Tumbuh Kembang Budaya Indis di Indonesia

Belanda adalah salah satu bangsa yang banyak memberikan pengaruh dalam kebudayaan Indonesia. Pengaruh dari Belanda dapat ditelusuri melalui peninggalan-peninggalan sejarah berbentuk fisik maupun non fisik. Salah satu pengaruh kebudayaan yang masih dapat dilihat sekarang ialah kebudayaan Indis.  Kata Indis merupakan sebutan yang diberikan oleh orang Belanda yang maknanya merujuk pada daerah jajahan Belanda di luar Belanda. Kebudayaan Indis lahir dari adanya larangan membawa istri atau wanita dari Belanda ke Hindia Belanda. Hal ini mengakibatkan fenomena pernikahan antara pejabat Belanda yang bertugas di Hindia Belanda dengan wanita pribumi. Dari fenomena inilah, terjadi percampuran darah yang melahirkan keturunan campuran, serta menumbuhkan budaya dan gaya hidup Belanda-Pribumi atau yang biasa disebut gaya Indis. Percampuran ini semakin luas karena tingginya migrasi masyarakat Belanda terkhususnya  perempuan Belanda ke Hindia Belanda. Migrasi yang tinggi disebabkan oleh Kemudahan akses laut Belanda dan Hindia belanda sebagai akibat dari adanya terusan Suez yang dibuka pada tahun 1870.

Oleh : Afina Dereya 

Selain itu, peran masyarakat suku Jawa dalam percampuran budaya juga sangat berpengaruh. Masyarakat Jawa yang cukup aktif dalam proses percampuran budaya mengakibatkan budaya asli masyarakat suku Jawa tidak lenyap ditelan budaya yang baru. Peran kepribadian bangsa Jawa (Local genius) ikut menentukan dalam memberi warna kebudayaan Indis. Dalam proses akulturasinya, kebudayaan Belanda dibawa oleh berbagai kalangan. Dimulai dari pejabat VOC, para pedagang, rohaniawan Kristen Protestan dan Katolik, para cendekiawan, dan kaum terpelajar Indonesia yang memiliki kesempatan melanjutkan pendidikan ke Belanda.

Peran penguasa kolonial di Hindia Belanda juga sangat berpengaruh terhadap proses akulturasi budaya Jawa dengan Belanda. Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang dijajah menerima kebudayaan tersebut serta beradaptasi dengan penguasa pada masa itu. Hasil perpaduan menunjukkan bahwa ciri-ciri barat (Eropa) tampak lebih menonjol dan dominan. Iklim tropis pulau Jawa juga mempengaruhi percampuran antara budaya Jawa dan Belanda. Percampuran ini tampak pada hasil budaya yang ada seperti bentuk arsitektur, cara berpakaian, gaya hidup dan sebagainya.

Setiap bangsa pasti memiliki kebudayaannya sendiri. Dalam setiap kebudayaan, pasti berisi unsur-unsur yang mengisi kebudayaan tersebut. Menurut para antropolog, ada tujuh unsur kebudayaan yang bersifat universal. Unsur unsur tersebut meliputi bahasa; peralatan dan perlengkapan hidup manusia; mata pencaharian hidup dan sistem ekonomi; sistem kemasyarakatan; kesenian; ilmu pengetahuan; dan  religi. Unsur- unsur tersebut mempengaruhi perkembangan budaya Indis di Indonesia.

Dalam unsur bahasa, akulturasi budaya Jawa dan Belanda memunculkan  bahasa campuran yang disebut dengan bahasa Petjoek atau Peetjoek. Bahasa ini berbeda-beda, tergantung dari lokasi atau tempat akulturasinya. Di Batavia atau Jakarta, bahasa ini mengandung unsur bahasa Melayu dan Cina. Sedangkan di Bandung, bahasa ini lebih didominasi dengan unsur bahasa Sunda. Berbeda lagi dengan Semarang dan Surabaya yang merupakan basis bahasa Jawa. Bahasa Petjoek di daerah tersebut didominasi oleh bahasa Jawa. Khusus daerah Surabaya, bahasa Madura juga memengaruhi bahasa Petjoek. Menurut, bahasa ini biasa digunakan oleh masyarakat berdarah campuran Jawa-Belanda, orang-orang miskin, dan orang- orang Belanda yang tidak diakui (armere en nieterkende Nederlander). Bahasa ini dianggap hina oleh orang-orang Belanda, karena mendapat pengaruh dari bahasa penduduk dengan kulit yang berwarna. Dalam pandangan mereka, penduduk kulit berwarna memiliki derajat yang lebih rendah.

kisah-hotel-pertama-di-kota-malang

Hotel Lapidoth di Malang sekitar tahun 1900

Baca Juga :   Buruh Perempuan dalam Industri Gula di Surakarta 1860-an hingga 1930

Perpaduan kebudayaan juga berpengaruh pada unsur kelengkapan hidup. Rumah yang besar dan luas memiliki hiasan yang mewah, penataan halaman yang rapi, serta perabotan lengkap hanya terdapat pada kehidupan warga Belanda pada perkembangan budaya Indis. Perabotan yang ada di dalam rumah milik warga Belanda antara lain meja, kursi, dan lemari yang terbuat dari kayu jati yang diukir dengan motif campuran Jawa dan Eropa. Gaya berpakaian warga Belanda pada masa itu juga banyak berubah. Mereka menggunakan sarung dan kebaya untuk perempuan dan pakaian tidur motif batik dan sarung untuk laki- laki ketika berada di rumah. Namun pada saat pertemuan resmi, mereka tetap memakai baju Eropa.

