Trafalgar 1805 : Akhir yang Indah Bagi Horatio Nelson

Tahun itu adalah tahun 1805. Napoleon Bonaparte baru saja naik takhta menjadi kaisar Perancis. Memang saat itu Eropa sedang dalam perang dan Inggris tentu saja menjadi yang terdepan untuk melawan orang Corsica.

Oleh Valerius Tarigan

Selama perang berlangsung, Inggris melihat bahwa Napoleon tidak dapat dikalahkan di daratan. Oleh karena itu Inggris mengandalkan angkatan lautnya, Royal Navy, untuk menghadapi Napoleon. Inggris tahu bahwa Napoleon tidak akan mengalahkannya di lautan.

Lokasi Geografis Inggris yang terpisah dari daratan Eropa oleh satu selat kecil merupakan satu keuntungan besar bagi Inggris. Blokade laut oleh Inggris diberlakukan di English Channel tersebut sehingga Napoleon terpaksa mengurungkan niatnya untuk menginvasi negara tersebut. Keuntungan lainnya yang sangat berharga bagi Inggris adalah kehadiran salah satu laksamana paling hebat pada zamannya, Horatio Nelson.

HMS Victory dengan kode bendera yang berbunyi, “England expects that every man will do his duty” (Sumber: https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Turner,_The_Battle_of_Trafalgar_(1822).jpg)

Selain terkenalnya angkatan laut Inggris yang tersohor itu, Laksamana Horatio Nelson juga ikut mencatatkan namanya dalam Royal Navy tersebut. Pengalamannya dalam setiap pertempuran laut semakin membuktikan bahwa angkatan laut Inggris tidak terkalahkan pada masanya. Dua pertempuran yang paling terkenal adalah Pertempuran Nile di Teluk Aboukir, Mesir pada 1798 dan Pertempuran Kopenhagen tahun 1801.

Laksamana Horatio Nelson (Sumber: https://commons.wikimedia.org/wiki/File:HoratioNelson1.jpg)

Nelson tidak sendirian. Dia ditemani oleh salah satu kapal paling terkenal pada masanya, yaitu HMS Victory. Tahun 1805, kapal tersebut sudah berumur 40 tahun sejak diluncurkan tahun 1765. Meriam di Victory juga sangat banyak, totalnya ada 105 meriam. Kapal tersebut sangat legendaris hingga saat ini masih digunakan untuk melayani angkatan laut Kerajaan Inggris tersebut.

Pada akhir tahun 1804, Royal Navy memiliki 83 kapal ship of the line, dinamakan demikian karena kapal tersebut paling efektif digunakan untuk formasi line sehingga dapat menembak bersamaan membentuk satu garis panjang. Kapal-kapal yang lebih kecil ukurannya berjumlah lebih banyak, yaitu 425. Orang-orang yang berperan dalam angkatan laut tersebut berjumlah 109 ribu orang yang tersebar di seluruh dunia. Mereka sangat terlatih dan teknologi yang dimiliki Inggris waktu itu sudah sangat canggih pada masanya.

Lawan Inggris di lautan adalah Perancis dan Spanyol. Pada awal tahun 1805, Perancis memiliki 56 kapal ship of the line dan 15 lainnya sedang dalam pembuatan. Spanyol baru berteman dengan Perancis pada akhir Desember 1804 sehingga jika digabungkan, kedua angkatan laut ini memiliki kapal lebih banyak dibandingkan Inggris sendiri. Inggris memiliki 83 kapal, gabungan Perancis dan Spanyol 102 kapal. Sayangnya, kuantitas tidak sebanding dengan kualitas.

Walaupun Perancis dan Spanyol memiliki lebih banyak kapal, namun kru-kru kapal tersebut tidak mendapatkan pelatihan yang sama dengan Inggris. Spanyol kerap kali kekurangan orang untuk menjadi kru kapal dan pengalaman yang dimiliki sangat minim. Perancis juga bermasalah angkatan lautnya. Napoleon sangat senang dengan angkatan daratnya yang terkemuka, La Grande Armee, sehingga proporsi yang diberikan cenderung diberikan ke situ. Angkatan lautnya seakan-akan terbengkalai dan dianaktirikan oleh Napoleon.

