Jepang Bergerak ke Selatan: Usaha Invasi Jepang atas Asia Tenggara dalam Teater Perang Asia Timur Raya

Jepang pasca restorasi Meiji menjelma sebagai kekuatan Asia Baru. Kedigdayaan Jepang dalam militer patut diapresiasi sekaligus diwaspadai. Sekalipun ekonominya sempat berada dalam masa sulit. Namun, harus diakui bahwa Jepang mampu mengatasi masalahnya sendiri dengan sedikit bantuan dari Barat.

Oleh Muhammad Rizky Pradana

Kemandirian Jepang tersebut meski banyak diliputi sikap-sikap nasionalis yang datang dari unsur ketentaraannya. Namun, itu hanyalah dibangun di atas sebuah tradisi feodal Jepang yang tetap bertahan begitu lamanya. Para politisi dan pebisnis yang seringkali bersinggungan pendapat dengan para serdadu tetap menginginkan sebuah hubungan yang baik dengan negara lain baik dalam aspek politik maupun ekonomi.

Sedangkan dari unsur militer Jepang baik dari perwira sampai tamtama yang diliputi nasionalisme menggebu-gebu menginginkan aneksasi atas wilayah-wilayah lain di sekitar Jepang. Hal ini tercermin dalam invasi Jepang pertamanya pasca Restorasi Meiji kepada Manchuria pada 1894. Pada tahun berikutnya, Jepang berhasil merebut Manchuria.

Keberhasilan ini kemudian diikuti dengan invasi Jepang lainnya kepada Korea di tahun 1910 atas kemarahannya terhadap pembunuhan Hirobumi Ito, seorang wali yang bertugas di Korea. Sebelumnya pada 1905, konflik antara Jepang dan Rusia semakin memanas dan berujung pada peperangan atas berkembangnya pengaruh Jepang di Manchuria.

Dalam internal militer Jepang sendiri utamanya kubu Angkatan Darat (AD) dan Angkatan Laut (AL) terjadi perbedaan pendapat. AD menginginkan untuk memperkuat kontrol atas daerah yang telah diduduki. Daerah tersebut juga yang menjadi kewenangan dari AD karena direbut olehnya juga berfokus untuk memperluas pengaruh hingga ke Utara Jepang. Namun, AL berpendapat sebaliknya, bahwa hal yang harus diincar adalah daerah-daerah di Selatan Jepang.

Tentara Jepang meringsek maju dalam Front Kiangwan pada Februari 1932. Sumber: Wikimedia.

Pada awalnya prioritas dari pergerakan Jepang ke Selatan adalah Filipina. Namun, dengan berjalannya waktu, pada 1933 Jepang mengalihkan perhatiannya dari Filipina ke Hindia Belanda. Hindia Belanda memiliki banyak keuntungan strategis baik dari segi luas wilayah dan sumber daya alam yang berguna untuk perang utamanya minyak dan karet.

Jepang melakukan berbagai operasi militer secara rahasia. Mata-mata yang dikirim adalah nelayan-nelayan yang melakukan kegiatannya di lautan Hindia Belanda. AL Hindia Belanda yang mengetahui hal tersebut langsung mengawasinya agar tidak mendirikan basis-basis militer di pulau-pulau kosong. Selain, operasi rahasia, banyak petinggi militer Jepang berlibur sebagai turis di Hindia Belanda pada tahun 1939.

Perang Asia Timur Raya—disebut Jepang demikian—atau Perang Asia Pasifik—yang disebut pihak Sekutu—dimulai dengan penyerangan Jepang atas pelabuhan militer terbesar milik Amerika Serikat di Pearl Harbor, Hawaii pada 7 Desember 1941. Atas peristiwa tersebut, keesokan harinya Amerika Serikat secara resmi menyatakan perang kepada Jepang. Namun, naasnya di hari yang sama, pangkalan Amerika Serikat di Clark dan Iba telah diserang Jepang dan merusak separuh dari kekuatan militernya.

Kapal USS Arizona yang tenggelam akibar bombardir Jepang saat serangan ke Pearl Harbor. Sumber: National Archives and Records Administration via Wikimedia.

