Sejarah Afrika pada Masa Kerajaan dan Pengaruh Islam di Dalamnya

Benua Afrika adalah benua terluas kedua di dunia setelah Benua Asia. Benua ini mempunyai luas wilayah sekitar empat kali lipat luas wilayah Benua Australia. Dengan luas wilayah tersebut memungkinkan Benua Afrika untuk terhubung dengan benua lain. Adanya hubungan geografi dengan benua lain,  memungkinkan adanya pengaruh budaya luar terhadap Afrika pada zaman kuno. Lantas, seperti apa peradaban di Afrika pada zaman kuno dan pengaruh dari mana saja yang ikut dalam membentuk kebudayaan Afrika?

Oleh : Lutfi Bayu Susanto

  Dinamika perkembangan yang terjadi di benua Afrika pada zaman kuno dapat ditelisik melalui eksistensi kerajaan-kerajaan yang di Afrika. Kerajaan-kerajaan yang pernah bertengger di Afrika sebelum masuknya imperialisme bangsa barat berada di setiap wilayah benua Afrika. Benua Afrika terbagi menjadi lima wilayah yaitu Afrika Utara, Afrika Barat, Afrika Selatan, Afrika Timur, dan Afrika Tengah. Kelima wilayah ini masing-masing memiliki kerajaannya sendiri.

  Di Afrika Utara terdapat Kerajaan Yam, terletak di Sudan, dikenal sebagai kerajaan yang mengancam kedaulatan Mesir. Di wilayah Afrika Barat terdapat Kerajaan Mali, yang eksis sekitar 1240-1645 M di bawah kepemimpinan Mansa Musa. Selain itu, di Afrika Selatan terdapat keberadaan Kerajaan Zimbabwe yang ditandai dengan peninggalan reruntuhan kota bernama Great Zimbabwe. Dua wilayah lainnya yaitu Afrika Timur dan Tengah terdapat Kerajaan Kongo dan Kerajaan Kilwa Kisiani yang berjaya sekitar 1200-1500 M.

Peta wilayah Congo pada masa kerajaan. (Sumber: Buku The Congo: and the Founding of its Free State a Story of Work and Exploration, hlm 10).

  Pada masa Kerajaan Kilwa Kisiani dikenal sebagai suatu peradaban yang memadukan pengaruh Persia, Islam, dan Afrika. Peradaban ini terlahir dari proses akulturasi budaya yang beragam. Tak hanya kebudayaan Persia dan Islam, pengaruh dari Romawi juga terasa di Afrika seperti, Leptis Magna—yang merupakan kota besar di Mediterania yang bergaya arsitektur Romawi. Pengaruh Islam dapat dilihat melalui keberadaan Timbuktu. Sebuah tempat perdagangan yang terletak di Mali, Afrika Barat.

   Secara keseluruhan Benua Afrika mempunyai banyak peradaban. Oleh karena itu, penjabaran secara pemetaan di atas, jelas tidak menggambarkan semua peradaban-peradaban yang pernah ada di Afrika yang tidak terhitung jumlahnya. Namun, ada satu peradaban yang setidaknya bertahan sampai medio abad ke-20 yaitu pada masa kejayaan Kerajaan Ashanti. Kerajaan ini terletak di Afrika Barat.

Tampak pemandangan peradaban Ashanti. (Sumber: Artokoloro in alamy.com)

  Menurut Robert Z. Cohen dalam bukunya Discovering the Asante Kingdom pada akhir tahun 1600-an, kerajaan Asanti terletak di negara Ghana—yang saat ini sering ditulis sebagai “Ashanti” menjadi kerajaan terbesar di pantai barat Afrika. Kerajaan Ashanti berada di bawah kekuasaan Osei Bonsu—raja yang dikenal pernah menghadapi kedatangan kekuatan kolonial Eropa di Afrika. Pada masa kekuasaan Osei Bonsu, aturan Kerajaan Ashanti tidak didasarkan pada pribadi raja, tetapi pada prinsip moral yang terkandung dalam simbol negara: the golden stool.

Penjelajah Benua Gelap

  Masuknya pengaruh luar ke Afrika membuat benua ini mengalami banyak perubahan. Salah satu tokoh penjelajah asal Inggris, David Livingstone, dianggap sebagai petualang yang mengabarkan benua Afrika kepada dunia luar. Ia memulai perjalanannya pada tahun 1840. Menurut Darsiti Soeratman dalam bukunya Sejarah Afrika, Livingstone sampai di Cape Town, Afrika Selatan pada awal tahun 1841. Selanjutnya ia menuju ke tanah Bechuana.

“Pada tahun 1851, D. Livingstone telah menempuh jarak sepanjang 200 mil ke utara. Hubungan baik dengan suku Makolo, menyebabkan ia berhasil menemukan Sungai Zambesi. Kemudian pada tahun 1853 ia memutuskan akan melintasi benua yang masih gelap itu dengan tujuan membuka jalan perdagangan ke Lautan Atlantik. Ekspedisi ini dimulai pada tahun berikutnya menuju ke arah barat, ke muara Sungai Congo,” tulis Darsiti Soeratman dalam Sejarah Afrika.

  Dalam misi penjelajahannya, D. Livingstone menerbitkan dua buku mengenai laporan eksplorasinya di benua Afrika. Buku pertamanya berjudul Missionary Travels Researches in South Africa terbit pada tahun 1857. Buku ini berbentuk laporan yang terdiri dari 32 chapter. Kemudian buku keduanya berjudul Narrative of an expedition to the Zambesi and its tributaries yang terbit pada tahun 1866.