Tujuan Inggris sebenarnya sederhana, yaitu memastikan daratannya tidak diinvasi oleh Perancis karena Inggris tidak mampu menghadapi Napoleon di daratan. Sekitar 100 ribu pasukan Perancis ingin dikirimkan Napoleon melewati selat Inggris melalui Pelabuhan Boulogne. Inggris harus bisa mempertahankan selat itu sebaik mungkin supaya tidak diseberangi oleh Napoleon. Tujuan yang kedua adalah supremasi laut. Hanya Inggris yang dapat menguasai lautan, bukan yang lain. Hanya Inggris yang menguasai jalur-jalur pelayaran, khususnya untuk perdagangan, bukan yang lain. Caranya adalah menggunakan angkatan lautnya sebaik mungkin.

Baca Juga :   Operation Valkyrie: Upaya Pembunuhan Serta Kudeta Terhadap Adolf Hitler

Strategi Inggris adalah blokade. Ini sudah umum sekali dilakukan sejak Perang Tujuh Tahun. Alasan strategi ini dilakukan adalah karena Inggris tidak ingin menghadapi lawan-lawannya di lautan lepas. Pertempuran di laut dinilai tidak perlu dilakukan karena menghabiskan banyak biaya. Oleh karena itu, Inggris memilih blokade pelabuhan-pelabuhan di Perancis supaya angkatan laut Perancis tidak berdaya karena kapal-kapalnya tidak dapat bergerak ke mana-mana. Alasan kedua adalah alasan ekonomi. Perancis yang diblokade pelabuhannya otomatis tidak akan mendapatkan impor dari negara lain atau di koloninya sendiri. Akibatnya, Perancis hanya dapat mengandalkan perekonomian di negaranya sendiri dan itu sangatlah buruk. Meningkatkan perekonomian nasional lebih sulit dan lama dibandingkan dengan berdagang.

Tujuan Perancis adalah untuk memastikan invasi ke Inggris tersebut benar-benar terjadi. Oleh karena itu, Perancis harus bisa memastikan angkatan lautnya bersatu dan menghancurkan armada Inggris yang tersebar satu per satu. Ketika hal itu berhasil, armada Perancis dapat mengamankan Selat Inggris dan mengawal invasi Perancis ke Inggris dengan lancar. Sayangnya, Inggris memblokade 2 pelabuhan terpenting di Perancis, yaitu Brest di barat Perancis dan Toulon di selatan Perancis. Akibatnya, kapal perang Perancis tidak dapat bergerak. Harus ada salah satu armada Perancis yang berhasil mendobrak blokade Inggris supaya misi tersebut dapat dilaksanakan.

Armada Perancis dipimpin oleh Pierre Charles Villeneuve mencoba mendobrak blokade Inggris di Toulon dan berlayar ke Martinique (koloni Perancis di Hindia Barat) pada 30 Maret 1805. Nelson tahu Villeneuve telah kabur sehingga mengejarnya tak lama kemudian. Di Selat Gibraltar, armada Villeneuve bergabung dengan armada Spanyol dan sampai di Martinique pada 16 Mei 1805. Nelson mengikuti armada gabungan tersebut melintasi Samudera Atlantik. 

Ketika sampai di Martinique, Villeneuve kaget karena mengira Nelson tidak mengikutinya dan tetap berada di Laut Mediteranean. Oleh karena itu, Villeneuve bersama armadanya kembali ke Eropa supaya tidak terus menerus dikejar oleh Nelson. Kenyataannya, Nelson tetap mengikuti Villeneuve kembali ke Eropa. Singkat cerita, keduanya telah sampai kembali ke Eropa.

Armada Gabungan tersebut sampai di Cadiz, Spanyol, pada 21 Agustus 1805. Kondisinya sangat memprihatinkan. Kedua negara dalam armada tersebut menaruh kecurigaan kemudian ditambah dengan adanya kekurangan makanan dan suplai lainnya. Akhir September, Napoleon memerintahkan armada Villeneuve untuk pergi kembali ke Toulon melalui Napoli, Italia. Perintah tersebut diabaikan oleh Villeneuve. Alasannya karena Villeneuve tidak senang posisinya akan digantikan oleh Laksamana Rosily dan armada Inggris di pesisir barat laut Spanyol telah bergabung, yaitu armada Nelson dan armada Collingwood.

Pada 18 Oktober 1805, Villeneuve diperintahkan Napoleon untuk tetap di Cadiz sambil menunggu serah terima jabatan tersebut. Villeneuve menolak. Dia meninggalkan Cadiz bersama armadanya keesokan harinya dan itu adalah sebuah kesalahan fatal. Pertempuran Trafalgar tidak terelakkan lagi.

Pertempuran Trafalgar

Akhirnya tibalah waktunya kedua armada tersebut bertemu di Tanjung Trafalgar, 21 Oktober 1805. Jumlah kapal armada gabungan Perancis-Spanyol lebih banyak dibandingkan armada Inggris, yaitu 33 kapal ship of the line untuk armada gabungan dan 27 kapal ship of the line untuk armada Inggris. Satu hal yang unik pada pertempuran ini adalah taktik Inggris yang tidak biasa.

