Perang Candu; Ketika Narkoba Membuahkan Peperangan (Part 4: Serangan Terakhir)

Konflik antara Cina dengan bangsa Inggris masih berlanjut disebabkan oleh ambisi imperialisme barat yang ingin memperluas kekuasaannya. Pihak Inggris mempunyai ambisi untuk menanamkan pengaruhnya lebih dalam di Cina dengan memaksa pemerintah Dinasti Qing untuk memperluas Perjanjian Nanjing. Pada tahun 1855, Inggris menuntut agar pedagang-pedagang Inggris bisa dengan leluasa berdagang di Cina; dilegalkannya candu; mengizinkan duta besar Inggris ditempatkan di Beijing; dan lain sebagainya. 

Oleh: Muhammad Verrell Fassa

Tuntutan yang sama juga datang dari pihak Prancis dan Amerika Serikat. Namun, pemerintah Dinasti Qing menolak semua tuntutan tersebut yang menyebabkan hubungan diantara kedua bangsa menjadi tegang. Meskipun tuntutan-tuntutan dan penolakan terjadi, hal yang menjadi pemicu Perang Candu II  ialah penghentian kapal yang bernama Arrow oleh pejabat Dinasti Qing pada tanggal 8 Oktober 1856. Kapal tersebut merupakan kapal berbendera Inggris yang dimiliki oleh seorang keturunan Inggris yang tinggal di Hong Kong. Kapal Arrow diberhentikan oleh empat pejabat serta enam puluh pasukan bersenjata. 

Kapten kapal yang merupakan orang Inggris melaporkan insiden itu ke konsulat Inggris. Harry Parkes yang menjabat sebagai konsulat Inggris  mendatangi para pejabat Cina yang menahan kapal tersebut serta memprotes tindakan yang dilakukan mereka. Pihak Inggris bersikukuh bahwa kapal tersebut sudah menjalani proses registrasi  di Hong Kong dan meminta agar awak dari kapal itu dibebaskan. Dua belas orang dari awak kapal tersebut ditahan karena dicurigai melakukan tindak kriminal penyelundupan serta pembajakan. Parker kembali ke kantornya dan menyurati Gubernur Ye Mingchen karena gagal  membebaskan para awak. Ia membuat tuduhan bahwa para pejabat menghina bendera Inggris dan menuduh Cina  sudah melanggar perjanjian ekstrateritorial dengan Inggris. Selain menyurati Yu Mingchen, ia juga menyurati Gubernur Sir John Bowring dan Admiral Sir Michael Seymour di Hongkong. Ia menyatakan agar Inggris menuntut permintaan maaf dari pemerintah Cina. 

Menurut hasil penyelidikan, sembilan dari dua belas awak yang ditangkap tidak bersalah. Gubernur Ye menjawab tuntutan pihak Inggris tersebut dan menjelaskan bahwa alasan penangkapan itu serta penyesalan terhadap kesalahpahaman yang terjadi. Gubernur Ye mengatakan tidak terlintas pembicaraan yang menjelekan bendera Inggris. Kemudian Gubernur Ye menawarkan untuk menyerahkan delapan dari awak kapal tersebut ke Inggris. Namun, Parker menolak karena dirinya bersikeras agar Gubernur Ye mengeluarkan permintaan maaf secara tertulis dan membebaskan para awak kapal dengan segera. Ye menanggapi pihak Inggris dengan menyatakan bahwa hukum ekstrateritorial hanya berlaku bagi kapal Inggris, sedangkan kapal Arrow adalah kapal milik Tionghoa. Ia juga menanyakan kewenangan pihak Inggris untuk ikut campur dalam urusan penangkapan warga Cina oleh pejabat berwenang Cina, apalagi saat itu Arrow sedang berada di wilayah perairan Cina. Ye memberi kesimpulan bahwa insiden itu bukan pelanggaran terhadap perjanjian apapun sehingga tidak perlu ada yang namanya minta maaf. 

Penyerangan Kembali dan Rencana Penyerangan

Pada tanggal 16 Oktober, Bowring secara diam-diam mengabarkan Parkes bahwa ia akan menyiapkan pasukan untuk mereka. Ye pun mencoba untuk menyerahkan kembali kebanyakan dari para pelaut. Parker menolak dan malah memiliki rencana untuk menghancurkan benteng Kanton. Pertempuran pun terjadi lagi ketika Parkes memerintahkan untuk menangkap kapal perang Cina. Pada tanggal 29, tentara Inggris berhasil menembus kota dan berencana untuk menghancurkan kantor gubernur Ye. Pasukan Inggris menyerang kota lama di selatan dan akhirnya kembali berperang dengan kerajaan Qing. 

Baca Juga :   Pemikiran Teologi Pembebasan Dalam Perspektif Hasan Hanafi 

Pada akhir Oktober, Ye setuju untuk melakukan perundingan dengan pihak Inggris. Dari Desember sampai Januari, Inggris pun mengubah kota di selatan seperti kota yang penuh asap dengan petugas pemadam kebakaran Cina bekerja untuk memadamkan gedung-gedung yang terbakar karena bombardir terus menerus yang dilakukan oleh Inggris. Insiden ini secara tidak langsung memiliki efek kepada voting di Parlemen Inggris. Pemerintah Inggris pun kalah dan alasan dari terjadinya insiden ini dicap sebagai hal terbodoh yang pernah terjadi. 