Peralatan pada zaman dahulu seperti mesin jahit, lampu gantung, lampu gas, dan kereta tunggang juga mendapat pengaruh dari kebudayaan Belanda. Kuliner juga mendapat pengaruh dari dua kebudayaan. Menu Indische Rijstaffel  yang berisi nasi soto, nasi goreng, gado-gado dan sebagainya biasanya dihidangkan oleh keluarga Belanda, khususnya anak campuran yang pernah tinggal atau datang dari Indonesia. Sedangkan priyayi Jawa yang termasuk dalam masyarakat Indis, biasanya menghidangkan menu campuran Eropa-Jawa seperti biefstuk, resoulles, dan soep.

Dalam unsur mata pencaharian hidup, banyak warga pribumi yang beralih pekerjaan. Selain itu, Belanda juga membutuhkan tenaga warga pribumi untuk melayani kehidupannya. Mulai dari menjadi prajurit sewaan, pejabat administratif pemerintahan, hingga menjadi tenaga kasar. Mencari prajurit sewaan dilakukan kompeni Belanda untuk membela diri dari serangan musuh. Selain itu, prajurit sewaan digunakan sebagai modal untuk mencari keuntungan.

Pejabat administratif pemerintahan mula-mula didatangkan dari Eropa. Namun karena kebijakan politik etis, Belanda membuka lembaga pendidikan tinggi bagi masyarakat pribumi. Tujuannya untuk mencetak tenaga kerja yang terampil, mengantisipasi kekurangan tenaga dari Belanda. Selain itu, pribumi terdidik dapat digunakan untuk menyokong pertumbuhan industri yang ada di Indonesia. Tenaga kasar juga diperlukan dalam kehidupan warga Belanda. Tenaga kasar biasa disebut babu untuk perempuan dan jongos untuk laki-laki. Peran mereka tidak terlalu signifikan dalam penyebaran budaya Indis, tetapi jumlah mereka sangat berpengaruh bagi status sosial majikannya.

Dalam unsur kesenian, Komedie Stamboel atau yang biasa disebut dengan opera Indis menjadi salah satu kesenian akulturasi antara budaya Jawa dan Belanda. Kesenian ini memadukan antara gerak tari dalam teater dengan irama musik. Cerita dalam Komedie Stamboel awal mulanya mengadaptasi dari kisah Seribu Satu Malam, kemudian ceritanya diambil dari cerita- cerita Eropa. Kesenian ini diduga adalah cerita dari Turki, tetapi kesenian ini lambat laun menjadi bagian kesenian karya bangsa pribumi.

Selain itu, banyak terjadi perubahan yang signifikan dalam sistem pendidikan. Pendidikan Jawa yang bersifat tradisional pada akhirnya beradaptasi dengan pendidikan modern ala Eropa dalam unsur ilmu pengetahuan, pendidikan, dan sistem kemasyarakatan. Kaum priyayi merupakan kaum pribumi yang mendapatkan pendidikan modern. Keturunan priyayi memang dituntut berpendidikan tinggi agar dapat menduduki jabatan dalam pemerintahan Hindia Belanda. Memang pada masa itu, menjadi pegawai atau pejabat di lingkungan pemerintah Hindia Belanda merupakan profesi yang terpandang dalam masyarakat Jawa.

Altar Gereja Hati Kudus Yesus Ganjuran yang mendapat Sinkretisme Katolik Jawa.

Dalam unsur Religi, terjadi sinkretisme antara agama yang dibawa penjajah dengan kebudayaan lokal. Sinkretisme agama dengan kebudayaan lokal termasuk dalam salah satu tujuan Belanda dalam penjajahan yaitu menyebarkan pengaruh 3G yaitu Gospel (menyebarkan agama). Unsur-unsur budaya Jawa dengan agama Kristen Katolik yang mereka bawa digabungkan menjadi satu sehingga melahirkan sebuah tradisi baru. Dalam prakteknya, Gereja Kristen di Jawa mempertahankan kebudayaan lokal, seperti gamelan untuk mengiringi upacara keagamaan. Selain itu, banyak unsur-unsur arsitektur, seni pahat patung, relief, lukisan, dan ragam hias yang terdapat dalam candi-candi Hindu Buddha yang diadopsi dan diadaptasikan dalam arsitektur rumah ibadah. Hal ini dilakukan agar ajaran agama Katolik dapat diterima oleh masyarakat Jawa.

Baca Juga :   Lahirnya Kabupaten Wonogiri dan Perjuangan Pangeran Sambernyowo

Kebudayaan Indis merupakan kelanjutan kebudayaan yang ada di Indonesia. Kebudayaan ini merupakan bagian dari kebudayaan modern Indonesia walaupun banyak mendapat banyak pengaruh barat. Kekalahan Belanda dalam melawan Jepang pada tahun 1942 menjadi akhir dari perkembangan kebudayaan Indis di Indonesia. Meskipun telah berakhir, kebudayaan ini masih dilestarikan oleh masyarakat keturunan Indo-Belanda di Belanda. Selain itu, bangunan bergaya Indis masih ada yang tersisa dan berdiri kokoh di Indonesia hingga saat ini.

Referensi

Fassa, M. V. (2021, Mei 12). Narasi Sejarah. Retrieved from Narasi Sejarah: https://narasisejarah.id/

Rahmawati, D. N. (2020, Juni 4). Narasi Sejarah. Retrieved from Narasi sejarah: https://narasisejarah.id/

Soekiman, Djoko. 2014. Kebudayaan Indis Dari Zaman Kompeni sampaiZaman Revolusi. Depok: Komunitas Bambu

Share:

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on pinterest
Pinterest
Share on linkedin
LinkedIn

Related Posts