kronologis bahwa masuknya Islam di Indonesia telah terjadi semenjak abad ke-7 M di tengah-tengah masyarakat Nusantara yang membentuk koloni-koloni Muslim yang belum terorganisir. Masyarakat ini secara terstruktur menyebar di berbagai wilayah pantai dan pusat perdagangan, lalu penyebarannya berkembang secara intensif terjadi sekitar abad ke-13 Masehi dalam bentuk kerajaan di Aceh.

Jadi Islam pada awalnya berkembang luas dari satu pulau ke pulau lain secara terus-menerus melalui dakwah para ulama. Strategi perdagangan yang dipelopori oleh pedagang Arab sehingga wilayah bandar dagang lebih dahulu mendapat pengaruh Islam. Penyebarluasan strategi ini dijalankan para orang Arab, Persia, India dan Cina lalu diteruskan oleh masyarakat Indonesia (lokal) khususnya pemimpin ketika sudah membuat kerajaan dan para ulama lokal (Wali dalam tanah jawa).

DAFTAR PUSTAKA

Fansuri Hamzah, Dikutip Dari Mark R Woodward, Islam Jawa: Kealehat Normative Versus Kebatinan, Yogyakarta: LkiS, 1999.

Harun Hadiwidjoyo, Kebatinan Islam Dalam Abad Enambelas, Jakarta: Gunung Mulia, 1985.

Ibrahim Boechari, Sidi., Sadjarah Masuknya Islam dan Proses Islamisasi di Indonesia, Jakarta: Publicita, 1971.Sjamsudduha, Penyebaran Dan Perkembangan: Islam, Katolik dan Protesan di Indonesia Telaah Sejarah dan Perbandingan, Surabaya: Penerbit Usaha Nasional, cet II. 1987.

Share:

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on pinterest
Pinterest
Share on linkedin
LinkedIn

Related Posts