Tak lama setelah itu, Jepang bergegas untuk menduduki Filipina pada 10 Desember. Dua hari setelahnya, pada 12 Desember, Manila telah jatuh direbut Jepang. Sebelum itu, Hongkong sejak 8 Desember terus digempur Jepang dan baru berhasil dikuasai pada 25 Desember. Burma (Myanmar) telah jatuh pada 16 Desember dan Kuching yang merupakan wilayah kolonial Inggris di Kalimantan Timur diduduki pada 17 Desember.

Dengan begitu banyak daerah-daerah di sekitar Asia Tenggara yang telah bertekuk lutut kepada Jepang. Langkah untuk menguasai Asia Tenggara untuk seutuhnya telah berada di depan mata. Filipina adalah tempat yang sangat strategis untuk menyerang daerah Hindia Belanda di sebelah timur. Khususnya Maluku yang masih kuat basis-basis militer Hindia Belanda bersama sekutu serta kilang-kilang minyak yang menjadi sasaran dari militer Jepang.

Baca Juga :    Pengaruh Budaya Tiongkok terhadap Kebudayaan Jepang

Tambalan yang terletak di Kalimantan Barat Daya takluk pada 29 Desember 1941. Itu adalah wilayah Hindia Belanda pertama yang berhasil dicaplok Jepang. Di tahun berikutnya, langkah-langkah militer strategis mulai dijalankan untuk merebut instalasi kilang minyak yang begitu penting bagi militer. Brigade Sakaguchi berhasil mendarat di Tarakan pada 11 Januari 1942. Disusul Balikpapan dan Pontianak pada 24 dan 29 Januari yang berhasil dikuasai. Samarinda, Kotabangun dan Banjarmasin yang merupakan kota penghasil minyak juga ikut kandas secara berturut-turut pada 3, 5 dan 10 Februari.

Berbarengan dengan usaha Jepang menguasai Kalimantan. Jepang juga berfokus melemahkan basis militer di daerah Timur. Ambon, Morotai dan Makassar juga jatuh ke tangan Jepang dalam waktu yang cukup singkat. Setelah itu, Sumatra menjadi fokus yang berikutnya. Palembang dikuasai pada 16 Februari setelah sehari sebelumnya telah menguasai Singapura.

Kendari yang berada di daerah Tengah-Timur Indonesia jatuh pada 24 Januari. Bali, Timor, Sorong dan Jayapura secara berturut-turut dikuasai Jepang pada 18 Februari, 24 Februari, 4 April dan 22 April. Wilayah-wilayah yang berada di Tengah dan Timur Indonesia berhasil dikuasai sehingga semakin memantapkan kuasa Jepang yang terus meringsek menggoyahkan Hindia Belanda.

Setelah yang semua penyerangan yang dilakukan Jepang. Tentu saja, target selanjutnya adalah Jawa. Jawa adalah kunci—begitulah kata seseorang. Adalah hal yang penting untuk menduduki dan menguasai Jawa sepenuhnya. Karena pusat pemerintahan Hindia Belanda dan sivilisasi paling pesat ada di Jawa. Dengan begitu jatuhnya Jawa juga berarti jatuhnya Hindia Belanda di tangan Jepang.

Pada 27 Februari terjadi pertempuran hebat di Laut Jawa. Armada kapal Jepang bentrok dengan kapal-kapal milik Amerika Serikat, Inggris, Belanda dan Australia yang berusaha menghalangi Jepang mendekati Jawa. Kapal-kapal sekutu yang bertempur di sana adalah karena sebuah ikatan bernama American-British-Dutch-Australian Command (ABDACOM).

Entah karena kepercayaan diri yang begitu tinggi atau memang untuk tujuan strategis. Jepang mengarahkan serangannya kepada Australia pada Februari 1942. Pelabuhan Darwin dibombardir pada 19 Februari. Kemudian, menyusul Solomon dan Salamana pada 8 Maret.

Pengeboman Pelabuhan Darwin oleh Jepang pada 19 Februari 1942. Sumber: Australian War Memorial via Wikimedia.

Jepang mendarat di Merak antara 29 Februari-1 Maret. Bandara Kalijati yang waktu itu punya arti penting bagi militer di pihak Hindia Belanda berhasil dikuasai. Pihak Inggris yang terdesak tidak punya cukup waktu untuk menghancurkan instalasi itu agar tidak direbut Jepang. Di waktu yang hampir berdekatan hampir daerah penting di Jawa telah jatuh.