Jika pada umumnya, kapal akan membentuk garis sangat panjang supaya dapat mengonsentrasikan tembakannya, berbeda dengan taktik Nelson. Nelson membagi armadanya menjadi 2 kolom di mana dia memimpin kolom di utara dengan 13 kapal yang dipimpin oleh HMS Victory, sedangkan kolom di selatan dipimpin oleh Laksamana Madya Cuthberg Collingwood dengan 14 kapal yang dipimpin oleh HMS Royal Sovereign. Taktik 2 kolom kapal ini bertugas membagi barisan kapal Perancis-Spanyol menjadi 3 bagian.

Baca Juga :   Hippocrates : Sosok Di Balik Munculnya Medis

Sesaat sebelum pertempuran itu dimulai, Nelson memberikan sebuah perintah yang sangat terkenal. Bunyinya adalah sebagai berikut, “England expects that every man will do his duty”. Perintah itu disampaikan melalui sinyal telegrafik berbentuk berbagai bendera yang dikibarkan di atas kapal berkali-kali.

Serangan dimulai dari kolom selatan. HMS Royal Sovereign bergerak sangat cepat sehingga langsung masuk ke barisan kapal Perancis-Spanyol. Kapal tersebut diapit oleh kapal Fougueux dan Santa Ana dan saling menembak satu sama lain. Lima belas menit kemudian, HMS Belleisle datang untuk menyelamatkan Royal Sovereign yang sedang ditembaki empat kapal sekaligus. Pertempuran di sisi selatan sangat sengit dan Perancis-Spanyol tidak dapat berbuat banyak sehingga kapalnya harus tenggelam atau menyerah.

Di sisi utara, Nelson bergerak lambat sekali karena anginnya tenang sehingga menjadi bulan-bulanan kapal Perancis-Spanyol. Walaupun demikian, Nelson tetap maju dan membuat manuver palsu untuk mengelabui barisan kapal gabungan tersebut. Singkat cerita, HMS Victory berada di antara kapal Perancis, Bucentaure dan Redoutable. Hal ini memungkinkan Victory untuk menggunakan seluruh meriamnya ke kedua kapal tersebut. Bucentaure akhirnya kalah oleh Victory namun Redoutable juga berhasil membuat kapal tersebut rusak parah.

Kapal-kapal Perancis juga menggunakan penembak jitu di atas kapalnya. Salah satunya berhasil menembak dan melukai Nelson pada 13.15. Luka yang dialami Nelson terbukti fatal sehingga harus dipindahkan ke dek bawah Victory. HMS Temeraire akhirnya melindungi Victory dari Redoutable dan merebut kapal tersebut dari tangan Perancis.

Singkat cerita, armada Perancis-Spanyol porak poranda. Villeneuve harus menyerah kepada Inggris di Bucentaure dan kapal-kapalnya jatuh ke tangan Inggris, sebanyak 18 kapal jumlahnya. Kapal-kapal yang selamat akhirnya mundur dan sisa kapal-kapal Nelson mengejarnya. Pertempuran Trafalgar telah usai.

Nelson yang terluka parah akhirnya meninggal dunia sesaat setelah menerima kabar kemenangan tersebut. Kata-kata terakhirnya adalah, “Thank God I have done my duty” yang berarti “Terima kasih Tuhan aku telah menyelesaikan tugasku.”

Akibat

Pertempuran Trafalgar dianggap sebagai suatu momentum yang memantapkan dominasi Inggris atas lautan. Tidak hanya itu, dominasi tersebut bertahan bukan saja hanya ketika Perang Napoleon melainkan hingga lebih dari seratus tahun kemudian.

Sumber Bacaan:

Fremont-Barnes, G & Christa Hook. (2005). Trafalgar 1805: Nelson’s Crowning Victory. Osprey Publishing.

Goodwin, P. (2015). HMS Victory Pocket Manual 1805 Admiral Nelson’s Flagship at Trafalgar. Osprey Publishing.

Kings and Generals. (2017, November 6). Napoleonic Wars: Battle of Trafalgar 1805 DOCUMENTARY [Video]. YouTube. https://www.youtube.com/watch?v=sRtUrvmok-c.

Konstam, A & Peter Dennis. (2011). Horatio Nelson. Osprey Publishing.

Share:

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on pinterest
Pinterest
Share on linkedin
LinkedIn

Related Posts