Baca Juga :   Pertempuran Malazgirt; Masuknya Bangsa Turk ke Semenanjung Anatolia

Pertemuan D. Livingstone dengan H. M. Stanley di Ujiji, Tanzania Barat pada 10 November 1871.

(Sumber: Historic UK)

  Pada tahun 1871, terdapat seorang penjelajah suruhan asal Inggris yang ditugasi untuk mencari D. Livingstone. Ia bernama Henry Morton Stanley. Keduanya bertemu di Ujiji, Tanzania barat. Mereka melakukan tugas penjelajahan bersama sampai tahun 1872 di Tangayika, Afrika Tengah. Keduanya memilih berpisah di wilayah tersebut pada akhir tahu 1872. D. Livingstone pergi ke wilayah selatan, kemudian Stanley berhasil mencapai Congo, Afrika Tengah.

  Pada misi penjelajahannya H. M. Stanley berhasil menerbitkan dua buku. Buku pertamanya berjudul The Congo: and the Founding of its Free State a Story of Work and Exploration terbit tahun 1885. Bukunya memiliki 25 chapter. Buku keduanya berjudul Through the Dark Continent terbit pada tahun 1899. Buku tersebut memiliki 18 chapter pembahasan dan setidaknya terdapat 58 ilustrasi.

Terlihat orang-orang Afrika berfoto bersama H. M. Stanley.

(Sumber: Historic UK)

Afrika dan Pengaruh Islam

  Masuknya pengaruh Islam ke dalam Afrika menjadi menarik karena menghasilkan akulturasi budaya dari luar yang membentuk perkembangan peradaban Afrika. Salah satu peninggalan budaya itu ialah kota M’Zab. Kota ini merupakan salah satu peninggalan kebudayaan Afrika yang telah bertemu dengan pengaruh Islam. Menurut Agustina D. Malvini dalam World Heritage Nature and Culture Volume 2 menjelaskan pada awalnya, apa yang kini disebut sebagai kota M’Zab ialah suatu wilayah yang terletak di perbatasan Gurun Sahara, sekitar 600 km sebelah selatan Aljazair.

Salah satu sudut Kota Ghardania yang berada di wilayah M’Zab.

(Sumber: Buku World Heritage Nature and Culture Volume 2).

“Lembah M’Zab awalnya dihuni oleh orang-orang Ibadi. Orang-orang Ibadi mendominasi sebagian wilayah Maghreb selama abad ke-10. Mereka mendirikan sebuah negara. Namun, ibukota Tahert dibakar musuh pada tahun 909 M. Kemudian mereka membangun pusat teritori baru di Sedrata dan akhirnya di M’Zab. Lembah M’Zab ini dipilih karena memungkinkan untuk mendirikan pertahanan bagi komunitas Ibadi.” Tulis Agustina D. Malvini dalam World Heritage Nature and Culture Volume 2.

  Selain itu, terdapat juga kota Djenné yang terletak di daerah delta pedalaman Niger, Mali bagian tengah. Dalam World Heritage Nature and Culture Volume 2 kota Djenné dihuni manusia sejak tahun 250 SM. Kota ini tumbuh menjadi pusat perdagangan dan kota persinggahan penting yang dilewati rute perdagangan emas yang melintasi Gurun Sahara. Pada abad ke-15 dan ke-16, kota ini juga pernah menjadi pusat penyebaran Islam. Bangunan-bangunan rumah tradisional di kota ini mencapai sekitar 2.000 bangunan.

Masjid Agung Djenné yang sejak tahun 1600 sudah menjadi salah satu pusat perdagangan.

(Sumber: Buku World Heritage Nature and Culture Volume 2).

  Pada tahun 1600-an, Djenné telah menjadi salah satu pusat pendidikan agama Islam dan perdagangan yang ramai. Berbagai kafilah dari Djenné banyak yang melintas dan berhubungan dengan kota-kota dagang lain di selatan. Selanjutnya terjadi terus-menerus perpindahan kekuasaan kota ini. Djenné menjadi bagian dari Kekaisaran Segou pada tahun 1670-1818 bagian dari Massina hingga tahun 1861, serta di bawah kekuasaan Kekaisaran Toucouleur sampai tahun 1893.

Referensi:

Cohen, Z. Robert. 1880. Discovering the Asante Kingdom. Rosen: Rosen Young Adult.

Livingstone, David. 1870. Missionary Travels Researches in South Africa. New York: Harper and Brothers, Publisher Franklin Square.

Malvini, D. Agustina, dkk. 2009. World Heritage Nature and Culture: Under the Protection of Unesco Volume 1. Jakarta: Batara Publishing.

Baca Juga :   Perang Candu: Ketika Narkoba Membuahkan Peperangan (Part 2)

Malvini, D. Agustina, dkk. 2009. World Heritage Nature and Culture: Under the Protection of Unesco Volume 2. Jakarta: Batara Publishing.

Soeratman, Darsiti. 2012. Sejarah Afrika. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Stanley, M. H. 1885. The Congo: and the Founding of its Free State a Story of Work and Exploration. New York: Harper and Brothers.

Stanley, M. H. 1899. Through the Dark Continent. London: George Newness.

Share:

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on pinterest
Pinterest
Share on linkedin
LinkedIn

Related Posts