Kejatuhan dari pemerintahannya membuat Palmerston membubarkan parlemen dan mengalihkan fokusnya kepada Cina. Menggunakan insiden Arrow sebagai seruan dan menegaskan komitmen pemerintah untuk tetap berada di jalur Cina. Ia berargumen bahwa Arrow merupakan kapal Inggris dan menganggap Ye dan Kanton telah menodai bendera Inggris serta memutuskan kontrak dari perjanjian Nanjing. 

Pada 13 Maret dalam pemilihan umum, Palmerston menunjuk utusan baru ke Cina yaitu James Bruce. Dia adala seorang mantan Gubernur Jamaika dan Gubernur Jendral Amerika Utara Inggris serta Earl Elgin kedelapan dan Earl Kincardine ke 12 atau singkatnya seorang bangsawan dengan garis keturunan kuno. Elgin mendapat tugas untuk menuntut pembukaan pelabuhan baru untuk kapal dan perdagangan Inggris. Atasannya juga ingin memaksa orang Cina agar mematuhi ketentuan perjanjian Nanking. Dia juga diperbolehkan menggunakan kekuatan militer sebagai upaya terakhir jika Kaisar menolak konsesi ini. 

Penyerangan Kanton dan Beijing

Pada Desember 1857, tiga kapal yang membawa Dua ribu pasukan Inggris berlayar dari Kalkuta menuju Kanton. Phak Prancis juga ikut terlibat dibawah Admiral Rigault de Genouilly. Prancis bergabung dengan Inggris karena dipicu oleh hukuman mati seorang misionaris Perancis bernama August Chapdelaine. Parkes menyampaikan ultimatum untuk membombardir Kanton jika awak kapal Arrow tidak dibebaskan.

Tanpa permintaan maaf, Raja Muda Ye Mingchen membebaskan mereka, tetapi menolak untuk menaati atau menghormati perjanjian. Hal ini yang memancing pihak Inggris dan Perancis setuju untuk menyerang Kanton. Setelah tejadi peperangan, Kanton berhasil ditaklukan pada tanggal 29 Desember 1857. Pihak Cina mendapati 450 kausalitas dan kegagalan dari Ye yang membuatnya diasingkan ke India sampai ia meninggal disana. 

Penangkapan Ye Mingchen

(Sumber: ChinesePoster.com)

Perang baru berakhir setelah Cina bersedia menandatangani Perjanjian Tianjin pada bulan juni 1858, yang isinya antara lain.

  1. Inggris, Perancis, Amerika, dan Rusia diizinkan membuka kedutaannya di Beijing yang sampai saat itu merupakan kota tertutup bagi orang asing
  2. Sepuluh pelabuhan lagi dibuka bangi bangsa Barat, termasuk Niuzhuang, Dhansui, Hankao, dan Nanjing.
  3. Mengizinkan kunjungan orang asing ke pedalaman Cina, baik untuk urusan dagang atau kegiatan misionaris.
  4. Cina harus membayar pampasan perang sebesar 4 juta tael perak pada Inggris dan 2 juta pada Perancis.
  5. Tidak menyebut bangsa barat sebagai yi (barbar) 


Perjanjian Tianjin

(Sumber: www.cosmeo.com)

Meski perjanjian telah ditandatangani, kerajaan tetap masih belum mengizinkan pendirian kedutaan Beijing. Pada tahun 1860 Inggris-Prancis melakukan serangan dan berhasil menaklukan Beijing pada 6 Oktober. Kaisar Xianfeng yang ketakutan melarikan diri ke Jehol. Pangeran Gong pun ditunjuk sebagai pemimpin negosiasi perdamaian. Pasukan Inggris-Perancis di Beijing menghancurkan Istana Musim Panas dan Kota Terlarang. 

Penjarahan Istana Musim Panas

(Sumber: L’Illustration)

Akhirnya Pangeran Gong menyampaikan kembali kesediaan Dinasti Qing untuk menjalankan seluruh isi perjanjian Tientsin dalam wujud Konvensi Beijing yang diratifikasi pada 18 Oktober 1860. Beberapa isi ratifikasi sebagai berikut.

  1. China mengakui kembali Perjanjian Tianjin
  2. Menjadikan Tianjin sebagai pelabuhan terbuka
  3. Rampasan perang kepada Inggris dan Prancis ditingkatkan menjadi 8 juta tael perak
  4. Perdagangan candu dilegalkan
Baca Juga :   Melawan Neofeodalisme

Kemenangan Inggris-Prancis membuat para pedagang Inggris senang dengan dibukanya lagi Cina. Bagipihak Cina, mereka masih mengatasi masalah internal yang disebabkan oleh Pemberontakan Taiping. Konvensi Beijing menjadi akhir cerita dari konflik panjang antara Cina dengan Inggris. Dapat kita lihat bahwa kekuatan modern Inggris dapat mengalahkan peradaban kuno Cina. Cina pun juga akhirnya melakukan gerakan modernisasi nantinya. 

Referensi:

Hanes, W. Travis dan Frank Sanello. 2014. The Opium Wars: The Addiction of One Empire and the Corruption of Another. Illinois: Sourcebooks, Inc.

Lovell, Julia. 2011. The Opium War: Drugs, Dreams and the Making of China. Picador USA.

Taniputera, Ivan. 2017. History of China. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Share:

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on pinterest
Pinterest
Share on linkedin
LinkedIn

Related Posts