Batavia, Bandung dan Surabaya bertekuk lutut pada 4 Maret, 7 Maret dan 8 Maret. Penaklukan Surabaya bertepatan dengan pernyataan menyerah tanpa syarat Hindia Belanda di Kalijati. Dokumen penyerahan kekuasaan itu ditandatangani oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda Tjarda van Starkenbourgh Stachouwer didampingi oleh Panglima Tertinggi Koninklijk Nederlandsch-Indisch Leger (KNIL) dan pihak Jepang diwakili oleh Letnan Jenderal Hitoshi Imamura.

Saat Jepang akan menyerbu Batavia. Beberapa petinggi Hindia Belanda telah lebih dulu kabur dari sana seperti H. J van Mook, Ch. O. van der Plas, Letnan Jenderal L. H. van Oyen, Laksmana Velfrich dan Kolonel Abdul Kadir Wijoyoatmojo pada 6 Maret. Petinggi-petinggi tersebut berangkat ke Australia menghindari gempuran Jepang.

Keesokan harinya, setelah penyerahan kekuasaan dari Hindia Belanda ke Jepang. Pengambilalihan kekuasaan oleh Letjen Imamura segera dilangsungkan disusul dengan pembentukan pemerintahan militer di Hindia Belanda. Dalam pembagian wilayah pemerintahan militer sementara. Sumatra dikuasai oleh AD lewat Tentara ke-25, Jawa dan Madura berada di tangan AD oleh Tentara ke-16 dan terakhir Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua dibawahi oleh AL melalui Armada Selatan ke-2.

Baca Juga :   JUGUN IANFU : Perbudakan Seksual Terhadap Perempuan Indonesia Pada Masa Pendudukan Jepang Tahun 1942-1945

Kekuasaan Jepang yang telah menancap di Hindia Belanda dengan mantap itu. Telah mengukuhkan posisi Jepang sebagai penguasa Asia Tenggara. Dengan dikuasainya Hindia Belanda, logistik untuk kepentingan perang menjadi lancar. Bahkan Jepang pernah mengerahkan romusha untuk membangun instalasi militer dan keperluan perang lainnya serta membentuk satuan-satuan militer dan semi-militer yang dilatih oleh Jepang sendiri.

Pendudukan Jepang atas Hindia Belanda dan Malaya telah menyebabkan hambatan sekitar 90% pasokan karet mentah yang disuplai untuk Amerika Serikat. Sekutu cemas Jepang akan mencaplok wilayah lebih luas lagi melintasi Samudra Pasifik mengarah ke Amerika Serikat dan ke Selatan melewati Hindia Belanda mengarah ke Australia.

Kemungkinan yang kedua adalah yang paling besar terjadi. Jepang tahu Australia adalah tempat berlabuh bagi sekutu untuk menyerang Jepang. Jepang mengincar akses ke sumber daya seperti wol, gandum dan barang tambang. Pada rapat umum di tanggal 4 Maret 1942, AL Jepang mengajukan rencana untuk menguasai Australia. Namun, AD Jepang segera menolaknya karena sangat tidak realistis.

Keberhasilan Jepang di Asia Tenggara ini. Kemudian banyak yang kita ketahui. Jepang harus bertekuk lutut dengan Sekutu karena pengeboman Hiroshima dan Nagasaki. Beberapa daerah pendudukannya dimerdekakan. Indonesia menerima janji serupa. Namun, Jepang mengulur-ulur waktu. Pada akhirnya pihak nasionalis pun mengusahakan kemerdekaan Indonesia hingga proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Secara resmi mengakhiri dominasi Jepang di seluruh Asia Tenggara.

Daftar Pustaka

Amal, M. Adnan. Kepulauan Rempah-Rempah: Perjalanan Sejarah Maluku Utara 1250-1950. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2016.

Feldman, George. World War II Almanac. Diedit oleh Christine Slovey. Vol. 1. Detroit: U X L, 2000.

Kasenda, Peter. Soekarno di Bawah Bendera Jepang (1942-1945). Jakarta: Buku Kompas, 2015.

Kerrigan, Michael. World War II Plans That Never Happened: Operasi-Operasi PD II yang Tak Terwujud 1939-1945. Diedit oleh Sarah Utridge. Jakarta: Buku Kompas, 2012.

Schneider, Carl J., dan Dorothy Schneider. An Eyewitness History: World War II. New York: Facts On File, 2003. doi:10.4324/9781315062655.

Share:

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on pinterest
Pinterest
Share on linkedin
LinkedIn

Related Posts